JAKARTA, KOMPAS.TV - Kasus antraks yang terjadi di Kabupaten Gunung Kidul bukan yang pertama. Catatan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian daerah di Yogyakarta tersebut merupakan endemi Antraks.
Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nuryani Zainuddin menjelaskan penyakit yang disebabkan bakteri yang disebabkan bakteri Bacillus Anthracis ini sudah ada sejak tahun 1884.
Khusus di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, kasus pertama ditemukan pada Mei 2019 di Kecamatan Karangmojo. Kasus menyebar ke Kecamatan Pojong pada Desember 2019 dan Januari 2020.
Kemudian di Januari 2022 kasus Antraks muncul di Kecamatan Gedang Sari dan terbaru pada Mei hingga Juni 2023 muncul di Kecamatan Semanu.
Nuryani juga menjelaskan populasi potensi ternak rentan Antraks di Kabupaten Gunung Kidul mencapai 357.351 ekor hewan ternak. Rinciannya 143.793 ekor sapi, 202.555 ekor kambing dan 11 ribu ekor domba.
Baca Juga: Kronologi Kasus Antraks di Yogyakarta, 3 Korban Meninggal Dunia 87 Warga Positif
Kasus Gunung Kidul sebagai daerah endemi Antraks ini tidak terlepas dari spora Antraks di tanah yang bisa bertahan puluhan tahun.
Bakteri Antraks akan berubah menjadi spora bila berkontak dengan udara. Spora bakteri Antraks ini merupakan sumber infeksi dan sangat resisten terhadap kondisi lingkungan dan bahan kimia tertentu.
"Ketika daerah endemi Antraks tidak dilakukan penanganan secara baik. Baik di tanah, lingkungan dan kesadaran masyarakat maka kasus Antraks ini akan terus berlanjut," ujarnya saat jumpa pers secara daring, Kamis (6/7/2023).
Nuryani menambahkan tingginya kasus Antraks di Gunung Kidul ini tidak terlepas dari spora yang bisa bertahan di tanah selama puluhan tahun dan budaya menyembelih hewan mati dan membagikan daging kepada warga sekitar.
Catatan Kemenkes tiga korban meninggal akibat penyakit Antraks. Satu teridentifikasi Antraks berinisial WP (72) dan dua lainnya memiliki gejala terpapar Antraks.
Baca Juga: Bagaimana Penyakit Antraks Dapat Menyebabkan Kematian pada Manusia? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Sedangkan hasil penelusuran Dinas Kesehatan Pemkab Gunung Kidul, 87 warga dinyatakan positif Antraks.
Tingginya kasus positif Antraks di Gunung Kidul lantaran warga memakan daging sapi yang sudah mati yang dibagikan ke warga.
"Tidak jarang ternak yang mati mendadak tanpa menunjukkan gejala klinis. Nah ternak yang mati ini perlu dibakar atau dikubur untuk mencegah penularan dari hewan ke manusia. Tidak boleh dibedah dan dilukai," ujar Nuryani.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.