> >

Ini Lima Mitos tentang Taliban, Salah Satunya Menyebut Keterlibatan Pakistan, Benarkah?

Kompas dunia | 29 Agustus 2021, 00:06 WIB
Dua orang anggota Taliban tengah mengatur bendera Taliban sebelum konferensi pers di Pusat Informasi Media Pemerintah di Kabul, Afghanistan, Selasa (17/8/2021). (Sumber: AP Photo/Rahmat Gul, File)

Kendati dilaporkan hendak mendirikan pemerintahan Emirat Islam Afghanistan, Taliban ternyata tak punya cetak biru atau master plan pasca kemenangannya menguasai Afghanistan. Lewat pernyataan publiknya, Taliban bahkan terkesan terkejut dan tak menyangka bakal menuai kemenangan kilat, hingga tak siap.

Para pemimpin Taliban hanya memaparkan kiasan tentang bentuk pemerintahan yang hendak mereka bangun. Sejumlah pihak memperkirakan, ini hanyalah trik untuk menyembunyikan niat asli kelompok itu.

Baca Juga: Taliban Sedang Membentuk Pemerintahan Inklusif, Libatkan Pemimpin Muda Seluruh Etnis dan Suku

Mungkin banyak anggota Taliban yang membayangkan kembalinya pemerintahan Emirat Islam dan semacamnya. Namun, hanya ada sedikit konsensus di antara para pemimpin Taliban tentang bagaimana pemerintahan nanti akan berjalan, atau tentang isu-sisu tata kelola utama pemerintahan. Ini menjelaskan mengapa Taliban membutuhkan waktu lama untuk membentuk pemerintahan.

Sementara ini, para pemimpin Taliban tengah berupaya menenangkan kekhawatiran komunitas internasional dan mengulur waktu dengan menyatakan bahwa mereka tengah mendiskusikan “pembentukan pemerintahan yang diterima oleh seluruh rakyat Afghanistan”.

4) Taliban akan membawa kembali Al-Qaeda

Penolakan Taliban untuk menyerahkan Al-Qaeda setelah serangan 9/11 menjadi pembenaran utama perang AS di Afghanistan. Kini saat Taliban kembali berkuasa, ada kekhawatiran bahwa Al-Qaeda pun akan kembali.

Nathan Sales, mantan koordinator Departemen Luar Negeri AS untuk antiterorisme, menyatakan pada New York Times, “Sudah jelas bahwa Al-Qaeda akan kembali menciptakan sarang yang aman di Afghanistan dan menggunakannya untuk merencanakan serangan terorisme terhadap AS dan sekutunya.”

Baca Juga: Taliban, Al-Qaeda dan ISIS Ternyata Bertolak Belakang dan Sering Baku Bunuh, Simak Kisah Mereka

Taliban tak pernah meninggalkan atau memutuskan hubungan dengan Al-Qaeda. Namun, untuk mengamankan jaminan politik bagi penarikan pasukan AS, bagaimanapun, Taliban harus berjanji mencegah Afghanistan digunakan sebagai basis serangan ke negara-negara Barat.

Para pemimpin Taliban yakin, mereka dapat memenuhi janji ini. Lantaran, jumlah petempur Al-Qaeda di Afghanistan diperkirakan oleh pakar AS telah menipis hingga ratusan orang.

Taliban yang tak tertarik dengan jihad internasional pun, tampaknya tak mengizinkan Al-Qaeda terbentuk kembali, mengingat konsekuensi keras yang akan mereka terima jika membiarkan hal itu terjadi.

Kebangkitan kembali Al-Qaeda di Afghanistan sesungguhnya tak terhindarkan, dan akan banyak bergantung dengan bagaimana komunitas internasional menghadapi Taliban sekarang.

5) Taliban tidak merefleksikan keragaman Afghanistan

Dulu, di tahun 1990-an, Taliban didominasi oleh kelompok etnis terbesar di Afghanistan, Pashtun. Namun, pengambilalihan kekuasaan Afghanistan oleh Taliban kini, jauh melampaui dominasi Pashtun-nya.

Meski kepemimpinan Taliban masih didominasi oleh para pendirinya yang orang Pashtun, namun kalangan komandan di tingkat menengah dan bawah terdiri dari beragam suku.

Beberapa tahun belakangan, Taliban berupaya menampilkan citranya sebagai kelompok multietnis dengan menunjuk sejumlah pejabat lokal dari kalangan Tajik dan Hazara. Taliban pula berusaha meyakinkan komunitas Syiah bahwa mereka dapat melaksanakan ibadah berbeda dengan damai.

Namun, kaum Syiah tetap skeptis, terutama karena eksekusi Taliban terhadap sejumlah warga Hazara pada Juli lalu. Pun, sejarah kekejaman Taliban terhadap komunitas Syiah sebelum serangan 9/11.

Baca Juga: Laporan Amnesty International Ungkap Kekejian Taliban Bantai Minoritas Hazara di Afghanistan

Penulis : Vyara Lestari Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : The Washington Post


TERBARU