> >

Indofarma Rugi Rp605 M, Kimia Farma Rp1,8 T, Sinergi Holding BUMN Farmasi Dipertanyakan

Ekonomi dan bisnis | 20 Juni 2024, 13:39 WIB
Direktur Utama Bio Farma Shadiq Akasya mengungkap, kinerja keuangan subholding BUMN farmasi PT Indofarma Tbk, terus memburuk dari tahun ke tahun. Pada 2023, Indofarma mencatatkan rugi sebesar Rp 605 miliar. Jumlah itu meningkat 41 persen dari 2022, yang merugi sebesar Rp 428 miliar. (Sumber: Kontan)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Direktur Utama Bio Farma Shadiq Akasya mengungkap, kinerja keuangan subholding BUMN farmasi PT Indofarma Tbk, terus memburuk dari tahun ke tahun. 

Pada 2023, Indofarma mencatatkan rugi sebesar Rp 605 miliar. Jumlah itu meningkat 41 persen dari 2022, yang merugi sebesar Rp 428 miliar.

"Net income menurun dari tahun 2022 sebesar negatif (rugi) Rp 428 miliar menjadi (rugi) Rp 605 miliar di tahun 2023," kata Shadiq dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Rabu (19/6/2024). 

"Ini karena adanya penyisihan piutang sebesar Rp 46 miliar dan adanya biaya-biaya terkait dengan pajak, kurang lebih sekitar Rp 120 miliar," tambahnya seperti dikutip dari Kompas.com.

Tak hanya Indofarma, ada BUMN farmasi lain yang mengalami kerugian di 2023. Sehingga total kerugian yang harus ditanggung BUMN farmasi yang ada di bawah naungan Bio Farma perusahaan-perusahaan farmasi plat mencapai Rp2,16 triliun pada tahun 2023. 

Baca Juga: Politisi hingga Relawan TKN Prabowo-Gibran Jabat Komisaris BUMN, Politik Balas Budi?

Padahal, pada tahun sebelumnya tercatat profit senilai Rp 490 miliar. BUMN lain yang mengalami kerugian adalah PT Kimia Farma Tbk.

Adapun sepanjang tahun 2023, Kimia Farma mencatatkan pendapatan sebesar Rp 9,9 triliun, Bio Farma Operation senilai Rp 5 triliun, dan Indofarma Rp 524 miliar. 

Namun, besaran kerugian Kimia Farma senilai Rp1,8 triliun dan Indofarma sebesar Rp605 miliar.   

Penurunan pendapatan sepanjang 2023 juga disebabkan kondisi normalisasi pendapatan pasca Covid 2019 hingga 2023.  

"Pertama, pendapatan menurun dari Rp 21,2 triliun tahun 2022 menjadi Rp 15,2 triliun di 2023. Hal ini merupakan pencapaian RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) sebesar 80,5% dan terjadi penurunan 28%," terang Shadiq.

Baca Juga: Erick Thohir Tunjuk Politisi Gerindra Simon Aloysius Mantiri jadi Komut Pertamina Gantikan Ahok

Melihat penurunan kinerja holding BUMN Farmasi tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Amin AK mempertanyakan sinergitas antara tiga BUMN Farmasi.

Ia mengatakan, adanya holding seharusnya meningkatkan efisiensi dan meningkatkan kinerja masing-masing BUMN dengan kerja sama dan sinergi yang dijalin.

"Apakah enggak ada sinergi? Apa enggak tercipta chemistry? Bungkusnya aja holding tapi masih jalan sendiri-sendiri. Malah mungkin bahkan satu ngalor satu ngidul, satu ngetan satu ngulon. Enggak ada sinergi di dalamnya, apakah seperti itu? Tentu ini harus kita kritik," kata Amin pada kesempatan yang sama. 

Terlebih, menurut Amin, masa pandemi Covid-19 seharusnya menjadi momentum baik bagi industri farmasi. Sebab, banyaknya permintaan akan obat-obatan yang seharusnya dapat meningkatkan kinerja dan laba perusahaan farmasi. 

Baca Juga: Tak Hanya Bansos, Keluarga Pelaku Judi Online Bisa Dapat Pendampingan dan Rehabilitasi

Namun, hal tersebut sayangnya tidak terjadi pada Holding BUMN Farmasi yang ada.

"(Saat pandemi covid) untuk BUMN Farma mestinya ini musim panen raya pak, ada permintaan berbagai macam produk khususnya yang terkait dengan covid ya macem-macem lah. Mestinya kinerja nya meningkat pesat, labanya meningkat pesat, tinggi gitu loh. Tapi yang terjadi kok malah menurun drastis ini di luar apa yang terjadi dengan fraud itu," lanjut Politisi Fraksi PKS ini dikutip dari laman resmi DPR. 

 

Penulis : Dina Karina Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas.tv, Kompas.com, Kontan.co id


TERBARU