> >

Kerangkeng Manusia di Langkat: Komnas HAM Ungkap Lebih dari Satu Orang Tewas (1)

Bbc indonesia | 31 Januari 2022, 22:43 WIB
Komisioner Pemantauan & Penyelidikan Komnas HAM RI M. Choirul Anam memberi penjelasan mengenai perkembangan terkini penyelidikan dugaan pelanggaran HAM peristiwa kerangkeng di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin, Minggu (30/1/2022). (Sumber: Youtube Humas Komnas HAM RI)

Maidina mengatakan Bupati Langkat bisa terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara terkait kasus ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO.

Itu pun belum termasuk ancaman pidana akibat penyalahgunaan kewenangan yang dia lakukan sebagai pejabat daerah dengan 'menahan' orang-orang tersebut di tempat rehabilitasi ilegal yang tidak sesuai standar.

"Di Undang-Undang TPPO sekali pun, persetujuan korban sama sekali tidak menyatakan bahwa TPPO-nya tidak terjadi. Kalau pun persetujuannya ada selama lingkungannya eksploitatif, prosesnya menghilangkan komunikasi dia ke pihak lain, itu adalah salah satu bentuk TPPO yang harus diusut," ujar Maidina kepada BBC News Indonesia.

Ketua Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care, Anis Hidayah menganggap klaim 'tempat rehabilitasi narkoba' itu sebagai kedok atas 'perbudakan yang sewenang-wenang'.

Sebelumnya, Migrant Care melaporkan kasus ini ke Komnas HAM dan menyebut temuan ini sebagai "dugaan perbudakan modern".

Migrant Care mengatakan informasi yang didapat berdasarkan "wawancara orang-orang di dalam" menunjukkan orang-orang di kerangkeng ini bekerja di perkebunan kelapa sawit milik bupati.

Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani memastikan bupati Langkat akan dihukum seberat-beratnya atas dugaan perbudakan tersebut.

Dipekerjakan dengan dalih 'pembekalan keahlian'

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan menuturkan berdasarkan pemeriksaan terakhir masih ada 30 orang yang dikerangkeng. Semua kini telah dipulangkan kepada keluarganya.

Berdasarkan penyelidikan sementara, polisi menemukan lahan seluas satu hektare dan gedung berukuran 36 meter persegi yang dibagi menjadi dua ruangan berjeruji besi yang dibangun sejak 2012.

Namun, Ahmad mengatakan tempat ini tidak berizin dan tidak terdaftar sebagai tempat rehabilitasi.

Ramadhan juga membenarkan bahwa mereka dipekerjakan di pabrik sawit milik Bupati Langkat, namun tidak dibayar dengan dalih memberi keahlian untuk para 'warga binaan' sebagai bekal bagi mereka selepas keluar dari tempat tersebut.

"Mereka tidak diberi upah seperti pekerja karena mereka merupakan warga binaan, namun diberikan ekstra puding dan makanan," kata Ramadhan.

Tetapi sampai saat ini, polisi belum menyebut indikasi adanya perbudakan modern dari operasional kerangkeng rehabilitasi tersebut.

"Ini (dugaan perbudakan) dalam proses, kita melihat dengan kesadaran sendiri orang tua mengantar dan menyerahkan, kemudian dengan pernyataan. Tetapi apa itu, nanti kita lihat dan dalami apa prosesnya. Kita belum bisa cepat-cepat memberi kesimpulan," ujarnya.

Secara terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Sumatra Utara Komisaris Besar Hadi Wahyudi mengakui bahwa kerangkeng tersebut tidak layak dan tidak memenuhi standar tempat rehabilitasi yang semestinya.

 

*Kontributor Medan, Dedi Hermawan, berkontribusi dalam tulisan ini.

Artikel ini merupakan hasil liputan BBC Indonesia yang ditayangkan juga di Kompas.TV

Penulis : Edy-A.-Putra

Sumber : BBC


TERBARU