Kompas TV internasional kompas dunia

Netanyahu Sebut Palestina Seharusnya Mendirikan Negara di Tanah Arab Saudi

Kompas.tv - 7 Februari 2025, 17:58 WIB
netanyahu-sebut-palestina-seharusnya-mendirikan-negara-di-tanah-arab-saudi
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berbicara dalam konferensi pers di Yerusalem, 9 Desember 2024. Netanyahu bertolak ke Amerika Serikat untuk bertemu dengan Presiden AS Donald Trump pada Selasa besok. (Sumber: AP Photo/Maya Alleruzzo, Pool, File)
Penulis : Rizky L Pratama | Editor : Vyara Lestari

YERUSALEM, KOMPAS.TV — Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa Palestina seharusnya mendirikan negara di Arab Saudi, bukan di tanah air mereka sendiri, Kamis (6/2/2025).

Dalam pernyataannya di Saluran 14 Israel, Netanyahu menyebut Arab Saudi bisa mendirikan Negara Palestina karena memiliki tanah yang luas.

"Saudi dapat mendirikan negara Palestina di Arab Saudi; mereka punya banyak tanah di sana," kata Netanyahu dikutip dari Anadolu.

Baca Juga: Bertemu Netanyahu, Trump Ingin AS Rebut Gaza dari Palestina

Pernyataan ini pun menegaskan kembali penolakannya terhadap kedaulatan Palestina dan semakin memperumit upaya normalisasi hubungan antara Israel dan Arab Saudi.

Ketika ditanya apakah pembentukan negara Palestina diperlukan untuk normalisasi dengan Arab Saudi, Netanyahu menolak gagasan tersebut secara tegas. 

Ia menyebut negara Palestina sebagai ancaman keamanan bagi Israel, terutama setelah serangan 7 Oktober 2023.

“Terutama bukan negara Palestina. Setelah 7 Oktober? Tahukah Anda apa itu? Ada negara Palestina, yang disebut Gaza. Gaza, yang dipimpin oleh Hamas, adalah negara Palestina dan lihat apa yang kita dapatkan,” ujar Netanyahu.

Netanyahu juga menegaskan keyakinannya bahwa kesepakatan damai dengan Arab Saudi akan segera terjadi, meskipun Arab Saudi berulang kali menyatakan bahwa normalisasi hubungan tidak akan terjadi tanpa pembentukan negara Palestina.

"Saya pikir perdamaian antara Israel dan Arab Saudi tidak hanya mungkin, saya pikir itu akan terjadi," yakinnya.

Pernyataan Netanyahu mendapat tanggapan tegas dari Arab Saudi dan negara-negara Arab lainnya. 

Kementerian Luar Negeri Arab Saudi menegaskan kembali bahwa normalisasi dengan Israel hanya dapat terjadi jika Palestina mendapatkan kemerdekaan sesuai dengan perbatasan 1967.

Selain itu, negara-negara Arab seperti Mesir, Aljazair, Irak, Libya, Yordania, dan Oman juga menyuarakan penolakan terhadap usulan Netanyahu dan rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengambil alih Gaza dan merelokasi warga Palestina ke tempat lain.

Baca Juga: Bertemu PM Netanyahu, Trump: AS akan Mengambil alih Jalur Gaza dan Kami akan Urus dengan Baik!

Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengecam rencana Trump sebagai pelanggaran hukum internasional. 

“Gaza adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Palestina, dan tidak ada pihak asing yang dapat menentukan masa depan rakyat Palestina,” ujar Abbas.

Dalam konferensi pers bersama Netanyahu di Washington D.C., Trump mengusulkan rencana luar biasa untuk “mengambil alih” Gaza dan merelokasi warga Palestina ke komunitas baru yang ia klaim lebih aman dan modern. Ia menyebut proyek ini sebagai peluang bagi Palestina untuk hidup “lebih bahagia, aman, dan bebas”.

Namun, rencana tersebut menuai kecaman dari berbagai negara dan organisasi internasional. Liga Arab dan Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) menolak keras gagasan pemindahan paksa warga Palestina. 

Raja Yordania Abdullah II dalam percakapan dengan Sekjen PBB António Guterres menegaskan bahwa Yordania menolak setiap upaya pencaplokan tanah Palestina atau pemindahan paksa rakyat Gaza.

Mesir juga menolak rencana tersebut, menyebutnya sebagai upaya untuk “melikuidasi perjuangan Palestina dengan mencabut rakyatnya dari tanah mereka.” 

Sementara itu, Aljazair memperingatkan bahwa pemindahan paksa warga Palestina akan menghancurkan proyek nasional Palestina secara keseluruhan.

Kelompok Hamas, melalui juru bicara Hazem Qassem, menyerukan pertemuan puncak darurat negara-negara Arab untuk menolak proyek pemindahan tersebut, yang ia sebut sebagai bentuk baru penjajahan oleh Amerika Serikat.

Sejak 19 Januari, gencatan senjata telah diberlakukan di Gaza setelah serangan Israel yang menewaskan hampir 47.600 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Wilayah tersebut kini hancur akibat perang yang berlangsung berbulan-bulan. 

Baca Juga: Meski Dikecam Dunia, Netanyahu Puji Rencana Trump untuk Gaza


 




Sumber : Anadolu




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x