> >

3 Hal Penting dalam Penyelidikan Tragedi Kanjuruhan, dari Gas Air Mata hingga Jalur Evakuasi

Bbc indonesia | 2 Oktober 2022, 20:42 WIB
Suporter sepak bola memasuki lapangan usai pertandingan Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022). (Sumber: AP Photo/Yudha Prabowo)

Sejumlah pihak menyoroti penggunaan gas air mata oleh aparat keamanan, sampai tidak adanya jalur evakuasi bagi penonton saat kerusuhan terjadi.

Presiden Joko Widodo memerintahkan Kapolri, Listyo Sigit Prabowo untuk mengusut tuntas kericuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur yang menyebabkan lebih dari 100 orang meninggal.

Di tengah perintah dan penyelidikan tersebut, pengamat sepak bola menyoroti sejumlah hal yang patut menjadi perhatian.

Beberapa poin ini juga dikemukakan oleh warganet, sebagian di antaranya adalah mereka yang turut menjadi penonton laga derbi Arema FC melawan Persebaya itu.

B aca Juga:

1. Tembakan gas air mata ke arah tribun

Video detik-detik kericuhan di Stadion Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur yang diunggah akun @bimantara25 menunjukkan penonton berlarian menghindari gas air mata.

Tindakan kepolisian melepaskan gas air mata ini yang diduga menyebabkan kepanikan penonton sehingga mereka berdesak-desakan ingin keluar dari stadion secara bersama-sama.

Pemilik akun @bimantara25 yang saat itu berada di tribun VIP mengatakan kepada BBC News Indonesia, awalnya sejumlah suporter Arema turun ke lapangan dan sempat mundur setelah terjadi “baku pukul”

“Mereka itu bubar karena anjing pelacak. Mereka sudah lari, berhamburan ke arah tribun. Pas mereka sudah balik, langsung ditembak gas air mata.

“Jadi yang ricuh di lapangan, tapi nggak tahu kenapa pihak kepolisian lempar gas air mata ke arah tribun. Padahal di tribun nggak ada kericuhan sama sekali,” kata Bima.

Ia menggambarkan peristiwa yang paling ricuh dan dipenuhi gas air mata berada di tribun 11, 12 dan 13 seperti “benar-benar bencana alam”.

“Itu suara orang minta tolong. Sedih sekali saya mendengar kata-kata itu… Tolong-tolong, anakku ndi? [di mana]. Pedih, pedih. Anak kecil banyak yang nangis,” kata Bima menirukan situasi saat itu.

Sementara itu, penonton lainnya, Muhamad Dipo Maulana, mengaku mendengar setidaknya lebih dari 20 kali tembakan gas air mata ke penonton yang berada di tribun Stadion Kanjuruhan.

"Suara tembakan gas air mata enggak bisa dihitung, banyak banget, kayak dor..dor..dor..dor...! Bunyinya beruntun dan cepat. Suaranya benar-benar kencang dan diarahkan ke semua tribun," ujar Dipo kepada BBC News Indonesia, Minggu (2/10).

Dipo berkata, suasana di dalam stadion selama pertandingan berlangsung relatif aman karena tidak ada suporter tamu yang datang. Meskipun katanya, jumlah penonton membludak bahkan di luar stadion sampai dipasang layar lebar.

Begitu laga berakhir, beberapa penonton yang diduga dari tribun 9 dan 12 turun ke lapangan karena kecewa dengan hasil kekalahan 3-2.

"Perasaan Aremania pasti sakit, kecewa. Apalagi ini lawan Persebaya, jatuhnya harga diri, benar-benar emosi lah," sambung Dipo.

Mulanya, menurut pengamatan pemuda 21 tahun ini, sekitar enam penonton yang masuk ke lapangan dan mendekati pemain Arema untuk meluapkan protes. Tapi langsung dicegat polisi, kemudian dipukul sampai jatuh.

Melihat kejadian itu, kata Dipo, penonton di tribun 12 yang turun ke lapangan semakin banyak karena tidak terima kawan mereka dipukuli. Situasi pun, berubah panas, kata Dipo.

"Satu tribun itu nyorakin polisi karena ada penonton dipukul. Terus makin banyak yang turun. Polisi yang bawa anjing, tameng, dan ada tentara maju ngelawan. Aremania sempat mundur, tapi ada beberapa yang ketinggalan dikepung polisi, diinjak, dijambak."

