> >

Pernikahan Tanpa Ikatan Tanggung Jawab, Arab Saudi Hadapi Maraknya Nikah Misyar

Kompas dunia | 4 Juli 2021, 23:34 WIB
Seorang perempuan Saudi sedang mencoba senapan runduk pada pameran militer di Abha, Saudi Arabia tahun 2017. (Sumber: Reuters)

RIYADH, KOMPAS.TV - Pernikahan "misyar" saat ini makin marak di Arab Saudi, yaitu pernikahan yang halal namun tanpa ikatan tanggung jawab dan sering dilakukan secara rahasia.

Pernikahan tersebut dianggap sebagai anugerah bagi pria miskin yang tidak mampu membiayai pernikahan tradisional yang mahal, tetapi disesalkan oleh para pengkritiknya karena melegitimasi pergaulan bebas, seperti dilansir Straits Times, Minggu (04/07/2021)

Praktik tersebut biasanya berupa pernikahan di mana istri melepaskan beberapa haknya dalam pernikahan konvensional seperti hidup bersama dan dukungan keuangan, dan itu diizinkan secara hukum di Kerajaan Arab Saudi selama beberapa dekade terakhir.

Lebih dari selusin wawancara dengan mak comblang dan pasangan misyar, termasuk dengan para lelaki yang mengakali pernikahan konvensionalnya yang lain, menawarkan pandangan baru ke sebuah fenomena yang masih diselimuti selubung kerahasiaan dan rasa malu, meskipun menjamur di mana-mana di kerajaan tersebut.

Berbagai kesaksian dari wawancara tersebut menyoroti bagaimana misyar dipandang sebagai campuran antara pernikahan sah dan hidup melajang, menguntungkan bagi mereka yang berpoligami karena tidak ada kewajiban untuk mengurus rumah tangga pernikahan misyar mereka.

Terlepas dari potensi penyalahgunaan pernikahan misyar yang merugikan perempuan, cukup banyak perempuan yang tertarik karena ingin menghindari kehidupan patriarki dari sebuah pernikahan tradisional, serta pasangan yang belum menikah secara resmi namun mencari perlindungan dari sisi agama untuk hubungan seksual mereka, yang mana dilarang keras oleh Islam untuk terjadi di luar pernikahan.

Baca Juga: Arab Saudi Bebaskan Dua Aktivis Perempuan yang Ditahan Sejak 2018

"Misyar menawarkan kenyamanan, kebebasan dan pernikahan yang halal (diizinkan dalam Islam)," kata seorang pegawai pemerintah Saudi berusia 40-an, yang sudah lebih dari dua tahun menjalin hubungan seperti itu dengan seorang janda Saudi berusia 30an.

Dia mengatakan dirinya beranak tiga dari pernikahan resminya, dan mengunjungi istri misyarnya di rumah dia di Riyadh kapan pun dia berhasrat untuk berkunjung.

Laki-laki itu tidak mengatakan apa yang didapat pasangan misyarnya dari pernikahan rahasia tersebut.

"Teman saya (Saudi) memiliki 11 istri misyar rahasia. Dia menceraikan dan menikahi yang lain, menceraikan dan menikahi yang lain...," tambahnya.

Kaum lelaki Saudi, serta pekerja ekspatriat di kerajaan tersebut sangat terlihat kerap mencari pasangan misyar di aplikasi kencan dan situs mak comblang pernikahan.

"(Pernikahan) misyar lebih murah. Tidak ada mahar, tidak ada kewajiban," kata seorang lelaki berusia 40 tahun asal Mesir yang bekerja di Riyadh sebagai apoteker.

Dia mulai mencari pasangan misyar setelah mengirim istri dan putranya yang berusia lima tahun kembali ke Kairo pada awal pandemi Covid-19 tahun lalu, terutama karena meningkatnya biaya hidup dan pungutan terhadap ekspatriat beberapa tahun terakhir.

"Jauh dari istri saya, rasanya sulit," katanya, seraya menambahkan dia sudah mencari misyar kemana-mana melalui mak comblang "khatba" di Instagram yang mengutip 5.000 riyal sebagai jasa.

"Saya memberi mereka preferensi saya: berat, ukuran, warna kulit ... tapi sejauh ini tidak ada yang cocok."

