Kompas TV nasional sapa indonesia

Kontroversi Kemenkeu Iblis dari Bupati Meranti, KPPOD: Akuntabilitas Pusat-Daerah Harus Jelas

Kompas.tv - 20 Desember 2022, 19:55 WIB
kontroversi-kemenkeu-iblis-dari-bupati-meranti-kppod-akuntabilitas-pusat-daerah-harus-jelas
Direktur Eksekutif KPPOD Armand Suparman menyampaikan tanggapan atas kontroversi Bupati Meranti dengan Kementerian Keuangan, Selasa (20/12/2022). (Sumber: KOMPAS TV)
Penulis : Rofi Ali Majid | Editor : Purwanto

JAKARTA, KOMPAS.TV - Armand Suparman selaku Direktur Eksekutif Komite Pemantauan dan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menanggapi kontroversi Bupati Meranti.

Melalui dialog Sapa Indonesia Malam di KOMPAS TV, Selasa (20/12/2022), Armand mengatakan pemerintah mesti memperbaiki hubungan pusat dengan daerah.

"Ke depan, hubungan pusat-daerah mesti didesain secara akuntabel. Pembuatan kebijakan juga harus melibatkan perwakilan daerah, agar kebutuhan daerah bisa terakomodir," terang dia.

Sebelumnya, Bupati Meranti Muhammad Adil menyebut Kementerian Keuangan Iblis karena persoalan Dana Bagi Hasil (DBH). Tindakan itu kemudian menuai kontroversi di masyarakat.

Baca Juga: Kemendagri Panggil Bupati Kepulauan Meranti Selasa Depan usai Protes soal Dana Bagi Hasil

"Sebenarnya kalau kita melihat di regulasinya, terutama terkait dengan DBH ini, kita bisa baca di UU No 1 Tahun 2022, menyangkut hubungan keuangan pusat dan daerah," kata Armand.

Menyitat aturan tersebut, dia mengatakan "DBH itu ada dua jenis, terkait dengan pajak dan sumber daya alam, termasuk di dalamnya minyak bumi dan gas, yang diprotes Bupati Meranti saat ini."

Menurut Armand, formula dana bagi hasil sudah tertera secara eksplisit dalam undang-undang itu. Hanya saja, dia menilai kans adanya perbedaan data antara pusat dengan daerah.

Baca Juga: Cak Imin Bela Bupati Meranti yang Sebut Kemenkeu Diisi Iblis atau Setan: Jangan Serang Balik

"Kalau melihat perbedaan perhitungan, menurut kami wajar, terlebih jika sosialaisasi selama ini belum berjalan optimal," kata Armand.

"Data ini kan masalah klasik di Indonesia, ketika ada perbedaan data seperti ini, dipanggil (pihak yang berbeda data-red)," imbuh dia.

Armand menyebut, tindakan ini juga bisa diberlakukan kepada semua daerah dengan permasalahan serupa. Tujuannya untuk mencapai kesepahaman bersama.


 



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x