JAKARTA, KOMPS.TV - Pembangunan megaproyek Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Mandalika atau The Mandalika, di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), dinilai melanggar HAM.
Pernyataan tersebut sebagaimana disampaikan Pelapor Khusus PBB untuk Kemiskinan Ekstrim dan Hak Asasi Manusia (HAM), Olivier De Schutter.
Alasan Olivier, karena pembangunan megaproyek tersebut dilakukan dengan cara menggusur dan merampas banyak tanah masyarakat setempat.
"Kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk menghormati hak asasi manusia dan aturan hukum yang berlaku," kata Olivier De Schutter, seperti dikutip Kompas.com dari laman OHCHR, Selasa (06/04/2021).
Para petani dan nelayan terusir dari tanah mereka dan mengalami perusakan rumah, ladang, sumber air, situs budaya dan religi, akibat kebijakan Pemerintah Indonesia dan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) yang mempersiapkan The Mandalika untuk menjadi "Bali Baru".
“Sumber yang dapat dipercaya menemukan bahwa penduduk setempat menjadi sasaran ancaman dan intimidasi dan diusir secara paksa dari tanah mereka tanpa kompensasi. Terlepas dari temuan ini, ITDC belum berupaya untuk membayar kompensasi atau menyelesaikan sengketa tanah," papar Olivier.
Selain itu, kritikan juga diberikan kepada sejumlah investor proyek tersebut salah satunya yaitu Bank Investasi Infrastuktur Asia atau The Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), yang dinilai gagal dalam melakukan uji kelayakan.
Terutama yang berkaitan dengan identifikasi, pencegahan, mitigasi, dan pertanggungjawaban pelaksana dalam mengatasi dampak buruk terhadap HAM.
Sebagaimana diatur dalam Prinsip Panduan PBB tentang bisnis dan HAM.
"Kegagalan mereka untuk mencegah dan menangani risiko pelanggaran hak asasi manusia sama saja dengan terlibat dalam pelanggaran tersebut," kata para ahli seperti dikutip dari laman yang sama.
Olivier pun menjelaskan bahwa proyek The Mandalika ini menguji komitmen pemerintah dalam menjalankan perlindungan HAM dan pembangunan berkelanjutan.
“Pembangunan pariwisata skala besar yang menginjak-injak hak asasi manusia pada dasarnya tidak sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan," tegas Olivier.
Lebih jauh, Olivier juga mendesak pemerintah Indonesia dan ITDC atau PT Pengembangan Pariwisata Indonesia untuk menghormati HAM dan aturan hukum yang berlaku.
"Selain itu kami juga mendesak AIIB dan bisnis swasta untuk tidak mendanai atau terlibat dalam proyek dan kegiatan yang berkontribusi pada pelanggaran dan pelanggaran hak asasi manusia," tutur dia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.