> >

Ini Alasan Kuat Pencairan JHT di Usia 56 Tahun Tidak Bisa Diterapkan

Sosial | 2 Maret 2022, 19:25 WIB
Salah seorang warga Batam yang mengajukan klaim Jaminan Hari Tua (JHT) di masa pandemi COVID-19. (Sumber: Antara )

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar kebijakan publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Agus Heruanto Hadna menilai kebijakan pencairan jaminan hari tua (JHT) pada usia 56 tahun tidak berbasis bukti dan data yang kuat. Akibatnya, kebijakan ini menjadi pemantik persoalan baru dan menuai kritik.

“Kebijakan ini tidak berbasis bukti dan tidak sensitif terhadap publik, terutama pekerja di sektor swasta,” ujarnya dalam siaran pers, Rabu (2/3/2022).

Menurut Hadna, kebijakan yang mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 02 Tahun 2022 itu seolah-olah menyamakan usia pensiun pekerja swasta dengan pegawai negeri sipil (PNS). Padahal, persoalan yang dihadapi dari para pekerja di sektor swasta berbeda dengan PNS.

Baca Juga: Menteri Ketenagakerjaan Batalkan Aturan Pencairan JHT di Usia 56 Tahun

“Ditambah dengan situasi lapangan kerja saat ini sangat labil dan penuh ketidakpastian,” ucapnya.

Ia mengungkapkan, tidak sedikit pekerja di sektor swasta yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sebelum masa pensiun dalam usia yang beragam. Kebijakan pemanfaatan JHT belum mampu menjawab permasalahan tersebut.

Hadna mencontohkan pada pekerja terkena PHK pada usia 45 tahun. Pekerja tersebut harus menunggu selama 11 tahun untuk bisa mencairkan JHT.

Baca Juga: Menaker Batalkan Aturan Pencairan JHT Usia 56 Tahun, Dana Bisa Diklaim Sebelum Pensiun

Ia berpendapat, kondisi pekerja sektor swasta dimana pun penuh ketidakpastian sehingga penentuan batas usia dalam pencairah JHT sangat sulit bagi mereka.

 

Penulis : Switzy Sabandar Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU