> >

Uang Tunai Triliunan Rupiah Masuk Indonesia Tak Dilaporkan, PPATK: Sekali Masuk Nenteng Rp15 M

Ekonomi dan bisnis | 23 November 2022, 15:01 WIB
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan, maraknya praktik orang yang masuk ke Indonesia membawa uang tunai, namun tidak dilaporkan. Hal itu sangat berpotensi jadi praktik pencucian uang hingga pendanaan terorisme di Indonesia. (Sumber: Tangkapan Layar diskusi virtual PPATK)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan, maraknya praktik orang yang masuk ke Indonesia membawa uang tunai, namun tidak dilaporkan.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, hal itu sangat berpotensi jadi praktik pencucian uang hingga pendanaan terorisme di Indonesia.

Oleh karena itu, PPATK pun mengeluarkan Peraturan PPATK No. 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaporan Pembawaan Uang Tunai dan/atau Instrumen Pembayaran Lain ke dalam atau ke luar Daerah Pabean Indonesia Melalui Aplikasi goAML.

Aturan itu sudah diterbitkan pada awal Februari 2022 dan mulai berlaku di hari yang sama dengan saat diundangkan.

Hal tersebut ia sampaikan dalam diskusi virtual "Diseminasi Kebijakan dan Regulasi: Pembawaan Uang Tunai dan Instrumen Pembayaran Lain Lintas Batas Wilayah Pabean Indonesia", Rabu (23/11/2022).

“Potensi uang masuk itu Rp12 triliun yang tidak dilaporkan pada tahun 2018 dan sekitar Rp3 triliun pada 2019 yang tidak dilaporkan,” kata Ivan yang dipantau KOMPAS.TV secara daring.

Baca Juga: PPATK Temukan Transaksi Jam Tangan Lukas Enembe dengan Harga Rp 550 Juta!

Angka tersebut muncul setelah PPATK membandingkan data Cross Border Cash Carrying (CBCC) dari Bea Cukai dengan data aplikasi Passenger Risk Management (PRM).

Ivan mencontohkan, ada satu orang yang tercatat melaporkan uang masuk dari luar negeri ke Indonesia sebanyak empat kali membawa uang Rp66 miliar. Tapi saat dicek ulang di PRM, ternyata orang itu masuk sebanyak 154 kali di Indonesia.

 

“Empar kali dilaporkan nilainya Rp66 miliar. Kita rata-rata dan asumsi, mereka keluar tidak mungkin tidak dalam kerangka membawa uang. Kalau Rp66 miliar dibagi 4, sekali tenteng Rp15 miliar, ada bolong 150 kali dia tidak melaporkan,” tutur Ivan.

Sehingga, dengan asumsi orang tersebut membawa Rp15 miliar sekali masuk ke Indonesia, kemudian dikalikan 150 kunjungan di mana yang bersangkutan tak melaporkan uangnya, maka totalnya bisa mencapai Rp 225 triliun.

Baca Juga: PPATK Bekukan 150 Rekening Reza Paten dari 25 Bank, Buntut Kasus Robot Trading Net89

“CBCC yang PPATK terima itu angkanya, frekuensinya itu jauh diangka PRM-nya,” ujar Ivan.

Upaya mencegah terjadinya pencucian uang dan pendanaan terorisme juga dilakukan oleh lembaga lainnya. Salah satunya Kementerian Keuangan.

Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani yang juga hadir secara virtual menyampaikan, pihaknya telah mengeluarkan Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 100/PMK.04/2018.

“Kebijakan itu mengatur tata cara pemberitahuan, pengawasan, indikator yang mencurigakan, pembawaan uang tunai, dan/atau instrumen pembayaran lain,” ujar Sri Mulyani.

Indonesia saat ini juga tengah dalam proses untuk menjadi anggota organisasi anti pencucian uang dan pendanaan terorisme, atau Financial Action Task Force on Money Laundering and Terrorism Financing (FATF).

Baca Juga: Pengacara Brigadir J Minta PPATK Telusuri Transaksi Sambo dan Ajudan, Sampai Setahun ke Belakang

Ada potensi pajak dari harta yang disembunyikan di luar negeri yang dapat terungkap apabila Indonesia menjadi anggota tetap FATF. Manfaat lain dari masuknya RI sebagai anggota tetap FATF adalah meningkatnya investasi ke Indonesia.

Pasalnya, Indonesia akan diakui sebagai negara yang transparan. Sehingga tidak lagi termasuk ke dalam negara yang memiliki risiko tinggi untuk dijadikan lokasi pembangunan usaha.

Penulis : Dina Karina Editor : Gading-Persada

Sumber :


TERBARU