JAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia adalah negara dengan lingkungan alam yang menjanjikan. Terlebih lagi di daerah pegunungan yang kerap diincar oleh turis lokal. Biasanya, mereka menginginkan destinasi wisata berupa alam karena lelah dengan hiruk-pikuk perkotaan.
Salah satunya adalah Sugeng Handoko, pelopor wisata alam Desa Nglanggeran. Desa ini terletak di kaki Gunung Api Purba Nglanggeran.
Ia pun bercerita kepada Wisnu Nugroho, Pemimpin Redaksi Kompascom, dalam siniar Beginu episode “Jaga Alam dan Bermanfaat Bagi Semua” dengan tautan akses dik.si/BeginuSugengP1.
Sugeng mengungkapkan awalnya desa ini kurang dikenal oleh masyarakat luas. Kemudian, baru pada tahun 2011–2012 Desa Nglanggeran mulai dikenal sejak, “Ada semacam lomba budaya dan pariwisata tingkat nasional dari Kemenpora,” ujarnya.
Hal inilah yang kemudian mengangkat nama desanya karena pemerintah juga memberikan apresiasi. Dari sini, Sugeng memaknainya sebagai proses pembinaan untuk mengenalkan Desa Nglanggeran.
Pasalnya, dulu, orang-orang yang berasal dari Nglanggeran cukup malu untuk menyebutkan nama desanya. Namun, kini mereka jadi jauh lebih percaya diri karena telah mampu mengelola sumber daya di sekitarnya. Tanpa disadari, hal ini pun jadi menghilangkan stigma negatif itu.
Sugeng menjelaskan kecintaannya terhadap desa berawal dari nasihat para generasi tuanya lewat karang taruna. Narasi pertama yang dibangun ternyata bukan ingin membangun desa wisata melainkan pelestarian alam.
Pria ini mengungkapkan, “Jadi, Nglanggeran itu, ya, sama seperti desa-desa lain di Gunungkidul, desa yang tidak menarik kemudian isu lingkungannya kuat, kekeringan, kemiskinan.”
Baca Juga: Stoikisme dan Cara Berdamai dengan Kegagalan
Meski awalnya sulit, yang bisa membuat Sugeng dan masyarakat desa tersebut bertahan adalah mimpi. Mereka berharap untuk memiliki akses air yang lebih mudah. Sebab, air adalah sumber kehidupan utama bagi manusia. Ditambah lagi, mayoritas dari warga Desa Nglanggeran adalah petani dan peternak.
Generasi tua pun mengajak anak muda serta masyarakat berkontribusi melalui kegiatan yang asyik, seperti naik gunung, menanam pohon, dan berkegiatan. Selain itu, hal yang melatarbelakangi Sugeng dan kawan-kawan untuk semakin fokus pada karang taruna adalah Gempa Jogja 2006 silam.
Dari situ, karang tarunanya pun merambah ke sektor pariwisata. Pasalnya, Sugeng melihat bahwa desanya dianugerahi alam yang indah oleh Tuhan. Tidak semua desa memiliki kondisi serupa. Ditambah lagi, masyarakatnya hidup rukun dan guyub.
Dalam prosesnya, diperlukan waktu yang cukup lama. Awalnya, ia membangun kesadaran masyarakat bahwa Desa Nglanggeran juga mempunyai potensi.
Kemudian, jika sudah sadar akan potensinya, Sugeng mengajak mereka untuk menentukan proses dan tujuannya. Misalnya, pembekalan ilmu pengetahuan dan cara mewujudkannya.
Setelah itu, baru melakukan pemberdayaan masyarakat dengan mempertemukan sumber ekonomi sehingga mereka sadar. “Ketika saya melakukan ini, ada manfaat. Ketika alam dijaga, itu alam memberikan banyak hal lebih ke kita. Dan itu menjadi kebiasaan,” tutupnya.
Lantas, apa saja tantangan yang dirasakan Sugeng Handoko? Dan, bagaimana cara ia mengelola social enterpreneurship?
Temukan jawabannya melalui perbincangan lengkap Sugeng Handoko dan Wisnu Nugroho dalam siniar Beginu episode “Tomi Wibisono, Bincang Muda dan Nakal” dengan tautan akses dik.si/BeginuTomiP2 di Spotify.
Di sana, ada banyak kisah dari para tokoh inspiratif yang mampu memberikan perspektif baru untuk hidupmu. Tunggu apalagi? Yuk, ikuti siniar Beginu dan akses playlist-nya di YouTube Medio by KG Media agar kalian tak tertinggal tiap ada episode terbarunya!
Penulis: Alifia Putri Yudanti dan Ristiana D. Putri
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.