> >

Sejarah Museum Indonesia yang Kebakaran, Berdiri sejak 1778, Ada 140.000 Koleksi Bersejarah

Seni budaya | 17 September 2023, 08:05 WIB
Sejarah Museum Nasional yang mengalami kebakaran pada Sabtu (16/9/2023). (Sumber: kemendikbud.go.id)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kebakaran terjadi di Museum Nasional atau Museum Gajah yang terletak di Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat pada Sabtu (16/9/2023).

Kebakaran Museum Nasional tersebut diduga berasal dari korsleting arus listrik yang terjadi di bedeng proyek renovasi museum.

Kepala Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Kasudin Gulkarmat) Jakarta Pusat Asril Rizal mengatakan korsleting listrik diduga memicu kebakaran Gedung Blok A yang menjadi ruang pameran koleksi museum seluas 20x20 meter persegi.

"Korsleting listrik di belakang pameran museum diduga berasal dari area bedeng tukang yang sedang melaksanakan perbaikan gedung Blok C," kata Asril di Jakarta, Sabtu.

Kronologi kebakaran berawal ketika petugas keamanan sedang melaksanakan apel. Tidak lama kemudian, sekitar pukul 19.58 WIB, terjadi ledakan yang cukup besar dari arah bedeng proyek yang sedang mengerjakan renovasi di Museum Nasional.

Baca Juga: Mendikbud Nadiem Tinjau Museum Nasional yang Terbakar, Ungkapkan Langkah Penyelamatan Artefak

Sebanyak 52 petugas pun dikerahkan untuk memadamkan kebakaran di Museum Nasional, tepatnya di gedung A. Total unit yang dikerahkan, yakni 13 unit mobil damkar untuk memadamkan si jago merah.

Sejarah Museum Nasional

Dilansir dari museumnasional.or.id, Minggu (17/9/2023), keberadaan Museum Nasional diawali dengan berdirinya suatu himpunan yang bernama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, didirikan oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 24 April 1778.

Pada masa itu, di Eropa tengah terjadi revolusi intelektual, The Age of Enlightenment, saat orang mulai mengembangkan pemikiran-pemikiran ilmiah dan ilmu pengetahuan.

Pada tahun 1752 di Haarlem, Belanda, berdiri De Hollandsche Maatschappij der Wetenschappen (Perkumpulan Ilmiah Belanda). Hal ini mendorong orang-orang Belanda di Batavia (Indonesia) untuk mendirikan organisasi sejenis.

Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG) merupakan lembaga independen yang didirikan untuk tujuan memajukan penetitian dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang-bidang ilmu biologi, fisika, arkeologi, kesusastraan, etnologi dan sejarah, serta menerbitkan hash penelitian.

Lembaga ini mempunyai semboyan “Ten Nutte van het Algemeen” (Untuk Kepentingan Masyarakat Umum).

Salah seorang pendiri lembaga ini, yaitu JCM Radermacher, menyumbangkan sebuah rumah miliknya di Jalan Kalibesar, suatu kawasan perdagangan di Jakarta-Kota.

Ia juga menyumbangkan sejumlah koleksi benda budaya dan buku yang amat berguna. Sumbangan Radermacher inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya museum dan perpustakaan.

Baca Juga: Polisi Segera Kirim SPDP Kasus Kebakaran Bromo, Usai Lakukan Pemeriksaan Lanjutan 5 Saksi

Selama masa pemerintahan Inggris di Jawa (1811-1816), Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles menjadi direktur perkumpulan ini.

Oleh karena rumah di Kalibesar sudah penuh dengan koleksi, Raffles memerintahkan pembangunan gedung baru untuk digunakan sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society (dulu disebut gedung “Societeit de Harmonie”).

Bangunan ini berlokasi di jalan Majapahit nomor 3. Sekarang di tempat ini berdiri kompleks gedung sekretariat Negara, di dekat Istana kepresidenan.

Jumlah koleksi milik BG terus meningkat hingga museum di Jalan Majapahit tidak dapat lagi menampung koleksinya.

Pada tahun 1862, pemerintah Hindia-Belanda memutuskan untuk membangun sebuah gedung museum baru di lokasi yang sekarang, yaitu Jalan Medan Merdeka Barat No. 12 (dutu disebut Koningsplein West).

Tanahnya meliputi area yang kemudian di atasnya dibangun gedung Rechst Hogeschool atau “Sekolah Tinggi Hukum” (pernah dipakai sebagai markas Kempeitai atau polisi militer sekaligus polisi rahasia Jepang di masa pendudukan Jepang, dan sekarang jadi Departemen Pertahanan dan Keamanan). Gedung museum ini baru dibuka untuk umum pada tahun 1868.

Museum ini sangat dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya penduduk Jakarta. Mereka menyebutnya “Gedung Gajah” atau “Museum Gajah” karena di halaman depan museum terdapat sebuah patung gajah perunggu hadiah dari Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand yang pernah berkunjung ke museum pada tahun 1871.

Baca Juga: Kronologi Kebakaran Museum Nasional, Api Diduga Berasal dari Bedeng Proyek

Museum ini juga kadang disebut “Gedung Arca” karena di dalam gedung memang banyak tersimpan berbagai jenis dan bentuk arca yang berasal dari berbagai periode.

Pada tahun 1923, perkumpulan ini memperoleh gelar “koninklijk” karena jasanya dalam bidang ilmiah dan proyek pemerintah, sehingga lengkapnya menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.

Pada tanggal 26 Januari 1950, Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen diubah namanya menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia.

Perubahan ini disesuaikan dengan kondisi waktu itu, sebagaimana tercermin dalam semboyan barunya: “memajukan ilmu-ilmu kebudayaan yang berfaedah untuk meningkatkan pengetahuan tentang kepulauan Indonesia dan negeri-negeri sekitarnya”.

Mengingat pentingnya museum ini bagi bangsa Indonesia, maka pada tanggal 17 September 1962, Lembaga Kebudayaan Indonesia menyerahkan pengelolaan museum kepada pemerintah Indonesia, yang kemudian menjadi Museum Pusat.

Baca Juga: BREAKING NEWS! Museum Nasional Kebakaran Malam Ini, Sebagian Bangunan Belakang Gedung Roboh

Akhirnya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, No.092/0/1979 tertanggal 28 Mei 1979, Museum Pusat ditingkatkan statusnya menjadi Museum Nasional.

Kini Museum Nasional bernaung di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Museum Nasional dalam kaitannya dengan warisan budaya adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa Indonesia.

Hingga saat ini koleksi yang dikelola berjumlah 140.000 benda beberapa di antaranya, Arca Pemakaman Pemia berasal dari Poso, Sulawesi Tengah sebelum 1940, Kitab Sutasoma ditulis dalam bahasa Jawa Kuno oleh Mpu Tantular pada akhir abad ke-14 pada masa puncak Kerajaan Majapahit, hingga Arca Garuda abad 14-15 Masehi.

 

 

Penulis : Dian Nita Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU