Kompas TV advertorial
advertorial

Mantan Wakil Ketua MK Tepis Dugaan Monopoli Pinjol untuk Biaya Kuliah

Kompas.tv - 8 Mei 2024, 13:00 WIB
mantan-wakil-ketua-mk-tepis-dugaan-monopoli-pinjol-untuk-biaya-kuliah
Ilustrasi mahasiswi yang telah menyelesaikan studi di perguruan tinggi. (Sumber: Getty Image via Kompas.com)
Penulis : Adv Team

KOMPAS.TV – Beberapa tahun terakhir, fintech peer to peer (P2P) lending atau lebih dikenal dengan pinjaman online (pinjol) berkembang pesat menawarkan solusi inovatif dalam mengakses pembiayaan yang lebih mudah dan inklusif, termasuk untuk biaya kuliah. 

Di tengah kenaikan biaya pendidikan yang terus meningkat, banyak mahasiswa dan orang tua merasa tertekan dengan beban keuangan terkait pendidikan tinggi.

Oleh sebab itu, pinjol menjelma menjadi jalan keluar yang cepat, mudah, dan terkadang satu-satunya bagi banyak orang, tak terkecuali untuk membiayai pendidikan.

Meskipun memberikan kemudahan akses ke pinjaman bagi masyarakat, sejumlah isu terkait praktik kartel dan monopoli suku bunga telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan regulator, khususnya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). 

Pasalnya, KPPU menemukan dugaan pelanggaran Undang-undang no. 5 Tahun 1999 terkait tingginya suku bunga pinjaman pendidikan oleh pelaku usaha pinjol.

Setelah melakukan kajian dengan berbagai pihak terkait dan memutuskan untuk melanjutkan tindakan penyelidikan awal. 

Penelitian KPPU menunjukkan bahwa suku bunga pinjaman pendidikan melalui pinjol di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produk serupa di negara lain sehingga menimbulkan dugaan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Sebaliknya, Mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi RI, akademisi, sekaligus Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Aswanto, S.H., M.Si.,DFM., memandang dugaan KPPU tersebut kurang tepat.

Aswanto menjabarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional atau UU Nomor 12 Tahun 2012 dan kaitannya dengan pendanaan pendidikan.

Aswanto menjelaskan, telah tercantum norma bahwa pendanaan pendidikan tinggi bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah, tetapi juga menjadi tanggung jawab masyarakat.

Menurutnya, dalam hal ini (pendanaan pendidikan) sumber dana masyarakat bisa berasal dari penghasilan tetap, penghasilan tidak tetap, hingga kredit dari lembaga pendanaan.

“Lembaga pendanaan bisa berasal dari pemerintah, swasta maupun lembaga pendanaan lain, seperti pinjaman online legal sesuai ketentuan OJK. Untuk akses pendanaan pendidikan sendiri menjadi hak masing-masing individu, apalagi aksesnya dari lembaga yang sudah diotorisasi regulator,” terang Aswanto.

OJK sendiri telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) No.10/POJK.05/2022 Tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x