> >

Gerak Serempak Tari Saman Meriahkan UNESCO International Dance Day di Selandia Baru

Kompas dunia | 2 Mei 2021, 19:38 WIB
Sanggar tari Caraka Seni menampilkan tari Saman di UNESCO International Dance Day di Museum Te Papa Tongarewa, Wellington, Selandia Baru, Minggu (2/5/2021) (Sumber: Dewi Yahya)

WELLINGTON, KOMPAS.TV - Di Te Papa Tongarewa, Museum terbesar di Selandia Baru, tari Saman asal Aceh menggema dan memukau ratusan penonton.

My Goodness, amazing!” seorang penonton berdecak kagum ketika melihat 15 penari saman asal Indonesia bergerak cepat dan serempak.

Bagi warga Selandia Baru, menyaksikan tari Saman merupakan pengalaman baru yang tidak bisa disaksikan setiap hari. Namun pada Minggu (2/5/2021), warga Selandia Baru berkesempatan menyaksikan keindahan gerak tari saman di UNESCO International Dance Day, yang menampilkan beraneka tari dari berbagai negara.

Bagi Indonesia, ajang ini merupakan kesempatan untuk melakukan promosi budaya melalui gerak tari. Adalah grup tari Caraka Seni, yang aktif mempromosikan tari Indonesia di Selandia Baru sejak 10 tahun lalu.

Hampir setiap tahun, Caraka Seni membawakan berbagai tari tradisional Indonesia di UNESCO International Dance Day.

Baca Juga: Dunia Masih Terisolasi Covid-19, Selandia Baru Sudah Adakan Konser 50.000 Penonton Tanpa Jaga Jarak!

“Kita sebagai orang Indonesia sore ini benar-benar dibuat bangga oleh Caraka Seni. Mereka tampil begitu rapi dan dinamis,” ujar Duta Besar RI untuk Selandia Baru Tantowi Yahya yang hadir bersama istri untuk memberikan dukungan.

Tantowi mengatakan, KBRI merasa sangat terbantu dengan sanggar tari seperti Caraka Seni untuk mendorong diplomasi budaya di Selandia Baru.

Sedangkan menurut Satya Duhita dan Alia Krismon yang merupakan pendiri Caraka Seni, tari Saman memang kerap mendapat sambutan antusias dari penonton.

Ratusan penonton menyaksikan tari Saman di Museum Te Papa Tongarewa, Wellington, Selandia Baru dengan antusias. (Sumber: KBRI Wellington)

“Kami pertama kali ditawari ikut dalam International Dance Day delapan tahun lalu. Pertama kali ikut, memang kami membawakan tari Saman dan dapat sambutan positif banget. Sejak itu kami jadi sering diundang untuk tampil,” ujar Satya Duhita yang akrab dipanggil Ayu kepada KompasTV, Minggu (2/5/2021).

Tahun ini, sambutan terhadap tari Saman bahkan lebih meriah dari tahun-tahun sebelumnya. Ratusan penonton terlihat berdesakan memenuhi tempat acara. Antusiasme yang besar dari penonton, kemungkinan besar karena acara ini sempat vakum tahun lalu karena pandemi Covid-19.

Kini Covid-19 telah terkendali di Selandia Baru dan warga sudah bisa berkerumun, sehingga UNESCO International Dance Day pun bisa kembali digelar.

Baca Juga: Dua Tahun Setelah Serangan Masjid di Christchurch, Begini Keadaan Muslim Indonesia di Selandia Baru

“Tahun lalu seharusnya peringatan ke-20 International Dance Day dan penyelenggara berencana akan membuat acara yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya dan hanya mengundang kelompok tari yang merupakan favorit bagi mereka."

"Kami mendapat kehormatan untuk tampil dalam peringatan ke-20 International Dance Day, tapi karena tahun lalu acara ini ditiadakan, acaranya baru terselenggara tahun ini,” ujar Alia.

Alia melanjutkan, karena peringatan UNESCO International Dance Day tahun ini cukup istimewa, pihak penyelenggara meminta secara khusus agar Caraka Seni membawakan tari Saman.

Satya Duhita (Ayu), kiri, dan Alia Krismon, kanan, yang merupakan pendiri Caraka Seni ketika ditemui Kompas TV di Museum of New Zealand Te Papa Tongarewa, Wellington, Minggu (2/5/2021). (Sumber: Tussie Ayu)

“Kami dihubungi pihak penyelenggara sejak November 2019 untuk dapat tampil di International Dance Day dan mereka meminta kami membawakan tari Saman. Karena mereka masih terkesan dan terngiang-ngiang ketika Caraka Seni membawakan tari Saman delapan tahun lalu,” tambah Alia.

Setelah tertunda selama satu tahun, akhirnya Caraka Seni kini dapat membawakan tari Saman ke hadapan publik Selandia Baru dengan megah.

Untuk mempersiapkan tari Saman di acara istimewa ini, diakui Ayu bukanlah perkara mudah. Para penari telah berlatih selama tiga bulan di sela-sela kesibukan mereka.

Ayu menceritakan, para penari Caraka Seni bukanlah penari profesional. Sebagian besar anggotanya merupakan pelajar Indonesia, karyawan atau ibu rumah tangga.

Bahkan Ayu sendiri berprofesi sebagai seorang enterprise risk and quality specialist di Ministry of Business, Innovation and Employment. Sedangkan Alia merupakan seorang IT project manager di sebuah perusahaan IT di Selandia Baru.

Tantangan lain yang dihadapi Caraka Seni adalah, mereka tidak memiliki penari tetap. Setiap tahun penari-penari mereka silih berganti seiring datang dan perginya masyarakat Indonesia di Wellington. Masalah pendanaan pun mereka lakukan secara swadaya dengan bergotong royong untuk mencari dana operasional.

“Yang paling sulit itu mencari kostum, karena tidak bisa dibeli di sini, kita belinya langsung dari Indonesia. Kami melakukan fund raising, melakukan pementasan untuk mendapatkan dana untuk membeli kostum,” ujar Alia.

Namun demikian, nyatanya Caraka Seni mampu bertahan selama hampir 10 tahun dan telah melewati berbagai aral yang melintang.

Baca Juga: Selandia Baru Buka Klinik Vaksinasi Besar, Akan Gunakan Pfizer Untuk Semua Penduduk

“Saya pikir hal utama yang membuat kami bisa bertahan adalah karena kami semua tahu apa tujuan kami berada di Caraka Seni. Kami ingin mempelajari tari Indonesia dan kami ingin menunjukkan tari dan budaya Indonesia kepada masyarakat Selandia Baru,” ujar Ayu.

Pada akhirnya, kecintaan akan tari dan budaya Indonesia menjadi pemersatu bagi Caraka Seni untuk terus mempentontonkan budaya Indonesia di Selandia Baru.

Hari ini, kerja keras mereka terbayar dengan tepuk tangan dan sorakan riuh penonton yang memenuhi Museum Te Papa Tongarewa. Di Museum terbesar di Selandia Baru, Caraka Seni membawa kebanggaan bagi Indonesia.

Penulis : Tussie Ayu Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU