Kompas TV nasional politik

Nasdem Kritik SE Mendagri Soal Pj Kepala Daerah Bisa Beri Sanksi Tanpa Izin: Bentuk Otoritarianism

Kompas.tv - 21 September 2022, 16:12 WIB
nasdem-kritik-se-mendagri-soal-pj-kepala-daerah-bisa-beri-sanksi-tanpa-izin-bentuk-otoritarianism
Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya di sela-sela Rakernas Partai Nasdem di Jakarta, Jumat (17/6/2022) (Sumber: Tangkapan layar tayangan KOMPAS TV)
Penulis : Fadel Prayoga | Editor : Purwanto

JAKARTA, KOMPAS TV - Ketua Dewan Pengurus Pusat Partai Nasdem Willy Aditya mengkritik surat edaran mengenai Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian itu.

Satu dari kritiknya atas Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 821/5492/SJ tanggal 14 September 2022, pemberian izin bagi penjabat kepala daerah untuk memberikan sanksi atau mutasi aparatur sipil negara, tanpa persetujuan menteri.  

Baca Juga: Mendagri Minta Pemda Percepat Realisasi Anggaran

"Terbitnya SE Mendagri Nomor 821/5492/SJ adalah praktik yang membawa kemunduran bagi proses demokrasi dan prinsip good government dalam kehidupan bernegara kita. Terbitnya SE tersebut juga menjadi manifestasi dari praktik otoriterianisme dari seorang pejabat pemerintahan yang tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan yang telah berlaku,” kata Willy kepada wartawan, Rabu (21/9/2022).

Untuk diketahui, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam surat edaran itu memberikan izin tertulis sanksi pemberhentian maupun pemberhentian sementara pejabat/aparatur sipil negara kepada penjabat, pelaksana tugas, dan pelaksana sementara kepala daerah. 

Penjatuhan sanksi yang diizinkan secara tertulis itu berlaku bagi pejabat dan ASN di daerah melakukan pelanggaran berat, yakni mereka yang melanggar disiplin dan/atau tindak lanjut proses hukum sesuai perundang-undangan. 

Surat yang diterbitkan 14 September 2022 tersebut merujuk pada peraturan pemerintah tahun 2008, dan surat kepegawaian negara Oktober 2015 silam. Berdasarkan peraturan pemerintah, penjabat kepala daerah maupun pelaksana tugas kepala daerah tidak boleh memutasi pegawai, serta khusus penjabat kepala daerah, tak boleh mengambil keputusan yang memiliki akibat hukum, tanpa persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri. 

Willy Aditya mengatakan, SE Mendagri menyimpang dari sejumlah peraturan perundang-undangan. 

Partama, menyimpang dari ketentuan Pasal 71 ayat (2) dan Pasal 162 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2016. Pasal ini mengatur tentang larangan kepala daerah mengganti pejabat dalam kurun waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali disetujui secara tertulis oleh Menteri. 

“Bahkan larangan tersebut juga diatur dalam UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, karena Plt, PJ, dan Pjs mendapatkan kewenangan dari mandat, bukan delegasi atau bahkan atribusi."

"Hal tersebut menjadikannya tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran,” kata Willy.

Selain itu, SE ini berbahaya karena telah bertentangan dengan UU ASN dan secara khusus UU Pilkada. 

Apalagi, kata dia, jika Pj kepala daerah mengundurkan diri pada saat pendaftaran pilkada dan mendaftar sebagai pasangan calon, yang berarti menabrak ketentuan 6 bulan sebelum pencoblosan dan tidak perlu mendapat persetujuan Mendagri. 

Padahal, persetujuan Mendagri terkait dengan Pasal 71 ayat (2) dan Pasal 162 ayat (3) UU No 10 Tahun 2016, justru harus didasarkan pada permohonan dari pejabat Gubernur, Bupati dan/atau walikota sebagai pembina kepegawaian di pemerintahan daerah.

“Kami meminta kepada Saudara Mendagri Tito Karnavian untuk mencabut/merevisi SE tersebut agar tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi dan menimbulkan polemik dalam perikehidupan pemerintahan daerah."

"Sebagai pembatu presiden, hendaklah Mendagri tidak mengambil kebijakan yang dapat menjerumuskan Presiden lewat ketentuan yang dapat menimbulkan polemik dalam kehidupan bernegara kita,” kata Willy.

Sebelumnya dilansir dari Kompas.com, Mendagri Tito menerbitkan surat edaran itu untuk memberikan kemudahan serta efisiensi kepada pj kepala daerah dalam menjalankan birokrasi.

Baca Juga: Mendagri Akan Copot Pj Kepala Daerah yang Tak Bisa Kendalikan Inflasi

"Dalam rangka efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, khususnya dalam aspek kepegawaian perangkat daerah," kata Tito.

Persetujuan mutasi antardaerah dan/atau antarinstansi pemerintahan juga diizinkan selama sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang- udangan.
 



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x