Baca Juga: Arab Saudi Eksekusi Seorang Pemuda atas Tuduhan Pemberontakan Meski Persidangannya Dinilai Cacat

Terlepas dari potensi penyalahgunaan pernikahan misyar yang merugikan perempuan, cukup banyak perempuan yang tertarik karena ingin menghindari kehidupan patriarki dari sebuah pernikahan tradisional, serta pasangan yang belum menikah secara resmi namun mencari perlindungan dari sisi agama untuk hubungan seksual mereka, yang mana dilarang keras oleh Islam untuk terjadi di luar pernikahan. (Sumber: Getty Images)

Pernikahan semacam itu seringkali berumur pendek, dengan sebagian besar berakhir dengan perceraian setelah 14 dan 60 hari, surat kabar kerajaan Al-Watan melaporkan pada 2018, mengutip sumber Kementerian Kehakiman.

Hal ini disebut-sebut oleh beberapa perempuan sebagai pelarian singkat dari situasi perawan tua atau kesempatan untuk awal yang baru bagi para janda cerai dan janda ditinggal mati, yang berjuang untuk menikah lagi.

Sahabat seorang perempuan Suriah yang bercerai di Riyadh mengatakan, seperti dikutip Straits Times, sahabatnya berada dalam hubungan misyar rahasia karena dia takut mantan suaminya, seorang Saudi, akan secara hukum mencari hak asuh atas kedua anaknya jika mantan suaminya itu mengetahui dia telah menikah lagi secara misyar.

Tidak mungkin memperkirakan jumlah pernikahan semacam itu, karena banyak di antaranya tidak berdokumen dan terdokumentasi dengan baik.

Ulama Saudi dikutip Straits Times mengatakan praktik itu berkembang sejak 1996, ketika mufti agung saat itu melegitimasi pernikahan misyar melalui sebuah maklumat keagamaan.

Tetapi banyak yang mempertanyakan keabsahan praktik sembunyi-sembunyi yang bertentangan dengan prinsip utama pernikahan Islam, yaitu mensyaratkan sebuah pernyataan publik.

Seorang ulama Riyadh terkemuka menghubungkan maraknya nikah misyar dengan laki-laki yang tidak mau memikul tanggung jawab seperti dalam sebuah pernikahan poligami, yang diizinkan dalam Islam selama semua istri mendapat perlakuan yang adil.

Baca Juga: Baca Pledoi, Rizieq Ungkap Pertemuan dengan Tito Karnavian dan Budi Gunawan Saat di Arab Saudi

Pernikahan Misyar dianggap sangat merugikan perempuan, namun sebagian kalangan baik laki-laki maupun perempuan di Arab Saudi melihatnya sebagai jalan keluar dari masalah mereka. (Sumber: Straits Times)

Dalam kolom tahun 2019 di harian Saudi Gazette, kolumnis Tariq Al-Maeena menggambarkan pernikahan misyar sebagai lisensi untuk memiliki banyak pasangan tanpa banyak biaya dan tanpa tanggung jawab.

"Berbagai laporan di media Saudi mengungkapkan kekhawatiran yang berkembang atas jumlah anak yang dibapaki oleh laki-laki Saudi dalam perjalanan dan penugasan mereka ke luar negeri, namun ditinggalkan begitu saja," tulisnya.

Sebagian perempuan terpaksa membawa masalah mereka ke pengadilan dan menuntut laki-laki Saudi yang menolak mengakui anak-anak yang lahir dari pernikahan misyar.

"Seorang wanita menghubungi saya dan berkata, 'Saya seorang istri misyar dan suami saya tidak mengakui anak saya'," kata ulama di Riyadh itu.

"Perempuan itu mengutip pasangan misyar mengatakan, 'anak itu bukan masalah saya.' (sehingga) saya menyarankan dia untuk membawanya ke pengadilan dan memperjuangkan haknya," tutur sang ulama.

Namun, perempuan dipaksa secara sosial untuk menutup mata atas petualangan-petualangan nikah misyar suami mereka.

Seorang mak comblang bernama Fahad Almuais mengatakan kliennya kebanyakan kaum pelaku poligami. Fahad bertutur tentang seorang pegawai pemerintah Saudi yang menyembunyikan hubungan misyarnya dari istri pertamanya.

Ketika si suami mulai rutin menghilang setiap akhir pekan, tetangga wanitanya menyarankan istrinya yang curiga itu untuk "diam sajalah".

"Dia menikah secara misyar supaya tidak membuat (hidupmu) seperti neraka," kata Almuais kepada portal berita online Thmanyah, sambil mengutip sang tetangga, "Bersabarlah dan biarkan dia pergi untuk akhir pekan, dan sisa hari-harinya milikmu."

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU