MATARAM, KOMPAS.TV – Tambang emas ilegal yang diduga dikelola oleh tenaga kerja asing (TKA) China di wilayah Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, diperkirakan beromzet Rp1,08 triliun.
Penjelasan mengenai dugaan omzet tersebut disampaikan oleh Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria.
"Ini baru satu lokasi dengan tiga stockpile (tempat penyimpangan sementara produk tambang), dan mungkin di sebelahnya ada lagi,” kata dia, Jumat (4/10/2024), dikutip Antara.
“Belum lagi yang di Lantung, yang di Dompu, yang di Sumbawa Barat, berapa itu per bulannya? Bisa jadi sampai triliunan kerugian untuk negara," imbuhnya.
Baca Juga: Korban Terakhir Longsor Tambang Ilegal Berhasil Dievakuasi, Jenazah Langsung Dimakamkan
Perkiraan nominal omzet tersebut, kata Dian, berdasarkan hasil peninjauan lokasi tambang emas ilegal wilayah Sekotong bersama pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Dinas LHK NTB, dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB.
Berdasarkan data di lapangan, lanjut dia, tambang ilegal yang diduga dikelola TKA China tersebut berjalan sejak tahun 2021 di atas lahan seluas 98,16 hektare.
Lahan tersebut terungkap berada di kawasan izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Indotan.
"Lokasinya ini berada di kawasan hutan produksi terbatas (HPT). Perkiraan omzet satu bulan itu bisa mencapai Rp90 miliar atau sekitar Rp1.08 triliun per tahun," ujarnya.
Menurut dia, sedikitnya 26 titik tambang ilegal di wilayah Sekotong. Kawasan IUP PT Indotan juga masuk dalam luasan tersebut.
"Kami melihat ada potensi modus operandi di sini, dimana pemegang izin tidak mengambil tindakan atas operasi tambang ilegal ini, mungkin dengan tujuan untuk menghindari kewajiban pembayaran pajak, royalti, dan kewajiban lainnya kepada negara," ucap dia.
Pihaknya juga menemukan sebagian besar alat berat dan bahan kimia yang digunakan di tambang ilegal ini diimpor dari luar negeri, termasuk merkuri yang didatangkan dari China.
Tambang itu juga berpotensi mencemari lingkungan akibat limbah merkuri dan sianida yang dihasilkan dari proses pengolahan emas.
"Daerah di sekitar tambang ini sangat indah, memiliki potensi wisata yang besar. Namun, tambang ilegal ini yang merusaknya dengan ada merkuri dan sianida yang mereka buang sembarangan,” jelasnya.
“Jika terus dibiarkan, dampaknya akan sangat merugikan masyarakat dan lingkungan setempat," tambah dia.
Baca Juga: Petugas Berhasil Evakuasi Seluruh Korban Longsor Tambang Ilegal: 13 Orang Tewas, 12 Luka-Luka
KPK juga telah memasang plang peringatan pelarangan kegiatan tambang tanpa izin.
Kegiatan ini dilakukan KPK sesuai dengan tugas dan kewenangan dalam mendorong optimalisasi pajak atau pendapatan asli daerah (PAD), yang termasuk dalam salah satu fokus dari Monitoring Center for Prevention (MCP).
"Tujuannya, untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendapatan daerah," kata Dian.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.