Kompas TV bbc bbc indonesia

Merayakan Iduladha di Tengah Meluasnya Virus PMK: 'Ini Harusnya Panen tetapi Kita Prihatin'

Kompas.tv - 9 Juli 2022, 13:53 WIB
merayakan-iduladha-di-tengah-meluasnya-virus-pmk-ini-harusnya-panen-tetapi-kita-prihatin
Pengobatan sapi yang terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK) di Aceh pada 21 Mei 2022. (Sumber: Antara Foto via BBC Indonesia)
Penulis : Redaksi Kompas TV

Sejumlah warga di Indonesia memutuskan tidak menjalani anjuran memotong hewan kurban pada perayaan Iduladha akhir pekan ini karena khawatir risiko penyakit virus penyakit mulut dan kuku, PMK.

Hal ini berdampak langsung terhadap pendapatan peternak dan pedagang hewan kurban sehingga memicu seruan agar pemerintah segera mengatasi penyebaran virus PMK.

Sementara pemerintah menjanjikan mendatangkan sekitar 28,8 juta dosis vaksin untuk mengatasi masalah PMK yang telah dua bulan terakhir menyebar cepat hingga 21 provinsi.

Baca juga:

Laila, 26 tahun, warga Jakarta, memutuskan tidak membeli hewan ternak tahun ini karena kekhawatiran terhadap kesehatan hewan kurban.

"Banyak ternak yang terjangkit mulut dan kuku itu akhirnya, berpikirnya itu menjadi salah satu risiko untuk ber-kurban, jadinya memilih untuk menghindari risikonya," katanya.

Hal senada diutarakan Maliha Himmati, warga Solo, Jawa Tengah.

"Kita juga tidak bisa menjamin membeli hewan kurban itu ternyata hewan kurban yang kita beli itu sudah terpapar virus atau penyakit," kata Maliha.

Laila dan Maliha adalah sebagian dari Muslim di Indonesia yang menghentikan anjuran agama untuk menyembelih hewan kurban pada Iduladha mendatang. Daging dari hewan kurban ini biasanya akan dibagi-bagikan kepada mereka yang berhak menerima, termasuk orang miskin dan anak-anak yatim.

Jeritan peternak

Alasan ini setidaknya diyakini sejumlah pedagang hewan kurban di sejumlah wilayah di Indonesia menjadi alasan terjadinya penurunan pembelian.

Maryono, pedagang hewan kurban dari Klaten, Jawat Tengah, mengaku terjadi penurunan pembelian dari tahun lalu, di mana ia bisa menjual hewan kurban hingga 50 ekor. Tapi tahun ini hanya berani mengadakan 20 ekor sapi.

"Peminatnya kurang. Stoknya enggak ada. Ada, cuma sedikit," katanya.

Sementara, Munahar peternak sapi asal Sleman, Yogyakarta, mengatakan tahun lalu, jelang Iduladha ia bisa menjual sampai tujuh ekor sapi. Tapi tahun ini "Cuma empat".

"Ini belum dikirim ke pembeli. Harus ada surat keterangannya ke dokter," katanya.

Sementara, Yatno, pedagang sapi asal Boyolali, Jawa Tengah, sudah menelan kerugian, bahkan sebelum hari-hari menjelang Iduladha.

Akibat penyakit tersebut harga jual sapinya menjadi turun drastis. Dari yang sebelumnya harga Rp 20 juta per ekor, kini dijual rugi dengan harga Rp10 juta - Rp11 juta per ekor.

Ia mengaku punya pinjaman hingga Rp300 juta di bank dengan agunan sertifikat rumah satu-satunya. Kini ia sedang berjuang untuk melunasi utang tersebut, salah satu caranya dengan menjual sapi yang tersisa dengan panggilan video.

"Ini harusnya panen tetapi kita prihatin," kata Yatno.

Di luar Jawa, tepatnya di Mataram, Nusa Tenggara Barat, salah satu pedagang hewan kurban, Ahmad mengakui minat masyarakat untuk membeli kurban masih rendah, bahkan pembelian kurang dari tahun lalu karena isu virus PMK.

"Tahun lalu H-4 (Iduladha) itu sudah seratusan sapi terjual, tapi sekarang baru 40an," katanya.

Ahmad menambahkan, meskipun sudah dipastikan sapi sehat, dan diawasi Dinas Peternakan, masih sulit meyakinkan pembeli. Bahkan dengan jaminan hewan boleh ditukar jika tak sesuai.

"Isu itu yang masih berbekas di masyarakat, untuk mengedukasi mereka bahwa sapi kita sehat masih perlu waktu," katanya.

Baik para pedagang dan peternak hewan kurban ini menginginkan momentum jelang Iduladha kali sebagai seruan kepada pemerintah untuk "secepatnya bisa mengatasi adanya wabah penyakit PMK ini."

"Karena sapi bagi kalangan petani istilahnya harta besar sehingga jangan sampai mati hewan ternaknya," kata Maryono.

Sapi 'hanya akan ada di kebun binatang'

Menurut catatan Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) secara umum terjadi penurunan pembelian hewan kurban tahun ini.

Sekjen PPSKI, Robi Agustiar mengatakan jika dibandingkan tahun lalu, harga hewan kurban naik sekitar 20%, karena keterbatasan pasokan dari daerah.

Sejak wabah PMK merebak setidaknya pemerintah daerah tingkat provinsi mengambil kebijakan untuk membatasi mobilitas hewan ternak.

"Penjualan rata-rata normal. Tapi barang sulit," katanya.

Momentum Iduladha menjadi peringatan, agar pemerintah segera mendistribusikan vaksin kepada hewan-hewan ternak yang masih sehat, kata Robi.

"Mungkin dalam waktu dua atau tiga tahun, saya kira akan habis kebutuhannya, dipotong semua untuk menjadi pangan. Ternak sudah tidak ada lagi, ya mungkin [sapi, kambing] hanya akan ada di kebun binatang," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Tetap Bidang Peternakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Yudi Guntara Noor mengatakan, meskipun wabah sudah berjalan lebih dari dua bulan, akan tetapi "Belum ada titik terang untuk solusinya."

Yudi mengatakan sejauh ini program vaksin untuk hewan ternak yang masih sehat masih belum jelas.

"Ini sudah dua bulan, tapi pemerintah belum menentukan vaksin untuk private sector," katanya.





Sumber : BBC

BERITA LAINNYA



Close Ads x