Kompas TV video opini budiman

Menanti Taji Jimly di Tengah Prahara MK - OPINI BUDIMAN

Kompas.tv - 4 November 2023, 09:00 WIB
Penulis : Ikbal Maulana

JAKARTA, KOMPAS.TV - Hakim konstitusi Arief Hidayat tampaknya sedang frustrasi berat dengan kondisi Mahkamah Konstitusi (MK).

Lembaga dengan peran yang begitu strategis, menguji undang-undang atas UUD, menyelesaikan sengketa pemilu dan menguji permintaan pemakzulan terhadap Presiden, sedang terkena prahara.

MK menjadi bulan-bulanan publik. MK diplesetkan menjadi Mahkamah Keluarga.

Cemoohan itu amat menyedihkan. Hakim konstitusi adalah negarawan yang menguasasi konstitusi. Itulah atribusi yang disematkan konstitusi pada hakim konstitusi.

Statusnya begitu tinggi, namun putusan MK soal uji materi syarat capres membuat lembaga itu kepleset.

Meski tidak bulat dan cenderung manipulatif, MK memutuskan menambah norma pasal pencalonan presiden dengan tambahan frasa, “pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah yang dipilih melalui pemilu.”

Penambahan norma itu memuluskan jalan bagi kepala daerah yang masih berusia 40 tahun untuk menjadi capres-cawapres, termasuk Wali Kota Solo Gibran Rakabuming sebagai bacawapres bersama Prabowo Subianto.

Menguji materi sebuah pasal dalam undang-undang terhadap UUD sah-sah saja. Namun, uji materi kali ini, menjadi masalah karena ada dugaan konflik kepentingan. Yang dituding adalah Ketua MK Anwar Usman, adik ipar Persiden Jokowi, dengan Gibran, keponakannya.

Dalam UU Kekuasaan Kehakiman, seharusnya Anwar Usman tidak ikut memutuskan perkara karena jelas ada konflik kepentingan, namun Anwar Usman maju terus.

Saat diperiksa di MKMK, Anwar percaya diri, bahkan ia menyebut MK sebagai Mahkamah Keluarga Besar bangsa Indonesia. Terasa begitu percaya diri. Ia pun membantah ada konflik kepentingan karena yang diadili adalah norma. Ia pun menolak mundur karena jabatan berasal dari Tuhan.

Itulah Argumen Anwar menanggapi kritik publik. Terasa seperti pokrol bamboo. Argumen Anwar seakan melawan akal sehat publik. 

Publik kini memanti taji Jimly Assidiqie, Bintan Saragih dan Wahiduddin Adams untuk menyelesaikan prahara itu. 

Video Editor: Galih



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA


Close Ads x