> >

Di Balik Gaya Rambut Mullet Ferdy Sambo, Ada Sejarah Pemberontakan dan Simbol Kekuatan

Lifestyle | 15 Februari 2023, 06:00 WIB
Gaya rambut mullet Ferdy Sambo saat menjalani sidang vonis menjadi salah satu sorotan masyarakat. (Sumber: Tangkapan layar YouTube Kompas TV/Ninuk)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Gaya rambut mullet Ferdy Sambo dalam sidang vonis kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (13/2/2023) telah menyita perhatian publik.

Dalam sidang vonis tersebut, Ferdy Sambo tampil dengan rambut yang terlihat panjang, tetapi pada sisi kanan dan kiri kepala dibiarkan cepak. Mantan Kadiv Propam Polri itu tampak tenang selama menyimak hakim membacakan putusannya.

Beragam komentar pun mengalir deras di media sosial. Selain mengomentari vonis mati yang dijatuhkan kepada Ferdy Sambo, netizen juga menanggapi gaya rambutnya.

Baca Juga: Ini Perbedaan Vonis Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf, Sebelumnya Dituntut Sama

Denger-denger awalnya hakim cuma vonis 20 tahun penjara cuma karena cukurannya mullet jadi vonis mati,” tulis akun @faiz*** di Twitter.

Mullet terbaik saat ini dipegang Ferdy Sambo,” tulis akun @adji***. 

Pak Sambo kok bisa sih kepikiran potong mullet sebelum vonis,” tulis akun @kurin***.

Simbol Kekuatan dan Pemberontakan 

Di balik gaya rambut Ferdy Sambo yang nyentrik, rupanya ada sejarah panjang soal gaya rambut mullet. Melansir Tangle Teezer, gaya rambut ini telah ada sejak zaman kuno.

Para prajurit pribumi di Amerika biasa memadukan mullet dengan mohawk khas militer. Saat itu, mullet bukanlah sebuah gaya rambut, tetapi dinilai sebagai potongan yang praktis untuk perang.

Rambut yang dipotong cepak akan membuat para tentara kedinginan saat berkemah atau melakukan perjalanan ke medan perang berikutnya. Sementara, rambut panjang akan menjadi rintangan saat berperang. Alternatifnya adalah mullet.

Tentara tetap membiarkan rambut mereka panjang ke belakang dan mencukur sisi kanan dan kirinya agar aman saat bertarung.

Baca Juga: Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Divonis Lebih Berat daripada Tuntutan Jaksa, Bisa Ajukan Banding

Mullet menjadi lambang yang nyata dari kekuatan dan kemenangan masa perang, diabadikan dalam patung, lukisan, dan literatur kuno.

Selain menjadi simbol kekuatan, mullet juga menjadi simbol pemberontakan politik. Pada abad ke-6, gaya rambut yang mirip dengan mullet cukup populer di kekaisaran Bizantium, meski itu adalah ciri khas musuh mereka, suku Hun.

Kala itu, para hooligan berubah menjadi revolusioner anti-pemerintahan yang disebut dengan Greens. Para Greens memotong rambut dan kumis mereka, menyerupai gaya suku Hun, sebagai simbol pemberontakan terhadap norma budaya Bizantium.

Pandangan Mullet Berubah

Pada abad 19-an dan 20-an, mullet yang telah mendapatkan reputasi buruk dan sering digunakan sebagai simbol penghinaan untuk menunjukkan seseorang dari kelas sosial rendah, bukan potongan rambut untuk pria ‘terhormat’ atau kelas kaya.

Namun, hal itu berubah ketika era rock n roll memberontak. Mullet menjadi gaya rambut pilihan bagi siapa pun yang ingin menentang tren konservatif. Little Richard hingga Paul McCartney membuat mullet menonjol di kancah musik. Penyanyi David Bowie membuat mullet makin tenar.

Baca Juga: Cerita Anak-anak Papua Jauh Jalan Kaki Ke Pos Tentara Hanya untuk Potong Rambut

Pada tahun 80-an, mullet menjadi simbol keceriaan, flamboyan, dan kesenangan. Semua orang mulai menerima gaya rambut ini, bahkan mereka yang bukan kalangan selebriti, seperti pengusaha hingga pekerja konstruksi.

Pertengahan 90-an, mullet sempat mengalami penolakan. Namun, pada pandemi Covid-19, gaya rambut ini kembali. Pembatasan masyarakat membuat orang-orang bereksperimen dengan gaya yang mungkin tidak berani mereka coba sebelumnya.

 

Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV/Tangle Teezer


TERBARU