> >

Apresiasi Karya Dua Seniman: Bentara Budaya Yogyakarta Pamerkan "Dua Petarung"

Seni budaya | 16 Desember 2023, 01:00 WIB
Salah Satu Kegiatan dari Pameran seni Dua Petarung di Bentara Budaya Yogyakarta yang berlangsung sejak tanggal 13 - 19 Desember 2023 (Sumber: Bentara Budaya Yogyakarta)

JAKARTA, KOMPAS TV - Bentara Budaya menggelar pameran seni yang berjudul "Dua Petarung" yang menampilkan karya seniman Amrus Natalsya dan Misbach Tamrin.

Kedua seniman ini bukan hanya penggiat seni, tetapi juga aktif dalam Sanggar Bumi Tarung, sebuah kelompok seniman yang memegang peran penting dalam perkembangan seni rupa di Indonesia. Meskipun usia mereka tidak lagi muda, semangat untuk terus berkarya masih tetap membara.

Dalam rangka mengabadikan karya-karya mereka, Bentara Budaya menghadirkan pameran ini sebagai wadah untuk mengekspresikan gagasan seni yang telah mereka bawa selama perjalanan panjang dalam dunia seni.

Pameran ini diharapkan dapat menjadi panggung bagi Amrus Natalsya dan Misbach Tamrin untuk memamerkan karya-karya mereka kepada publik.

Melalui "Dua Petarung", Bentara Budaya tidak hanya ingin mengapresiasi karya dua seniman hebat ini tetapi juga mengajak para penikmat seni untuk merenung kembali sejarah kelompok seni, terutama pada periode awal kemerdekaan Indonesia.

Pameran ini diharapkan dapat menjadi suatu bentuk pengenalan ulang terhadap nilai-nilai seni yang telah memberikan warna pada perjalanan seni rupa di tanah air.

Pameran telah resmi dibuka pada hari Rabu, tanggal 13 Desember 2023, pukul 19.00 WIB di Bentara Budaya Yogyakarta, yang beralamat di Jalan Suroto No.2, Kotabaru, Yogyakarta.  Setelah pembukaan, pameran akan berlangsung dari tanggal 14 hingga 19 Desember 2023, dengan jam operasional dari pukul 10.00 hingga 21.00 WIB.

Sebelum melangkah menuju pameran ini, mari kita bersama-sama mengulas kembali perjalanan seni di Indonesia. Kehadiran seni di Indonesia tidak terlepas dari era sebelum masa kemerdekaan.

Awal Mula Perjalanan Seni di Indonesia

Setiap periode telah meninggalkan jejaknya yang khas dan berbeda. Termasuk dalam masa awal kemerdekaan, di mana setiap tahap memiliki warisan seni yang menjadi bagian integral dari sejarah seni Indonesia.

Setelah meraih kemerdekaan, Indonesia memasuki babak baru dalam kehidupannya, termasuk dalam ranah seni. Semangat berkesenian tetap berkobar dan menciptakan warna tersendiri dalam kehidupan masyarakat.

Di antara ragam kesenian tersebut, seni rupa muncul sebagai elemen penting yang turut berperan sejak masa revolusi. Bahkan, seni rupa telah memberikan warna dan semangat perjuangan dalam meraih kemerdekaan nasional. 

Tidak hanya itu, setelah berakhirnya perang di tanah air, Indonesia mengalami fase baru yang bisa diibaratkan sebagai kelahiran anak yang baru. Pada periode ini, peran seni rupa mengalami transformasi yang signifikan. Tidak lagi terbatas pada ranah sanggar atau komunitas seni, seni rupa juga memperluas kehadirannya dalam konteks pendidikan formal. 

Baca Juga: Carnival Party Pentas Seni dan Gelar Karya, Siswa-Siswi Kreasikan Busana dari Limbah

Di Indonesia, seni rupa mendapatkan ruang melalui lembaga pendidikan seperti ITB (Institut Teknologi Bandung) dan ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia) di Yogyakarta. Pendidikan seni rupa di lembaga-lembaga ini menjadi arena bagi anak-anak bangsa yang memiliki minat dan bakat di bidang seni. 

Kampus ASRI yang terletak di Gampingan, Yogyakarta, telah menjadi tempat rujukan bagi anak-anak bangsa yang memiliki minat dan bakat dalam seni rupa. Dari lingkungan kampus ini, melahirkan berbagai seniman yang kemudian mengukir namanya dalam dunia seni rupa. 

Tidak hanya sebagai lembaga pendidikan, kampus ini juga menjadi panggung bagi lahirnya berbagai kelompok seni rupa yang terbentuk tidak hanya berdasarkan latar belakang pendidikan, tetapi juga seringkali dipicu oleh pertemanan dan kesamaan pemikiran di antara anggotanya.

Salah satu kelompok seni yang muncul dari kesamaan pemahaman antara anggotanya terkait seni rupa adalah Sanggar Bumi Tarung.

Anggotanya terdiri dari para perupa muda, sebagian besar di antaranya merupakan mahasiswa ASRI. Mereka berbagi pemahaman bahwa seni rupa seharusnya mencerminkan kehidupan sehari-hari, kehidupan masyarakat umum, dan menunjukkan kepedulian terhadap kelompok yang terpinggirkan. 

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika mayoritas karya seniman dari Sanggar Bumi Tarung mengusung aliran realis, yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang kehidupan masyarakat.

Kelompok seni ini menjadi sarana bagi para seniman muda untuk menggali dan mengekspresikan idealisme tinggi mereka, yang terus terbawa hingga saat ini. Sanggar Bumi Tarung telah melahirkan sejumlah seniman ternama, meskipun sayangnya beberapa anggotanya telah meninggalkan kita dalam beberapa tahun terakhir. 

 

Salah satu maestro dari sanggar ini, Djoko Pekik, yang menghembuskan napas terakhirnya pada bulan Agustus 2023, namun tetap meninggalkan warisan karya seni dan idealismenya yang akan selalu dikenang.

Dalam kesempatan istimewa ini, dua maestro dari Sanggar Bumi Tarung, yakni Amrus Natalsya dan Misbach Tamrin, akan menggelar pameran seni di Bentara Budaya Yogyakarta.

Meskipun keduanya telah memasuki usia di atas 80 tahun, semangat mereka untuk berkarya dalam seni lukis masih tetap berkobar.

Baca Juga: Pameran Lukisan Kolaborasi 4 Pelukis, Memacu Dunia Seni Rupa

Amrus Natalsya

Amrus Natalsya, sebagai pelopor berdirinya Sanggar Bumi Tarung di Yogyakarta pada tahun 1961, tetap aktif dan memiliki dedikasi tinggi terhadap cita-citanya tentang keterlibatan kerakyatan dalam seni.

Keturunan Minangkabau yang lahir pada hari Natal di Sumatera Utara, ini juga dikenal dengan karya-karya patungnya yang mengagumkan, khususnya patung yang terbuat dari bahan dasar kayu. 

Selain sebagai seniman yang berbakat, Amrus juga telah berpameran di berbagai kota, menunjukkan kontribusinya yang besar dalam dunia seni rupa Indonesia.

Pasca perubahan politik di Indonesia pada tahun 1965, Amrus dan rekan-rekannya dari Sanggar Bumi Tarung mengalami masa yang sulit.

Mereka ditahan oleh pihak berwajib dan harus menjalani masa penahanan yang berkepanjangan, ada yang selama lima tahun bahkan hingga tiga belas tahun di penjara.

Selama masa penahanan tersebut, para perupa ini tidak dapat melanjutkan aktivitas seni mereka. Mereka baru bisa kembali menciptakan karya setelah dibebaskan.

Setelah keluar dari penjara, Amrus tetap menggeluti dunia seni sebagai seorang pematung, dan bahkan mulai melibatkan diri dalam seni lukis.

Pada masa pandemi Covid-19, Amrus lebih banyak menciptakan lukisan yang mencerminkan kondisi negeri ini sebagai dampak dari pandemi. 

