> >

Kadin DKI Buka Opsi Tidak Naikkan UMP 2023 untuk Perusahaan yang Belum Mampu

Ekonomi dan bisnis | 29 November 2022, 14:28 WIB
Ilustrasi pabrik Tekstil. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta menyatakan, para pengusaha tengah mengkaji opsi untuk menahan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023 bagi pengusaha belum mampu menerapkan kenaikan upah. (Sumber: KOMPAS.COM/AAM AMINULLAH)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta menyatakan, para pengusaha tengah mengkaji opsi untuk tidak menaikkan dulu atau menahan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023 bagi pengusaha belum mampu menerapkan kenaikan upah.

"Kalau dulu kan ada namanya asimetris, artinya bagi pengusaha yang belum mampu untuk itu karena situasi bisnisnya belum stabil boleh mengajukan permohonan supaya jangan membayar segitu dulu," kata Wakil Ketua Umum Kadin DKI Jakarta Heber Lolo Simbolon, seperti dikutip dari Antara, Senin (28/11/2022).

Heber mengatakan, sebelumnya pihak Kadin DKI mengusulkan kenaikan alfa 10 atau 0,1 sehingga besaran UMP 2023 menjadi Rp4,7 juta. Namun kini ditetapkan UMP 2023 menjadi Rp4,9 juta.

Ia menyebut pengusaha mungkin bisa saja menggunakan UMP yang lama apabila mereka memohon belum dapat melaksanakan UMP yang baru. Pelaku usaha yang belum stabil kondisi ekonominya di antaranya perhotelan, tekstil, dan ekspor impor.

"Memang sudah merangkak naik (kondisi ekonomi usaha) tapi kalau stabil itu belum, masih banyak sektor yang belum stabil," ucap Heber.

Baca Juga: Tolak Kenaikan UMP 2023, KSPI Minta Gubernur Revisi Sesuai Usulan Buruh

Pihaknya juga mempertanyakan besaran acuan UMP tahun berjalan sebesar Rp4,6 juta yang tercantum dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1517 tahun 2021 era eks Gubernur DKI Anies Baswedan.

Padahal, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI membatalkan Kepgub tersebut dan putusan itu dikuatkan dalam putusan banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) DKI.

 

"Sesuai amanah PTUN karena begitu dulu digugat Apindo maka Kepgub 1517 itu dikalahkan PTUN dan disuruh mengubah angka UMP di Jakarta," ucapnya.

Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menolak UMP DKI yang sebesar Rp4,9 juta atau naik 5,6 persen. KSPI ingin agar UMP naik 10,55 persen jadi Rp5,1 juta.

Ia menilai, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono tidak punya empati terhadap kehidupan buruh.

Baca Juga: UMP Sudah Diumumkan, 10 Asosiasi Pengusaha Ajukan Uji Materi Permenaker No 18 Tahun 2022

Menurutnya UMP DKI yang naik 5,6 persen akan mengakibatkan UMK di seluruh Indonesia menjadi kecil. Oleh karena itu, KSPI pun mendesak agar Heru merevisi kenaikan UMP DKI sebesar 10,55 persen, sesuai dengan yang diusulkan Dewan Pengupahan Provinsi DKI unsur serikat buruh.

"Kenaikan 5,6 persen masih di bawah nilai inflansi. Dengan demikian Gubernur DKI tidak punya rasa peduli dan empati pada kaum buruh," ujar Said dalam keterangan tertulisnya.

Ia menjelaskan, upah yang naik 5,6 persen tidak akan bisa memenuhi kehidupan buruh di Ibu Kota. Pasalnya semua biaya hidup sudah naik.

Mulai dari biaya sewa rumah minimal Rp900.000, transportasi dari rumah ke pabrik (pulang-pergi) dan pada hari libur bersosialisasi dengan saudara dibutuhkan anggaran Rp 900.000.

Baca Juga: Aturannya UMP DKI Rp4,9 Juta Buat Pekerja dan Buruh yang Masa Kerja Kurang dari Satu Tahun

Lalu untuk makan di warteg tiga kali sehari dengan anggaran sehari Rp40.000 sehingga total menghabiskan Rp1,2 juta sebulan, biaya listrik Rp 400.000, biaya komunikasi Rp 300.000, sehingga totalnya Rp 3,7 juta.

"Jika upah buruh DKI Rp 4,9 juta dikurangi Rp 3,7 juta hanya sisanya Rp 1,2 juta. Apakah cukup membeli pakaian, air minum, iuran warga, dan berbagai kebutuhan yang lain?Jadi dengan kenaikan 5,6 persen buruh DKI tetap miskin," ujarnya.

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Antara


TERBARU