> >

Perdana Menteri Skotlandia Sebut Brexit Bikin Miskin, Ikrarkan Referendum pada 2023

Kompas dunia | 14 September 2021, 21:12 WIB
Bendera Skotlandia. (Sumber: Rev Stan/Wikimedia)

EDINBURGH, KOMPAS.TV - Perdana Menteri Skotlandia, Nicola Sturgeon, menegaskan kembali niatnya menuntut referendum dari Britania Raya pada 2023.

Hal tersebut disampaikan ketika Sturgeon berpidato di konferensi Partai Nasional Skotlandia (SNP), Senin (13/9/2021).

Sturgeon kencang menyuarakan referendum beberapa tahun belakangan, terlebih sejak pemerintah Britania Raya memutuskan keluar dari Uni Eropa (Brexit).

Partainya (SNP) dikenal pro-referendum dan kini mengisi sebagian besar kursi parlemen Skotlandia.

Dalam pidatonya, Sturgeon yakin “referendum legal” dapat digelar pada 2023. Untuk menggelar referendum "legal", ia perlu persetujuan dari pemerintahan Inggris Raya yang saat ini dipimpin Boris Johnson.

Sturgeon pun menyerukan “kooperasi” pemerintahan Boris Johnson.  Namun, pemerintah Inggris diketahui kontra dengan ide pro-kemerdekaan pemerintah Skotlandia.

Baca Juga: Bahas Urgensi Amendemen UUD 1945, Fadli Zon Tawarkan Referendum

“Inilah yang ingin kami lakukan [referendum]. Ini namanya demokrasi. Inggris Raya pada akhirnya adalah persatuan negara-negara yang bersifat sukarela,” kata Sturgeon sebagaimana dikutip The Scotsman.

Politisi berusia 51 tahun itu menuding Inggris Raya telah “memiskinkan” Skotlandia dengan Brexit.

Sturgeon juga mengkritik sejumlah kebijakan luar negeri Inggris yang dianggapnya hanya mencerminkan kepentingan Partai Konservatif.

“Dengan memiskinkan kita, mereka akan mengatakan bahwa kita tidak mampu merdeka. Setelah memotong perdagangan kita dengan Uni Eropa, mereka akan mengatakan kita terlalu bergantung terhadap Inggris Raya. Mereka ingin kita meyakini bahwa kita tidak berdaya,” kata Sturgeon.

Sementara itu, juru bicara pemerintah Inggris Boris Johnson mengaku tidak akan mendukung ide referendum yang diutarakan Sturgeon. Ia pun mengecam gagasan referendum yang disampaikan ketika pemerintah sedang fokus menghadapi pandemi COVID-19.

“Rakyat Skotlandia sudah jelas menginginkan pemerintahan Inggris Raya dan delegasi parlemen bekerja sama mengatasi pandemi, itulah prioritas kami,” kata juru bicara tersebut.

Inggris sendiri pernah mengabulkan referendum Skotlandia pada 2014 silam. Waktu itu, mayoritas suara memilih untuk tetap menjadi bagian Inggris Raya.

Baca Juga: Pasukan Khusus Inggris SAS Bertahan di Afghanistan, Memburu ISIS-K Demi Balas Kematian Tentara AS

 

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Eddward-S-Kennedy

Sumber : Kompas TV


TERBARU