"Makin panas kondisi. Jadi saling serang, maju mundur gitu kayak di video yang beredar."

Tak lama setelah aksi saling serang tersebut, polisi menembakkan gas air mata. Pertama kali, menurut Dipo, diarahkan ke massa yang berada di lapangan kemudian ke tribun 12 yang berada di sebelah selatan belakang gawang.

Setelahnya, "merata ke semua tribun ditembak [gas air mata]".

"Saya saat itu posisinya di tribun VIP yang tidak kena tembakan gas air mata saja mata rasanya panas, pedih."

Dia menggambarkan situasi di dalam stadion, seperti kebakaran karena asap membumbung.

Di luar stadion, kondisinya tak lebih baik. Ia melihat satu mobil polisi dan truk dibakar. Seorang polisi juga dikeroyok dan tak ada yang membantu untuk memisahkan.

Sementara itu, dalam keterangan kepada media, Kapolda Jawa Timur, Nico Afinta mengatakan penembakan gas air mata ke arah tribun sudah sesuai dengan prosedur. Hal ini dilakukan sebagai upaya menghalau serangan suporter yang turun ke lapangan.

"Para suporter berlarian ke salah satu titik di Pintu 12 Stadion Kanjuruhan. Saat terjadi penumpukan itulah, banyak yang mengalami sesak napas," ungkapnya seperti dikutip dari kompas.com.

Menurut keterangan polisi, peristiwa ini berawal saat suporter Aremania menerobos ke lapangan dengan cara meloncati pagar karena tak terima kekalahan timnya dari Persebaya.

“Mereka turun untuk tujuan mencari pemain dan pihak manajemen, kenapa bisa kalah," kata Nico.

Namun, gelombang suporter makin banyak yang turun ke lapangan. "Terpaksa jajaran keamanan menembakkan gas air mata," tambahnya.

Dalam Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19, badan sepak bola dunia FIFA menetapkan petugas keamanan atau polisi tidak boleh membawa senjata api atau “gas pengendali massa” dalam pertandingan sepak bola.

Menurut pengamat sepak bola, Kesit Bayu Handoyo, aturan tentang penggunaan gas air mata ini mutlak dijalankan di seluruh pertandingan sepak bola di bawah FIFA.

“Karena memang potensi keributan kalau dihalau [dengan gas air mata], apalagi di stadion yang mungkin pintu-pintu keluarnya belum representatif… Ketika gas air mata kemudian menyebar di hampir di setiap sudut stadion, kemudian kejadian yang tidak diinginkan bersama, akhirnya terjadi,” katanya.

Ia mempertanyakan peran PSSI dalam mensosialisasikan aturan tersebut, baik kepada kepolisian maupun panitia penyelenggara pertandingan.

“Ini yang harus dicermati oleh PSSI, apakah protap dari pengamanan penonton di stadio itu benar-benar sudah disosialisasikan ke panitia juga ke aparat keamanan,” tambah Kesit.

2. Kerawanan pertandingan malam hari

Sebelumnya, pihak kepolisian sudah memperingatkan panitia pelaksana dan PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) untuk memajukan jadwal penyelenggaraan pertandingan semula pukul 20.00 WIB menjadi 15.30 WIB “dengan pertimbangan keamanan”.

Akan tetapi panitia pelaksana dan PT LIB tetap melaksanakan pertandingan pukul 20.00 WIB.

Dalam surat yang beredar, PT LIB menyampaikan meminta kepada Klub Arema FC untuk berkoordinasi secara optimal kepada pihak keamanan. Dalam hal ini khususnya, Kapolres Malang tetap melaksanakan pertandingan BRI Liga 1-2022/23 NP 96 antara Arema FC Vs Persebaya Surabaya “dilaksanakan seusai dengan jadwal yang telah ditentukan”.

PT LIB belum memberikan keterangan resmi terkait hal ini.

Namun, PSSI dalam keterangan kepada media mengatakan kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan “sangat jauh kita prediksi”.

Sekjen PSSI, Yunus Nusi mengatakan telah terjadi kesepahaman dan kesepakatan semua stakeholder Liga 1, termasuk PT LIB dan panitia tak ada suporter dari pihak Persebaya Surabaya yang datang ke Stadion Kanjuruhan.

