> >

216.000 Anak Mayoritas Laki-Laki Jadi Korban Pelecehan Seksual di Gereja Katolik Prancis

Kompas dunia | 5 Oktober 2021, 20:05 WIB
Ilustrasi laki-laki yang menjadi korban pecehan seksual oleh pendeta dan guru di Gereja Katolik. (Sumber: 123RF/Amir Kaljikovic via swissinfo.ch)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Sekitar 216.000 anak, yang kebanyakan laki-laki, menjadi korban pelecehan seksual di Gereja Katolik Prancis sejak 1950. Temuan ini berasal dari penyelidikan yang baru-baru ini dilakukan.

Mengutip BBC, pemimpin tim investigasi Jean-Marc Sauvé menyebut, setidaknya ada 2.900-3.200 pelaku. Tim investigasi menilai estimasi jumlah pendeta pelaku pelecehan seksual itu sebenarnya terlalu rendah.

Tak cuma itu, hanya segelintir kasus yang berakhir dengan pemberian hukuman disipliner pada pelaku. Lebih sedikit lagi yang berlanjut ke meja pengadilan.

Pendiri asosiasi untuk korban pelecehan seksual La Parole Libérée (Kebebasan Berbicara), François Devaux mengatakan, telah terjadi "pengkhianatan kepercayaan, pengkhianatan moral, pengkhianatan terhadap anak-anak".

Penyelidikan menemukan jumlah anak-anak yang dilecehkan di Prancis bisa meningkat menjadi 330.000 bila memperhitungkan pelecehan seksual oleh anggota awam Gereja, seperti guru di sekolah Katolik.

Baca Juga: Korban Perkosaan Reynhard Sinaga Akhirnya Angkat Bicara

Rilis laporan investigasi tersebut menyusul sejumlah klaim pelecehan dan penuntutan terhadap pejabat Gereja Katolik di seluruh dunia.

Penyelidikan independen ini berjalan sesuai perintah Gereja Katolik Prancis pada 2018. Investigasi selama lebih dari 2,5 tahun itu menyisir catatan pengadilan, polisi dan Gereja.

Tim investigasi juga berbicara kepada para korban dan saksi pelecehan seksual. Hasilnya, laporan berjumlah hampir 2.500 halaman itu menunjukkan sebagian besar korban adalah anak laki-laki dan berusia antara 10 dan 13 tahun.

Laporan itu menyoroti kegagalan Gereja mencegah pelecehan seksual dan melaporkannya. Bahkan, laporan itu menilai Gereja kadang-kadang dengan sengaja menempatkan anak-anak agar berinteraksi dengan para predator seksual itu.

"Ada banyak kelalaian, kekurangan, pembungkaman, dan usaha institusi Gereja menyembunyikan (fenomena pelecehan seksual ini)," ujar pemimpin tim investigasi Jean-Marc Sauvé, Selasa (5/10/2021), dilansir dari BBC.

Ia mengatakan, Gereja terus menunjukkan sikap tidak peduli pada para korban pelecehan seksual hingga awal 2000-an.

"Korban tidak dipercaya, tidak didengarkan. Ketika didengarkan, mereka dianggap mungkin ikut andil atas apa yang menimpa mereka," jelas Sauve.

Ia menambahkan, meski hasil penyelidikan ini mengungkap sebagian besar kasus di masa lalu, pelecehan seksual di Gereja Katolik masih terus menjadi masalah.

"Gereja Katolik, setelah lingkaran keluarga dan teman, adalah lingkungan yang memiliki prevalensi tertinggi kekerasan seksual," tulis laporan itu.

Salah satu korban adalah Olivier Savignac yang mengalami pelecehan seksual di usia 13 tahun oleh direktur sebuah kamp liburan Katolik di daerah selatan Prancis.

Baca Juga: Pemerintah Afghanistan Mulai Terbitkan Paspor Lagi Hari Ini, Pegawai Wanita Diminta Kembali Bekerja

Savignac kini menjadi pemimpin asosiasi korban Parler et Revivre (Bicaralah dan Hidupkan Lagi). 

"(Luka pelecehan seksual) ini kami simpan, seperti kista yang tumbuh, seperti pembusukan di dalam tubuh dan jiwa korban," ujar Savignac.

Penyelidikan menemukan bahwa sekitar 60 persen laki-laki dan perempuan korban pelecehan seksual "menghadapi masalah besar dalam kehidupan emosional atau seksual mereka".

Meski lebih dari setengah kasus terjadi sebelum tahun 1970, masyarakat Prancis kaget saat mengetahui fenomena pelecehan seksual Gereja dengan skala begitu besar. 

Masyarakat pun mendorong pengakuan pelecehan seksual dari pihak institusi Gereja Katolik Prancis, tidak lagi sekedar menyasar individu pelaku.

"Jika Gereja harus gemetar, biarlah gemetar," kata Suster Veronique Margron, ketua Konferensi Ordo Religius.

Karena kebanyakan kasus sudah terjadi puluhan tahun lalu, sulit melakukan penuntutan melalui pengadilan. Tim penyelidik pun mendesak Gereja untuk bertanggung jawab memberikan kompensasi kepada para korban.

Tim investigasi menyebut, kompensasi finansial memang tidak bisa mengatasi trauma korban. Akan tetapi, hal ini adalah bentuk pengakuan Gereja pada para korban.

Tim investigasi juga memberikan serangkaian rekomendasi untuk mencegah pelecehan, termasuk mendidik para pendeta dan mendorong kebijakan untuk mengenali korban.

"Kami mengharapkan tanggapan yang jelas dan konkret dari Gereja," kata enam asosiasi korban pelecehan seksual di Prancis.

Baca Juga: Keluarga Ikut Terdampak, Korban Pelecehan Seksual di KPI Lapor ke Komnas Perempuan

Uskup Agung Eric de Moulins-Beaufort, Presiden Konferensi Keuskupan Prancis, yang ikut mendesak investigasi ini, mengatakan jumlah korban dan pengalaman mereka di luar batas imajinasi.

"Saya mengungkapkan rasa malu saya, ketakutan saya, tekad saya untuk bertindak bersama mereka (para korban). Penolakan untuk melihat, penolakan untuk mendengar, keinginan untuk menyembunyikan atau menutupi fakta telah menghilang," ujar Uskup Agung.

Gereja Prancis sebelumnya telah mengumumkan rencana untuk memberikan kompensasi keuangan kepada para korban mulai tahun depan.

Awal tahun ini, Paus Fransiskus mengubah undang-undang Gereja Katolik Roma untuk secara eksplisit mengkriminalisasi pelecehan seksual, dalam perombakan terbesar hukum pidana selama hampir 40 tahun.

Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV/BBC


TERBARU