> >

Perburuan Aset Negara Kasus BLBI, 49 Bidang Tanah Kembali ke Tangan Negara

Ekonomi dan bisnis | 27 Agustus 2021, 18:42 WIB
Menkeu Sri Mulyani dalam acara Seremoni Penguasaan Aset Eks BLBI, Jumat (27/8/2021). (Sumber: Kompastv)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Perburuan pemerintah untuk mendapatkan kembali aset-aset negara yang menghilang akibat kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI terus dilakukan.

Kementerian Keuangan dalam hal ini turut memeriksa para obligator dan debitur yang berkewajiban mengembalikan aset ke negara.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut selama 22 tahun pemerintah membayar biaya yang ditimbulkan akibat pemberian BLBI. 

“Pemerintah selama 22 tahun membayar pokok juga membayar bunga utangnya, karena sebagian dari BLBI ada yang menggunakan tingkat suku bunga yang kemudian dinegosiasikan. Namun jelas, pemerintah menanggung beban tersebut hingga saat ini,” terang Sri Mulyani dalam acara Seremoni Penguasaan Aset Eks BLBI, Jumat (27/8/2021).

Sejumlah aset fisik yang berhasil diambil kembali oleh negara, yaitu tanah seluas 3.295 meter persegi di wilayah Kota Medan, lalu tanah seluas 15.785 meter persegi dan 15.708 meter persegi di wilayah Pekanbaru, kemudian dua bidang tanah, dengan total seluas 5.004.420 meter persegi, dan 2.991.360 meter persegi di wilayah Bogor, serta 44 bidang tanah seluas 251.992 meter persegi di Perumahan Lippo Karawaci, Kelapa Dua, Tangerang.

Adapun, total bidang tanah Eks BLBI di sejumlah wilayah Indonesia tersebut yakni 49 bidang tanah dengan luas total 5.291.200 meter persegi.

Baca Juga: Ini Cara Kerja Satgas BLBI Tagih Piutang Negara yang Sudah Lebih dari 20 Tahun

Pada kesempatan yang sama, Menko Polhukam Mahfud MD menyebut, aset properti yang telah dikuasai negara yaitu aset properti eks debitur PT Lippo Karawaci, eks Bank Lippo Grup sebagai pengurang BLBI.

“Pada hari ini, tahap pertama dilakukan penguasaan negara atas aset properti eks BLBI yaitu Jakarta, Tangerang, Bogor, Surabaya, Bali, Medan, Pekanbaru. Keseluruhannya terdiri dari 114 bidang tanah dengan luas 5.342.346 meter persegi,” terang Mahfud.

Lebih lanjut Sri Mulyani memaparkan, kasus BLBI bermula dari tahun 1997, 1998, 1999 yang terjadi krisis keuangan di RI. Krisis keuangan tersebut berdampak ke perbankan yang menyebabkan bank-bank mengalami kesulitan.

Kemudian pemerintah terpaksa untuk melakukan penjaminan blanket guarantee kepada seluruh perbankan di Indonesia saat itu. Bank-bank mengalami penutupuan atau kemudian dilakukan merger atau akuisis.

Dalam rangka untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, maka BI melakukan bantuan likuiditas kepada bank-bank yang mengalami kesulitan.

“Nah, bantuan likuiditas itu dibiayai dalam bentuk surat utang negara yang diterbitkan pemerintah dan sampai sekarang masih dipegang BI,” ujar Menkeu.

Adapun, jumlah total kewajiban BLBI yang sekarang masih harus dikelola sebesar  Rp110,45 trilliun.

Beberapa langkah yang dilakukan oleh Tim Satgas BLBI saat ini adalah dengan terus melakukan pemanggilan obligator dan debitur.

Selain itu, Sri Mulyani menjelaskan, nantinya terkait pemulihan pengambil alihan tersebut adalah  mengalih nama dari aset sebelunya menjadi aset negara. “Sertifikat tanah harus diganti namanya supaya tidak dipakai lagi oleh pihak-pihak yang tidak berhak atas aset tersebut.

Untuk itu, Sri Mulyani berharap tim BLBI bisa melakukan pengamanannya supaya jelas identifikasi kepemilikikan negara tersebut.

“Saya akan terus meminta tim untuk menghubunginya, bahkan ke keturunannya untuk mendapatkan kembali hak negara,” pungkasnya.

Baca Juga: Mahfud MD Tegaskan Semua Obligor BLBI Ditagih, Tidak Hanya Tommy Soeharto

 

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU