> >

Krisis Kelaparan, Bencana Kemanusiaan Mengintip di Madagaskar Selatan

Kompas dunia | 4 Desember 2020, 23:11 WIB
Anak-anak Desa Ankilimarovahatsy di Madagaskar selatan yang kelaparan dan kekurangan gizi berlindung di bawah pohon dari teriknya sinar matahari. Foto diambil pada 9 November 2020. (Sumber: AP Photo / Laetitia Bezain)

Kini, sebagian orang menebang pohon untuk membuat arang untuk bertahan hidup. Ini tetap mereka lakukan meski mereka menyadari bahwa menebang pohon dapat memperparah kekeringan yang melanda wilayah mereka.

Baca Juga: Pandemi Picu Kelaparan, Dokter Anak di Inggris Tuntut Makanan Gratis Untuk Anak-Anak

“Kami tidak punya pilihan lain. Kami hanya ingin bertahan hidup,” ujar para penduduk.

Seorang ibu, Toharano, mengatakan, empat dari seluruh 14 anaknya telah meninggal di bulan Juni dan Juli lalu karena kelaparan.

“Siapa yang tahan tidak makan pagi, siang dan malam?!” ujarnya lemah, kelelahan akibat kelaparan dan hawa panas akibat kekeringan yang melanda. “Anak-anak kami terbangun di malam hari karena lapar.”

Refanampy sang kepala desa menuliskan nama-nama anak-anak yang telah meninggal dalam buku catatannya. “Kami sebenarnya terbiasa dengan kelaparan, tapi kali ini, sungguh keterlaluan,” ujarnya. “Sebelum sekarang, tidak ada warga kami yang sampai meninggal karena kelaparan.”

Sejumlah pria tampak tengah menggali dasar sungai Mandrare di Desa Fenoaivo, Madagaskar untuk mencari air. Foto diambil pada 9 November 2020. (Sumber: AP Photo / Laetitia Bezain)

Sungai Mandrare yang mengalir di wilayah itu, kini mengering. Sejumlah pria tampak terlihat tengah menggali dasar sungai untuk mencari air.

“Di sinilah kami mencoba menanam ubi manis, tapi mereka semua mati," terang Masy Toasy (10) lugas. Sekolah Masy berada di seberang sungai. Namun, Masy tak lagi bersekolah karena orang tuanya telah menjual buku-buku sekolah Masy untuk membeli sedikit beras. 

“Warga di sini sudah tidak punya sumber daya lagi untuk membantu mereka menghadapi krisis ini,” ujar Theodore Mbainaissem dari WFP. Tingkat kelaparan yang terjadi di wilayah ini, tambahnya, sungguh menerbitkan keterkejutan sekaligus kegetiran para relawan kemanusiaan dan pihak berwenang.

Baca Juga: Sekjen PBB: Covid-19 Adalah Krisis Terbesar di Masa Kita

Mbainaissem menambahkan, pembatasan sosial yang diberlakukan untuk meredam laju penularan Covid-19 membuat para warga di wilayah ini tidak dapat bepergian ke luar wilayah untuk mencari pekerjaan. Kini, larangan bepergian itu sudah dicabut, namun, bencana kelaparan parah sudah telanjur memakan korban jiwa.

Penulis : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU