> >

Mengenal Apa Itu G20 dan Apa Manfaatnya untuk Indonesia

Ekonomi dan bisnis | 15 November 2022, 06:01 WIB
Presiden Joko Widodo bertemu Presiden AS Joe Biden pada pertemuan bilateral sebelum KTT G20 di Bali, Senin (14/11/2022). (Sumber: Youtube Sekretariat Presiden)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Acara puncak KTT G20 di Nusa Dua, Bali, akan digelar pada hari ini, Selasa (15/11/2022). Sebelumnya, Indonesia terpilih sebagai Presidensi G20 mulai 1 Desember 2021 hingga November 2022.

Dikutip dari situs Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia, G20 atau Group of Twenty adalah sebuah forum utama kerja sama ekonomi internasional yang beranggotakan negara-negara dengan perekonomian besar di dunia,  terdiri dari 19 negara dan 1 lembaga Uni Eropa. 

G20 merupakan representasi lebih dari 60 persen populasi bumi, 75 persen perdagangan global, dan 80 persen PDB (produk domestik bruto) dunia.  Anggota G20 terdiri dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.

Adapun menurut situs sherpag20indonesia.ekon.go.id, pembentukan G20 pada tahun 1999 timbul akibat kekecewaan komunitas internasional terhadap kegagalan G7 dalam mencari solusi terhadap permasalahan perekonomian global yang dihadapi saat itu.

 

Pandangan yang mengemuka saat itu adalah pentingnya bagi negara-negara berpendapatan menengah, serta negara yang memiliki pengaruh ekonomi secara sistemik untuk diikutsertakan dalam perundingan demi mencari solusi permasalahan ekonomi global.

Baca Juga: Pertemuan Biden dan Xi Jinping: AS dan China Berbeda Soal Taiwan, Tapi Berusaha Kelola Perbedaan

Forum tersebut selanjutnya merangkul negara maju dan berkembang untuk bersama-sama mengatasi krisis utama yang melanda Asia, Rusia, dan Amerika Latin.

Pada mulanya G20 merupakan pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral, namun KTT G20 juga dihadiri oleh Kepala Negara sejak 2008 dan pada 2010 dibentuk pembahasan mengenai sektor pembangunan.

Pertemuan G20 bukan hanya pertemuan formalitas para pemimpin negara anggotanya. Sepanjang sejarah diadakannya G20, telah ada sejumlah peran nyata G20 untuk perekonomian dunia, diantaranya:

1.      Penanganan krisis keuangan globarl 2008.  G20 dianggap telah membantu dunia kembali ke jalur pertumbuhan dan mendorong reformasi di bidang finansial.

2.      Kebijakan pajak.  G20 telah memacu OECD untuk mendorong pertukaran informasi terkait pajak untuk mengakhiri penghindaran pajak. Hal ini ikut mempermudah Indonesia mengejar pengemplang pajak yang menyembunyikan asetnya di luar negeri.

Baca Juga: Momen Langka! Orang Terkaya Sejagat Elon Musk Hadiri B20 Summit Saat Mati Lampu

3.    Kontribusi dalam penanganan pandemi Covid-19 yang mencakup penangguhan pembayaran utang luar negeri negara berpenghasilan rendah, injeksi penanganan     Covid-19, penurunan/penghapusan bea dan pajak impor, pengurangan bea untuk vaksin, hand sanitizer, disinfektan, alat medis dan obat-obatan.

Lalu, apa manfaatnya Indonesia mengikuti forum G20? sebagai anggota forum G20, Indonesia bisa mendapatkan manfaat dari informasi dan pengetahuan lebih awal tentang perkembangan ekonomi global, potensi risiko yang dihadapi, serta kebijakan ekonomi yang diterapkan negara lain terutama negara maju.

Dengan demikian, Indonesia mampu menyiapkan kebijakan ekonomi yang tepat dan terbaik.  Selain itu, Indonesia juga dapat memperjuangkan kepentingan nasionalnya dengan dukungan internasional lewat forum ini.

Dalam gelaran  G20 kali ini misalnya, telah dihasilkan Dana Pandemi atau pandemic fund yang diluncurkan Presiden Jokowi pada Minggu (13/11).

Dana tersebut akan digunakan untuk membantu negara-negara dalam menghadapi pandemi di masa depan.

Baca Juga: Mengenal Pandemic Fund, Mirip Dana Bailout IMF untuk Kesehatan yang Lahir pada Presidensi Indonesia

Pembentukan dana pandemi tersebut berkaca dari pandemi Covid 2020, yang membuat banyak negara kesulitan memerangi Covid hingga akhirnya menyeret ekonomi negara itu ke jurang resesi dan krisis.

Cara kerja dana pandemi hampir mirip bailout IMF, namun di bidang kesehatan. Bedanya, IMF membantu negara yang kesulitan ekonomi dan moneter dengan memberikan pinjaman, dana pandemi fokus di masalah pendanaan bidang kesehatan.

Lewat serangkaian pertemuan delegasi antar negara, Dana Pandemi terbentuk pada 8 September 2022, dan hingga kini, lebih dari 1,4 miliar dollar AS komitmen finansial telah diumumkan oleh 24 donor negara dan 3 filantropi.

Jika terjadi pandemi lagi di masa depan dan Indonesia kesulitan pendanaan untuk menanganinya, bisa memanfaatkan pandemic fund.

Presidensi Indonesia 2022 juga menghasilkan Bali Compendium (Kompendium Bali), yakni suatu kesepakatan antara anggota G20 untuk mendorong sikap saling menghargai kebijakan investasi masing-masing negara sesuai keunggulannya.

Baca Juga: John Legend Tampil di Depan Jokowi, Nyanyi 8 Lagu Termasuk "All of Me"

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam menjelaskan, Kompendium Bali merupakan salah satu hasil kesepakatan dalam klaster investasi pada pertemuan tingkat menteri G20 atau Trade, Investment and Industry Ministerial Meeting (TIIMM) yang berlangsung pada September lalu.

Menurut Bahlil, penyusunan Kompendium Bali dilatarbelakangi oleh pentingnya sikap saling menghargai antarnegara G20 dalam menentukan arah kebijakan investasi masing-masing negara berdasarkan keunggulan kompetitifnya.

“Kenapa Bali Compendium kita lakukan (susun)? Jadi ada negara-negara yang merasa lebih berhak mengatur negara lain. Ada yang merasa lebih pintar dan merasa paling tahu, seolah-olah dia lahir duluan dan paling ngerti. Dan dia mengatur yang lain,” jelas Bahlil Seperti dikutip dari Antara.

“Maka kita rumuskan arah kebijakan investasi masing-masing negara sudah kita dihargai dari sisi keunggulan komparatifnya, sesuai dengan konstitusi dan kultur di negara itu,” sambungnya.

Bagi Indonesia, latar belakang Bali Compendium adalah protes dari negara-negara lain terkait larangan ekspor mineral mentah seperti nikel. Bahkan mengajukan gugatan ke WTO. Padahal Indonesia berupaya mengembangkan hilirisasi sumber daya alam, agar memberi nilai tambah untuk ekonomi.

Penulis : Dina Karina Editor : Iman-Firdaus

Sumber :


TERBARU