Kisah Abdullah, Pemuda yang Dipaksa Berperang Lawan Pasukan Afghanistan oleh Taliban
Kompas dunia | 15 Agustus 2021, 22:42 WIBKUNDUZ, KOMPAS.TV – Beberapa jam setelah Taliban merebut kampung halamannya di utara Afghanistan pekan lalu, Abdullah (17) dipaksa mengangkut granat berpeluncur roket (RPG) ke bukit terdekat. Ketakutan dan tak punya pilihan, ia terpaksa menjadi seorang anggota baru yang direkrut oleh Taliban.
Menurut Abdullah, ia tengah berada di jalanan Kunduz saat sejumlah anggota Taliban menghentikannya. Kelompok pemberontak itu juga menculik sekitar 30 – 40 pemuda lain dari sebuah madrasah. Beberapa di antara mereka yang diculik bahkan masih berusia 14 tahun.
“Mereka meminta kami untuk angkat senjata dan bergabung dengan mereka,” tutur Abdullah seperti dilansir dari AFP.
“Dan ketika orang tua kami meminta pembebasan kami, Taliban mengancam mereka dengan senjata.”
Baca Juga: Dramatis, AS Evakuasi Staf Kedutaan di Kabul Afghanistan Menggunakan Helikopter
Taliban telah menguasai Afghanistan, menyusul serangan demi serangan yang mereka lancarkan. Serangan-serangan itu, sebagian didukung oleh pemuda-pemuda macam Abdullah yang dipaksa berperang. Para pemuda itu ‘dipasang’ sebagai umpan meriam.
Kelompok gerilyawan pemberontak itu, kata Abdullah, mengikatkan sekantong RPG di punggungnya, memasukkan sekotak amunisi pada masing-masing tangannya, dan memaksanya berbaris.
Cobaan itu berlangsung selama tiga jam sebelum akhirnya keluarga Abdullah dapat menebus pembebasannya.
Namun, saat mereka bersiap melarikan diri, Taliban kembali datang.
“Mereka memukuli kami. Bekasnya masih ada,” ujar Abdullah.
Baca Juga: Presiden Afghanistan Diprediksi Akan Lengser dalam Beberapa Jam ke Depan
Satu jam kemudian, kata Abdullah, Taliban memberinya sebuah senapan serbu dan memaksanya beraksi: Abdullah diperintahkan membantu menyerang garnisun polisi.
“Saya gemetar, tak bisa memegang senapan saya,” aku Abdullah.
Saat itu, pasukan pemerintah Afghanistan menyerang balik dengan marah.
“Tiga atau empat pemuda yang membawa senjata tertembak dan tewas saat tas punggung mereka meledak,” papar Abdullah.
“Seorang anggota Taliban terbunuh, yang lainnya kehilangan kaki dan tangan,” imbuhnya.
Ia melihat celah untuk melarikan diri saat setengah dari gerilyawan Taliban di kelompoknya terbunuh atau terluka.
Abdullah pun melempar senjatanya dan berlari pulang. Selama sekitar sejam, ia berlari hingga tiba di rumahnya.
“Saya terguncang,” akunya pada AFP.
Keluarga Abdullah sendiri tengah bersiap dalam pelarian mencari keselamatan di ibu kota Kabul saat Abdullah kembali. Mereka telah meminjam uang dan menggadaikan sejumlah barang-barang.
“Kami tak membawa apa pun. Kami bahkan menjual makanan kami,” terang Abdullah.
Baca Juga: Mazar-i-Sharif Jatuh ke Tangan Taliban, Diawali Penyerahan Diri Tentara Afghanistan
Setelah melalui perjalanan selama 15 jam, Abdullah, kedua orang tuanya, kakeknya, dan saudara-saudarinya pun tiba di Kabul. Sejak itu, mereka tidur di dalam tenda di sebuah taman di pinggiran utara Kabul. Barang-barang yang mereka bawa hanyalah barang-barang yang melekat di badan.
Abdullah mengatakan, bekas hantaman para gerilyawan Taliban di perutnya masih menyebabkan sakit.
Ketika itu, kenangnya, mereka memukulinya dengan popor senjata saat Abdullah menolak dipaksa menjadi anggota baru Taliban.
Keluar dari Afghanistan kini menjadi mimpi Abdullah.
Namun, saat ia disandera oleh Taliban, ia sangat khawatir akan keselamatan keluarganya.
“Saya memikirkan kedua orang tua saya,” ujarnya. “Jika saya tertembak dan terbunuh, apa yang akan terjadi pada mereka?!”
Penulis : Vyara Lestari Editor : Fadhilah
Sumber : AFP