> >

Kasus Kebocoran Data Terus Terjadi, RUU PDP Masih Temui Jalan Buntu,

Ekonomi dan bisnis | 2 September 2021, 09:58 WIB
Ilustrasi kebocoran data di internet (Sumber: Shutterstock)

Untuk kondisi Indonesia sekarang, sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Informasi dan Transaksi Elektronik, sanksi atas kebocoran data meliputi sanksi administratif, sanksi perdata, dan sanksi pidana.

Kemkominfo melalui Peraturan Menkominfo Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi hanya memberikan sanksi administratif.

Terkait sanksi perdata, warga yang merasa dirugikan karena menjadi korban kebocoran data pribadi bisa menyampaikan gugatan hukum. Dalam konteks kebocoran data di sistem layanan publik, gugatan hukum ganti rugi materil dapat disampaikan atas nama warga negara, tetapi mesti melalui proses panjang pengurusan bukti kerugian.

Meski begitu, Wahyudi berpendapat, gugatan hukum itu bisa disampaikan dalam wujud desakan agar Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi segera diketuk.

Sementara, untuk sanksi pidana, pemberian sanksinya bergantung pada hasil investigasi kebocoran data di sistem layanan publik pemerintahan. Kemkominfo dan BSSN selama proses investigasi bisa menemukan adanya unsur pidana atau tidak.

”Kejadian selama ini, hasil investigasi kebocoran data jarang diungkap ke publik. Apalagi, kasus kebocorannya di sistem layanan publik pemerintahan,” tutur Wahyudi, dilansir dari Kompas.id, Rabu (1/9/2021).

Baca Juga: Data eHAC Bocor, Kominfo Turun Tangan Gelar Pertemuan dengan Kemenkes dan BSSN

 

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Purwanto

Sumber : Kompas TV/Kompas.id


TERBARU