Kompas TV nasional rumah pemilu

PBNU Dukung Jokowi soal Larangan Politik Identitas: Buruk Jika Dijadikan Alat Pemecah belah

Kompas.tv - 16 Agustus 2022, 15:49 WIB
pbnu-dukung-jokowi-soal-larangan-politik-identitas-buruk-jika-dijadikan-alat-pemecah-belah
Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Kyai Haji (KH) Fahrur Rozi mengatakan bahwa semua orang, tak terkecuali seorang anak kyai, harus mengikuti hukum yang berlaku. (Sumber: Kompas TV)
Penulis : Dedik Priyanto | Editor : Purwanto

JAKARTA, KOMPAS.TV – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengingatkan agar Pemilu harus bebas dari politik identitas yang menyebabkan polarisasi terjadi di masyarakat.

Larnangan politik identitas itu diungkap Jokowi dalam Pidato Kenegaraan Presiden RI dalam Sidang Tahunan MPR-RI bersama DPR dan DPD RI,hari ini Selasa (16/8/2022).

Ketua Tanfidizyah PBNU, Ahmad Fahrur Rozi, pun menberikan komentar tentang itu yang menyebutkan, pada dasarnya politik identitas itu bisa jadi tidak salah.

Tapi jadi masalah karena jika diperalat untuk kepentingan politik semata yang justru memecah belah masyarakat. 

“Dalam setiap pemilu selalu saja ada politik identitas, bahkan di negara maju seperti Amerika serikat dan Eropa," paparnya kepada KOMPAS.TV Selasa (16/8/2022). 

"Pertarungan politik tidak hanya ditentukan oleh isu-isu rasional seperti layanan kesehatan dan cara mengatasi pengangguran, tetapi juga oleh posisi para kandidat dan partai terkait isu-isu yang kental muatan identitas seperti keberadaan imigran, aborsi, homoseksualitas, pemakaian hijab dan cadar dan lainnya," tambahnya. 

Baca Juga: Presiden Jokowi: Saya Ingatkan, Jangan Lagi Ada Politik identitas

Gus Fahrur cerita, ia melihat sendiri di USA saat kampanye Trump tahun 2015 penuh isu SARA juga.

Bahkan, kata dia, ada kebencian terhadap agama tertentu terjadi di kasus Amerika seperti yang ia lihat langsung. 

"Inilah yang harus dihindarkan, sentimen SARA yang mengakibatkan perpecahan dan permusuhan antar agama dan golongan," paparnya. 

Ia pun menyebutkan, politik identitas pada dasarnya bisa berperan positif. Tapi, ada syarat yang harus dipenuhi. 

"Politik identitas bisa diterima  dan mempunyai peran positif dalam demokrasi ketika ia menyediakan nilai solidaritas dalam membangun kesadaran publik tentang kewargaan (civic) dan melawan diskriminasi kelompok dengan tanpa mempromosikan supremasi kelompok sendiri dan kebencian terhadap kelompok lain," paparnya. 

"Namun sangat buruk jika dijadikan alat pemecah belah," tutupnya. 

Baca Juga: PBNU Resmi Tunjuk Gudfan Arif Ghofur sebagai Plt Bendum Gantikan Mardani Maming

Sebelumnya seperti diberitakan KOMPAS.TV Jokowi menyebutkan soal larangan politik identitas jelang dan saat terjadinya pemilu 2024.

Hal itu diungkapkan Jokowi dalam Pidato Kenegaraan Presiden RI dalam Sidang Tahunan MPR-RI bersama DPR dan DPD RI,hari ini Selasa (16/8/2022) di Kompleks Parlemen.

“Tahapan pemilu yang dipersiapkan KPU harus kita dukung sepenuhnya. Saya ingatkan, jangan lagi ada politik identitas. Jangan ada lagi politisasi agama. Jangan ada lagi polarisasi sosial," kata Presiden, Selasa (16/8/2022).

Jokowi juga mengingatkan agar agar konsolidasi nasional kian diperkuat agar demokrai kian dewasa. 

"Demokrasi kita harus semakin kian dewasa. Kosolisidasi nasional harus diperkuat," sambungnya. 



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x