> >

Bagi Petani Melarat Afghanistan, Dampak Perubahan Iklim Lebih Mengerikan daripada Perang

Kompas dunia | 26 Oktober 2021, 00:09 WIB
Keluarga petani melarat yang dilanda kekeringan berkepanjangan di desa Haji Rashid Khan, Bala Mughrab Afghanistan, hidup di rumah dari lumpur dan terakhir hujan tahun lalu, itupun sedikit. (Sumber: Straits Times via AFP)

Baca Juga: Taliban Dituduh Penggal Kepala Bintang Voli Perempuan Afghanistan

Kekeringan parah yang berkepanjangan menyapu Bala Mughrab, Afghanistan, hasil dan dampak dari perubahan iklim, yang bagi warga Bala Mughrab jauh lebih mengerikan dari peperangan. (Sumber: Wikipedia)

Jika kekeringan berlanjut, katanya, seorang anak berusia dua dan lima tahun berikutnya, akan diserahkan kepada keluarga mempelai pria ketika mereka lebih tua.

Sekitar 45 dari sekitar 165 keluarga di desa itu dan puluhan ribu keluarga di seluruh provinsi sudah mengungsi tahun ini ke kamp-kamp yang menyedihkan di pinggiran kota-kota besar.

Bahkan di sana, makanan sulit didapat, dan beberapa mengambil risiko nekat.

"Keluarga tetap tinggal, tetapi para pria harus pergi mencari pekerjaan di Iran atau sekitarnya, beberapa meninggal di jalan," kata Musanmill Abdullah, 28, yang tinggal bersama keluarganya di desa Badghis lainnya.

Komunitas ini dinamai menurut ayahnya, Haji Jamal, dan Abdullah adalah anggota Taliban, gerakan yang seharusnya merayakan kemenangan perang.

Tetapi keberhasilan militer dan politik di Kabul tidak banyak membantu orang Badghis.

"Ladang hancur, ternak tidak memiliki apa pun. Selama dua tahun terakhir, enam orang meninggal karena kelaparan," kata lelaki tua itu, Haji Jamal.

"Jeriken yang kami gunakan untuk mengumpulkan air sudah aus dan kami tidak mampu untuk menggantinya."

Tetangga Lal Bibi mengatakan, keputusasaan memuncak terutama karena "perempuan dan anak-anak sendirian, dan dalam bahaya".

Hanya sedikit warga setempat yang pernah mendengar tentang perubahan iklim, tetapi laporan PBB memperingatkan kekeringan tahunan di beberapa wilayah Afghanistan "mungkin akan menjadi lazim" pada tahun 2030.

Baca Juga: ISIS Lagi-lagi Mengaku Dalangi Bom Bunuh Diri di Masjid Syiah di Afghanistan yang Tewaskan 47 Orang

Keluarga petani melarat yang dilanda kekeringan berkepanjangan di Bala Mughrab Afghanistan, hidup di rumah dari lumpur dan terakhir hujan tahun lalu, itupun sedikit. (Sumber: Straits Times via AFP)

 

Taliban belum diakui oleh pemerintah asing dan cadangan devisa Afghanistan juga masih dibekukan, yang sebagian besar berada di Amerika Serikat. Hal itu diperparah dengan terganggunya aliran bantuan internasional.

 

Perwakilan regional dari pemerintahan baru Taliban mengatakan hanya sedikit yang bisa mereka lakukan.

"Emirat tidak punya banyak uang. Rencana kami terkait erat dengan komunitas internasional," kata Abdul Hakim Haghyar dari kantor pengungsi Provinsi Badghis.

Beberapa LSM internasional masih beroperasi dan pemerintah asing menjanjikan bantuan kemanusiaan jika dapat disalurkan ke rakyat, tetapi Taliban masih tetap berada di bawah sanksi internasional.

Di kamp-kamp untuk para petani terlantar, keadaan menjadi putus asa. Ketika ayah Bashir Ahmad yang berusia sembilan tahun menjual ternak terakhirnya, anak laki-laki itu mendapat pekerjaan mengais-ngais kaleng dan botol bekas.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Straits Times/AFP


TERBARU