KOMPAS.TV - Dalam kurun 4 hari, Indonesia mengalami 2 serangan berlatar terorisme di dua lokasi berbeda.
Saatnya ada evaluasi serius soal upaya deradikalisasi yang selama ini kita jalankan.
Bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar dan upaya serangan di Markas Besar Polri, dua-duanya dilakukan oleh anak-anak usia muda.
Ada pergeseran latar belakang usia yang membuat kita harus serius berpikir, sasaran radikalisme kini semakin muda.
Menyusul 2 serangan tersebut, Presiden Joko Widodo mengajak masyarakat tetap tenang, tetapi meningkatkan kewaspadaan.
Ketika aksi terorisme nyaris selalu terjadi tiap tahun, harus ada evaluasi mendalam tentang bagaimana kita menangani masalah krusial ini.
Tak hanya harus bekerja sama, semua pihak harus mau saling buka catatan untuk melihat apa yang kurang efektif dari tiap sisi penanganan terorisme.
Dari sekian banyak sisi penanganan terorisme, salah satu yang selalu mendapat perhatian adalah deradikalisasi.
Ada pula yang menyebut reideologi untuk mereka yang sudah terpapar paham radikalisme tetapi belum sampai bertindak ekstrem.
Sejak bom Bali, Indonesia membentuk Densus 88 untuk menangani serangan terorisme dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk menyusun strategi dan program penanggulangan terorisme, termasuk deradikalisasi.
Ketika serangan terus terjadi, jangan-jangan kita sebagai sebuah bangsa perlu kembali saling berkerja sama merumuskan penanganan terorisme dan memberi dukungan ekstra terhadap lembaga-lembaga yang ada di garis depan yang mesti bekerja keras mengejar perubahan penyebaran radikalisme.
Yang perlu jadi perhatian, negara ini tidak boleh kalah langkah dibanding para teroris hanya reaktif setelah serangan terorisme terjadi.
Kerja sama erat dengan berbagai elemen masyarakat juga wajib dilakukan demi merangkul mereka yang rentan terpapar radikalisme, agar tak menyeberang masuk ke kelompok ekstrem.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.