> >

Mendobrak Kelambanan Birokrasi

Ekonomi dan bisnis | 13 Oktober 2020, 13:44 WIB
Demonstasi buruh menentang RUU Cipta Kerja. (Sumber: Kompas.id)

Soal pengurusan izin investasi satu pintu melalui perizinan terintegrasi secara elektronik (Online Single Submission/OSS), misalnya. Meskipun sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No 24/2018, dalam implementasinya masih banyak kendala sehingga hasilnya belum maksimal. Mekanisme yang diharapkan meningkatkan minat berinvestasi di Indonesia ini tak serta-merta membuahkan hasil. Tentu saja, investasi tak sekadar dipengaruhi kemudahan administrasif, tetapi juga faktor fundamental lainnya. Namun, fakta ini perlu menjadi pelajaran, agar omnibus law tak bernasib serupa; relaksasi tak diikuti transformasi.

Terlepas masih banyaknya pasal yang konsensusnya belum tercapai, ada (lebih) banyak pasal lain yang valid segera ditindaklanjuti. Katakan saja tentang relaksasi pendirian koperasi primer yang hanya memerlukan 9 orang dari ketentuan sebelumya 20 orang. Juga relaksasi perizinan pendirian Perseroan Terbatas (PT) serta Usaha Mikro Kecil (UMK) yang praktis tak memerlukan izin, cukup dengan pemberitahuan. RUU Cipta Kerja cukup rinci mengatur penguatan UMK, mulai dari penyatuan data, insentif fiskal hingga kewajiban pendampingan oleh pemerintah dan dunia usaha.

Berbagai pasal peningkatan kapasitas dan pemberdayaan UMK merupakan salah satu bagian pokok dari UU Cipta Kerja dalam rangka melakukan transformasi ekonomi. Oleh karena itu, kalaupun masih banyak pasal yang dianggap kontroversial, sepertinya tak perlu membatalkan seluruh konstruksi hukumnya. Meski upaya hukum masih terbuka lebar, diperlukan konsensus agar transformasi ekonomi melalui peningkatan produktivitas dan daya saing tetap bisa diakselerasi.

Baca Juga: SBY: RUU Cipta Kerja Bermasalah di Sana-sini

Di lain pihak, perlu konsistensi agar  RUU Cipta Kerja tak bias kepentingan investor besar. Diperlukan langkah nyata mewujudkan transformasi ekonomi domestik melalui pemberdayaan UKM. Relaksasi harus ditindaklanjuti dengan upaya transformasi yang terarah. Jika tidak, hanya akan menjadi liberalisasi yang menguntungkan pelaku besar saja. Jika hal itu terjadi, keberatan utama berbagai pihak selama ini menemukan kebenarannya.

Birokrasi memegang kunci penting dalam memastikan agar konsensus segera tercapai sehingga transformasi ekonomi sebagai tujuan utama RUU Cipta Kerja bisa terlaksana. Jangan sampai kinerja birokrasi justru menggerogoti legitimasi kerangka perundangan yang secara normatif sulit dibantah lebih banyak pihak di negeri ini. Oleh Prasetyantoko -- Rektor Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

(Dyah Megasari)

Penulis : Dyah-Megasari

Sumber : Kompas TV

Tag

TERBARU