Karya-karya inilah yang akan dipamerkan di Bentara Budaya Yogyakarta. Pameran ini menjadi kesempatan untuk melihat bagaimana seniman seperti Amrus mengungkapkan pemikirannya melalui karya seni, terutama dalam menghadapi peristiwa yang memengaruhi kehidupan sehari-hari.

Pameran ini menjadi kesempatan untuk menghargai perjalanan panjang dan warisan seni dari dua seniman yang telah memberikan kontribusi signifikan bagi perkembangan seni di tanah air.

Misbach Tamrin

Misbach Tamrin merupakan seorang perupa asal Banjarmasin yang terkenal dengan karyanya yang realistis. Misbach adalah salah satu anggota Sanggar Bumi Tarung dan pada saat itu merupakan anggota termuda di antara mereka.

Meskipun tidak tinggal lama di Yogyakarta, pada tahun 1964, ia memutuskan untuk kembali ke Banjarmasin. Namun, setahun setelahnya, Misbach kembali ke Yogyakarta dan mengalami nasib serupa dengan rekan-rekannya di sanggar, yaitu ditahan oleh pihak berwajib.

Pada tahun 1965, Misbach Tamrin ditahan selama tiga belas tahun oleh pihak berwajib. Sikap dan pilihan yang diambilnya sebagai seorang aktivis seni rupa membawa konsekuensi yang berat ini.

Masa penahanan tersebut membuatnya tidak dapat melanjutkan karyanya sebagai seniman. Meskipun demikian, ketahanan dan semangatnya dalam menghadapi masa sulit tersebut menunjukkan komitmen yang kuat terhadap prinsip-prinsip seni dan kebebasan berekspresi.

Dalam pameran ini, Misbach Tamrin akan memamerkan karyanya yang mengisahkan tentang aktivitas Sanggar Bumi Tarung yang berkolaborasi dengan masyarakat.

Salah satu contohnya adalah lukisan yang menggambarkan kegiatan sanggar bersama komunitas nelayan di Pantai Trisik.

Lukisan-lukisan ini tidak hanya menjadi bentuk ekspresi seni, tetapi juga mencerminkan keterlibatan aktif sanggar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, khususnya dalam konteks aktivitas nelayan.

Baca Juga: 10 Karya Seni Kontroversial yang Hebohkan Masyarakat Dunia, Ada Lukisan Pembunuh Anak

Amrus dan Misbach mewakili dua figur yang mencerminkan para seniman dari Sanggar Bumi Tarung. Mereka telah menjalin persahabatan sejak masa muda, mengalami berbagai liku-liku hidup bersama, termasuk masa sulit ketika harus menjadi tahanan pemerintah selama beberapa tahun.

Perubahan suasana politik pada era reformasi membuka jalan bagi para seniman dari Sanggar Bumi Tarung untuk kembali mengeksplorasi dan berpartisipasi dalam dunia seni. Meskipun sebagian dari mereka telah tampil secara individu, keberadaan mereka sebagai kelompok seni tetap memberikan dampak yang signifikan.

Perupa-perupa ternama dari Sanggar Bumi Tarung, seperti Djoko Pekik, Amrus Natalsya, Misbach Tamrin, dan Harjiyo, telah menciptakan karya-karya yang dikenal dan diapresiasi oleh para pecinta seni rupa.

Pameran yang akan diselenggarakan di Bentara Budaya Yogyakarta ini mengundang kita untuk merenung dan mengingat sebuah kelompok seni yang memancarkan semangat dan keberpihakannya pada kehidupan masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Idealisme inilah yang menjadi pendorong semangat utama di dalam Sanggar Bumi Tarung. 

Pameran ini bukan hanya menjadi wadah untuk mengapresiasi karya seni mereka, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan terhadap perjalanan panjang kelompok seni yang telah memberikan kontribusi besar terhadap dunia seni rupa Indonesia.

Bentara Budaya dengan tulus mengundang #SahabatBentara untuk ikut hadir dan turut serta dalam pameran yang bertajuk "Dua Petarung" ini. Mari bersama-sama memberikan apresiasi kepada dua perupa besar, Amrus Natalsya dan Misbach Tamrin, yang telah mendedikasikan hidup mereka untuk seni.

Penulis : Almarani Anantar Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU