> >

Dewan Keamanan PBB Desak Pasukan Asing dan Tentara Bayaran Untuk Hengkang dari Libya

Kompas dunia | 13 Maret 2021, 22:11 WIB
Tentara Libya. Dewan Keamanan PBB pada hari Jumat, (12/03/2021) mendesak negara-negara dengan pasukan dan tentara bayaran di Libya untuk menarik mereka "tanpa penundaan" seperti yang dituntut dalam perjanjian gencatan senjata antara pihak-pihak yang bertikai di negara itu, seperti dilansir Associated Press, Sabtu, (13/03/2021) (Sumber: AP)

MARKAS BESAR PBB, KOMPAS.TV - Dewan Keamanan PBB pada hari Jumat, (12/03/2021) mendesak negara-negara dengan pasukan dan tentara bayaran di Libya untuk menarik mereka "tanpa penundaan" seperti yang dituntut dalam perjanjian gencatan senjata antara pihak-pihak yang bertikai di negara itu, seperti dilansir Associated Press, Sabtu, (13/03/2021)

Dewan Keamanan PBB meminta semua pihak Libya untuk memastikan kelancaran penyerahan kekuasaan kepada pemerintahan sementara Perdana Menteri Abdul Hamid Dbeibah.

Libya yang kaya minyak jatuh ke dalam kekacauan setelah pemberontakan yang didukung NATO tahun 2011 menggulingkan diktator lama Moammar Gadhafi dan membagi negara itu antara pemerintah yang didukung PBB di Tripoli dan otoritas saingan yang berbasis di timur negara itu, masing-masing pihak didukung oleh milisi lokal, kekuatan regional dan asing.

Pada April 2019, Hifter dan pasukannya, yang didukung oleh Mesir dan Uni Emirat Arab melancarkan serangan untuk mencoba merebut Tripoli.

Kampanyenya gagal setelah Turki meningkatkan dukungan militernya kepada pemerintah yang didukung PBB dengan ratusan tentara dan ribuan tentara bayaran Suriah.

Baca Juga: Iring-Iringan Mobilnya Diserang Sekelompok Orang Bersenjata, Mendagri Libya Berhasil Selamat

Perjanjian gencatan senjata Oktober lalu menyerukan penarikan semua pasukan asing dan tentara bayaran dalam tiga bulan dan mematuhi embargo senjata PBB, dimana dua hal tersebut belum terpenuhi.

Pada bulan Januari Amerika Serikat meminta Rusia, Turki, dan UEA untuk segera menghentikan intervensi militer mereka.

Misi Rusia di PBB mengatakan pada saat itu bahwa mereka tidak memiliki personel militer "di tanah Libya" tetapi tidak mengecualikan kemungkinan adanya tentara bayaran.

Tahun lalu para ahli PBB mengatakan, Wagner Group, sebuah perusahaan keamanan swasta Rusia menyediakan antara 800 hingga 1.200 tentara bayaran ke Hifter.

Ada ribuan tentara bayaran di Libya juga dari Suriah, Sudan dan Chad, menurut kalangan diplomat Dewan Keamanan PBB.

Baca Juga: Selain Perang, Pandemi Membuat Anak-Anak Libya Semakin Jauh Dari Pendidikan

Menteri Dalam Negeri Libya Fathi Bashagha saat berbicara dalam sebuah konferensi pers di Tunis, Tunisia, pada 26 Desember 2019. Tentara Libya. Dewan Keamanan PBB pada hari Jumat, (12/03/2021) mendesak negara-negara dengan pasukan dan tentara bayaran di Libya untuk menarik mereka "tanpa penundaan" seperti yang dituntut dalam perjanjian gencatan senjata antara pihak-pihak yang bertikai di negara itu (Sumber: AP Photo/Hassene Dridi)

Pernyataan presiden DK PBB juga menyerukan "kepatuhan penuh terhadap embargo senjata," yang menurut para ahli telah berulang kali dilanggar.

Tim Awal PBB berada di Libya saat ini, mempersiapkan pemantau internasional di bawah payung PBB untuk mengamati gencatan senjata. Tim tersebut diperkirakan akan kembali minggu depan.

Dewan Keamanan menggarisbawahi "pentingnya Mekanisme Pemantauan Gencatan Senjata (yang dipimpin pemerintah sementara) Libya yang kredibel dan efektif di bawah naungan PBB."

Anggota Dewan PBB mengatakan mereka berharap untuk menerima proposal dari Sekjen PBB Antonio Guterres setelah tim awal PBB kembali usai melaksanakan tugas mereka.

Baca Juga: Libya Bakal Jadi Sarana Perang Mesir-Turki, Ini Kata El-Sisi

Pernyataan DK PBB tersebut meminta pemerintah sementara untuk membuat persiapan pemilihan presiden dan parlemen bulan Desember "termasuk pengaturan untuk memastikan partisipasi penuh, setara dan bermakna dari wanita."

DK PBB juga meminta pemerintah sementara Libya memprioritaskan implementasi perjanjian gencatan senjata bulan Oktober lalu, meningkatkan pemberian layanan kepada rakyat Libya, meluncurkan proses rekonsiliasi nasional yang komprehensif, dan mematuhi hukum humaniter internasional termasuk perlindungan warga sipil.

Ke depan, DK PBB mengatakan perlunya rencana "untuk pelucutan senjata, demobilisasi dan reintegrasi kelompok bersenjata, reformasi sektor keamanan dan untuk membangun arsitektur keamanan yang inklusif yang dipimpin oleh sipil untuk Libya secara keseluruhan."

Pernyataan presiden Dewan Keamanan PBB adalah satu langkah di bawah resolusi Dewan Keamanan dan menjadi bagian dari catatan resmi DK PBB.

Penulis : Edwin-Shri-Bimo

Sumber : Kompas TV


TERBARU