Kompas TV nasional hukum

Dugaan Blending BBM Pertamina, Pengamat Sebut Mafia Migas dan Paparkan Modusnya

Kompas.tv - 27 Februari 2025, 06:20 WIB
dugaan-blending-bbm-pertamina-pengamat-sebut-mafia-migas-dan-paparkan-modusnya
Pengamat ekonomi energi UGM, Fahmy Radhi, menanggapi dugaan blending bahan bakar minyak (BBM) Pertamina yang merugikan masyarakat, dalam Sapa Indonesia Malam KompasTV, Rabu (26/2/2025). (Sumber: Tangkapan Layar YouTube KompasTV)
Penulis : Tri Angga Kriswaningsih | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat ekonomi energi UGM, Fahmy Radhi, menanggapi dugaan blending bahan bakar minyak (BBM) yang mencuat setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan sejumlah tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (persero) Subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023.

Fahmy menyebut ada kemiripan dengan modus blending yang terjadi sebelumnya dan ia menduga ada kaitan dengan mafia migas.

"Jadi, saya salah seorang anggota tim antimafia migas, kita melakukan beberapa kajian juga penyidikan, sampai ke Singapura juga, bahwa modus yang digunakan oleh pelaku megakorupsi ini, saya bisa berkeyakinan bahwa mereka mafia migas," ujarnya dalam Sapa Indonesia Malam KompasTV, Rabu (26/2/2025). 

Fahmy menambahkan, mafia migas itu terdiri dari sekelompok orang, termasuk pihak pengambil keputusan di Pertamina. 

"Mafia migas itu sekelompok orang, pengambil keputusan di Pertamina, kemudian juga para pengusaha, dan pihak-pihak lain yang bersekutu untuk melakukan korupsi keuangan negara. Dari modus tadi, salah satunya adalah blending," katanya.

Baca Juga: Kejagung Tetapkan 2 Tersangka Baru Kasus Korupsi Minyak Mentah Pertamina

Fahmy selanjutnya memaparkan tentang modus blending BBM yang pernah terjadi sebelumnya. 

"Jadi, saat itu, itu juga dilakukan blending di kilang yang ada di Singapura tadi, hanya waktu itu, blending-nya dengan melakukan downgrade (turun versi)," jelasnya. 

Fahmy menyebut blending yang pernah terjadi adalah untuk mengubah Pertamax menjadi Premium.

"Karena yang dibutuhkan kan adalah Premium, kemudian dari Pertamax di-downgrade menjadi Premium atau RON 89," tuturnya. 

"Nah, secara teknis itu tidak menimbulkan masalah karena kualitas baik diturunkan menjadi Premium yang lebih rendah," tambahnya. 

Namun, modus yang terjadi sekarang diduga adalah upgrade (naik versi) sehingga lebih merugikan masyarakat yang menjadi konsumen. 

"Tapi yang sekarang, berdasarkan penjelasan dari Kejaksaan Agung, yang itu menyatakan bahwa memang ada upaya blending, yang saat ini adalah upgrade dari Pertalite kemudian di-blending menjadi Pertamax yang harganya lebih mahal," ujarnya. 

Baca Juga: Kejagung Tahan 2 Tersangka Baru Kasus Korupsi Minyak Mentah Pertamina

Adapun terkait dengan dugaan keterlibatan mafia migas, Fahmy menyebut adanya regenerasi dari kasus yang telah terjadi sebelumnya. 

"Memang terjadi pergantian, ada semacam regenerasi," katanya. 

Dia yakin pelaku masih satu jaringan. 

"Saya berkeyakinan itu satu jaringan, karena yang ditangkap sebagai tersangka itu kan anaknya Riza Chalid yang rumahnya digeledah juga," ujar Fahmy. 

"Nah, saat itu, kami menengarai bahwa Riza Chalid itu salah seorang dari mafia migas tadi, tetapi kita kesulitan untuk membuktikan, tidak ada jejaknya, tidak ada alat bukti, dan kami sudah datang juga kepada KPK dan KPK mengalami kesulitan, karena ya tadi, tidak ada alat bukti yang bisa digunakan dan lokusnya itu ada di Singapura, di luar teritorial," paparnya kemudian. 

Menurut Fahmy, modus yang dilakukan pada kasus sebelumnya dan kasus yang terungkap saat ini juga sama. 

"Nah, kalau benar, ini bapaknya, kemudian sekarang anaknya, ini kan satu jaringan dalam melakukan kejahatan tadi, dan ini modus yang digunakan sama persis, seolah-olah itu melanjutkan apa yang sudah dilakukan oleh generasi sebelumnya dan yang sekarang ini barangkali anaknya kurang piawai dan ditangkap oleh kejaksaan," tuturnya.

Kejagung Tetapkan 9 Tersangka Korupsi Pertamina

Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada tahun 2018-2023.

Tujuh tersangka diumumkan pada Senin (24/2/2025) malam. Mereka yakni Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.

Kemudian AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa.

Serta DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Sementara dua tersangka lainnya diumumkan pada Rabu (26/2/2025) malam.

Dua tersangka baru tersebut adalah Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operation  PT Pertamina Patra Niaga.

"Terhadap dua orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers, Rabu malam.

Pihak Kejagung mengungkapkan, kasus tersebut mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun, yang bersumber dari beberapa komponen.


 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x