“Dan itu yang menjadi rujukan dari pihak Panpel dan PT LIB, untuk ber-positif thinking, bahwa sulit untuk akan ada kerusuhan. Di mana ada kerusuhan ketika tidak ada rivalitas suporter dan tidak ada suporter dari Persebaya yang datang ke Malang,” kata Yunus.

PSSI telah menurunkan tim investigasi yang diketuai oleh Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan, eksekutif komite, komite banding, tim kedokteran, dan tim legal.

"Diperkirakan sore ini semua sudah ada di Malang. Kita tunggu hasilnya,” lanjut Yunus.

Pengamat sepak bola, Kesit Bayu Handoyo mengatakan langkah antisipasi kericuhan suporter sepak bola lebih bisa dilakukan ketika pertandingan berlangsung siang atau sore hari.

“Kalau malam kan situasinya menjadi lebih rawan, lebih sulit mendeteksi pihak-pihak yang, katakanlah, melakukan pelemparan di dalam stadion,” kata Kesit.

Iwan Iwe dari Bonek Writers Forum (BWF) mengatakan, "Jam pertandingan untuk laga-laga bertensi tinggi harus digelar sore atau kalau perlu tanpa penonton."

"Pembatasan jam tanding paling larut pukul tujuh malam, sehingga penonton tidak pulang kemalaman mengingat sistem transportasi di Indonesia belum sebagus sistem transportasi di Eropa yang memungkinkan pertandingan digelar larut malam," katanya dalam keterangan tertulis.

3. Pintu keluar ‘yang sempit’ tanpa arah evakuasi

Saat kerusuhan terjadi, t im Persebaya Surabaya sebelumnya sempat tertahan karena dihadang massa.

Dalam keterangan resmi melalui Twitter, pihak klub mengatakan telah berhasil mengevakuasi seluruh tim setelah pertandingan melawan Arema FC berakhir.

Namun banyak penonton, di saat yang sama, terjebak di dalam stadion.

Dalam sebuah unggahan, seorang warganet mengatakan tidak semua pintu keluar dibuka.

Seorang penonton di Stadion Kanjuruhan, Muhamad Dipo Maulana menyaksikan bagaimana orang-orang kocar-kacir, panik, dan berusaha keluar dari stadion setelah terkena gas air mata.

Bahkan ia melihat ada yang tergeletak tak sempat menyelamatkan diri. Padahal di tribun, banyak anak-anak dan orangtua, perempuan, dan anak muda.

Sementara pintu keluar stadion tak kunjung dibuka demi menjaga tim Persebaya lolos dari amukan Aremania.

Sementara itu, kesaksian dari Bima Antara menyebutkan “pintu keluar stadion sempit”. Sebagian korban yang tidak sadarkan diri kemudian dilarikan ke tribun VIP.

“Itu rata-rata yang terjebak di bawah, kan gas air matanya banyak sekali yang di bawah. Dan, banyak yang langsung tumbang di tempat,” katanya.

Sejauh ini juga tidak ada pengumuman terkait dengan prosedur saat bencana atau kericuhan terjadi saat pertandingan sepak bola berlangsung, kata Iwan Iwe. Untuk itu, ia juga mendesak evaluasi terkait dengan prosedur ini.

Announcer pertandingan wajib menyebutkan titik kumpul serta arah evakuasi sebelum laga dan sepanjang laga, dan waktu lainnya mengantisipasi kericuhan,” jelas Iwan.

Selain itu, Iwan juga menyebutkan agar ke depan kapasitas tiket tidak dijual sepenuhnya oleh panitia. Akan tetapi perlu ada “lima persen kursi kosong untuk proses evakuasi.”

Dalam keterangannya, Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan tiket yang dijual saat pertandingan Arema FC Vs Persebaya Surabaya melebihi dari kapasitas stadion.

“Jumlah penonton agar disesuaikan kapasitas stadion yakni 38.000 orang. Tapi usul-usul itu tidak dilakukan oleh Panitia yang tampak sangat bersemangat. Pertandingan ini tetap dilangsungkan malam, dan tiket yang dicetak jumlahnya 42.000,” kata Mahfud MD.

S ejumlah lembaga seperti Bonek Writers Forum (BWF), KontraS, Setara Institute, IPW menuntut investigasi menyeluruh, termasuk penggunaan gas air mata oleh aparat keamanan, dan perlunya DPR dan pemerintah membuat regulasi yang mengatur suporter.

Penulis : Redaksi-Kompas-TV

Sumber : BBC


TERBARU