Kompas TV internasional kompas dunia

WHO Sebut Varian Omicron Berisiko Sangat Tinggi: Picu Lonjakan Kasus dengan Konsekuensi Parah

Kompas.tv - 30 November 2021, 08:22 WIB
who-sebut-varian-omicron-berisiko-sangat-tinggi-picu-lonjakan-kasus-dengan-konsekuensi-parah
Seorang pria menyemprotkan cairan sanitasi di dinding untuk mencegah penyebaran COVID-19 di Harare, Zimbabwe, Senin, 29 November 2021. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa varian omicron menimbulkan risiko sangat tinggi. (Sumber: Associated Press)
Penulis : Tussie Ayu | Editor : Desy Afrianti

JENEWA, KOMPAS.TV - Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) memperingatkan bahwa risiko global dari varian omicron sangat tinggi, Senin (29/11/2021). Hal ini berdasarkan bukti awal, yang  menyatakan bahwa virus corona yang bermutasi dapat menyebabkan lonjakan kasus baru dengan konsekuensi parah.

Penilaian dari WHO ini dimuat dalam makalah teknis yang dikeluarkan untuk negara-negara anggotanya. Peringatan ini merupakan yang terkuat dan paling eksplisit dari WHO tentang versi baru yang pertama kali diidentifikasi beberapa hari lalu oleh para peneliti di Afrika Selatan.

Saat ini semakin banyak negara di dunia yang melaporkan kasus varian omicron. Beberapa negara mulai memberlakukan aturan baru untuk mencegah varian ini.

Baca Juga: Menteri Kesehatan Negara G-7 Nyatakan Covid-19 Varian Omicron Perlu Tindakan Segera

Jepang menyusul Israel yang mengumumkan akan melarang masuknya semua pengunjung asing. Sedangkan Maroko melarang semua penerbangan masuk ke wilayahnya. Sementara itu negara-negara lain seperti Amerika Serikat (AS) dan anggota Uni Eropa, telah melarang para pendatang dari Afrika Selatan.

WHO mengatakan ada ketidakpastian yang cukup besar tentang varian omicron. Tetapi dikatakan bukti awal memperlihatkan kemungkinan bahwa varian tersebut memiliki mutasi yang dapat menghindarinya dari respons sistem kekebalan. Selain itu, kemampuannya untuk menyebar dari satu orang ke orang lain semakin tinggi.

“Karena karakteristik ini, mungkin akan ada lonjakan COVID-19 di masa depan, yang dapat memiliki konsekuensi parah. Tergantung pada sejumlah faktor, termasuk di mana lonjakan dapat terjadi. Risiko global secara keseluruhan dinilai sangat tinggi,” katanya.

WHO menekankan bahwa sementara para ilmuwan mencari bukti untuk lebih memahami varian ini, semua negara harus mempercepat vaksinasi sesegera mungkin.

Meskipun sejauh ini tidak ada kematian terkait dengan varian omicron, namun masih sedikit sekali yang diketahui secara pasti tentang varian baru tersebut. Pekan lalu, panel penasihat WHO mengatakan varian ini kemungkinan besar dapat menginfeksi kembali orang yang sudah pernah menderita COVID-19.

Baca Juga: Presiden AS Joe Biden Katakan Virus Corona Varian Omicron Tidak Perlu Bikin Panik

Para ilmuwan telah lama memperingatkan bahwa virus akan terus menemukan cara baru untuk mengeksploitasi kelemahan dalam upaya vaksinasi dunia. Varian ini ditemukan di Afrika di mana baru 7 persen dari populasinya yang mendapatkan vaksinasi. 

“Kemunculan varian omicron telah memenuhi prediksi para ilmuwan yang memperingatkan bahwa peningkatan penularan virus di daerah dengan akses terbatas pada vaksin akan mempercepat evolusinya,” kata Dr. Richard Hatchett, kepala departemen CEPI, salah satu pendiri inisiatif COVAX yang didukung PBB, seperti dikutip dari The Associated Press.

Spanyol pada hari Senin lalu menjadi salah satu negara terbaru yang melaporkan kasus omicron pertama yang dikonfirmasi. Kasus ini terdeteksi pada seorang pendatang yang kembali pada hari Minggu dari Afrika Selatan setelah singgah di Amsterdam.

Sebagian besar infeksi omicron yang tercatat di seluruh dunia terjadi pada pelancong yang datang dari luar negeri. Sementara itu kasus di Portugal dan Skotlandia telah menimbulkan kekhawatiran bahwa varian tersebut mungkin sudah menyebar secara lokal.

“Banyak dari kita mungkin berpikir kita sudah selesai dengan COVID-19. Namun COVID-19 belum selesai dengan kami,” ujar peringatan dari Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.



Sumber : Associated Press

BERITA LAINNYA



Close Ads x