> >

China Makin Sengit, Cemooh Demokrasi Amerika Serikat sebagai Senjata Pemusnah Massal

Kompas dunia | 11 Desember 2021, 13:38 WIB
Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada pembukaan KTT untuk Demokrasi, Kamis (9/12/2021). China meradang karena Taiwan diundang, dan mencemooh demokrasi Amerika Serikat sebagai senjata pemusnah massal, Sabtu (11/12/2021). (Sumber: AP Photo/Susan Walsh/Pool)

BEIJING, KOMPAS.TV - China menjuluki demokrasi Amerika Serikat (AS) sebagai "senjata pemusnah massal", Sabtu (11/12/2021). Pernyataan tersebut dikeluarkan menyusul KTT Demokrasi yang diselenggarakan AS yang bertujuan untuk menopang sekutu-sekutunya yang berpikiran sama dalam menghadapi rezim otokratis.

Seperti dilansir The Straits Times, Sabtu, China bersama Rusia dan Hungaria tidak diundang dalam KTT virtual yang digelar selama dua hari itu.

China pun menanggapinya dengan marah serta menuduh Presiden AS Joe Biden memicu perpecahan ideologis era Perang Dingin.

"Demokrasi telah lama menjadi senjata pemusnah massal yang digunakan Amerika Serikat untuk mencampuri negara lain," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China dalam sebuah pernyataan online.

Ia juga menuduh AS "menghasut revolusi warna" di dunia internasional.

China menuding KTT itu diselenggarakan AS untuk "menarik garis prasangka ideologis, memperalat dan mempersenjatai demokrasi ... (dan) menghasut perpecahan dan konfrontasi".

Beijing bersumpah untuk "dengan tegas menolak dan menentang semua jenis demokrasi semu".

Menjelang KTT, China meningkatkan serangan propaganda yang mengkritik demokrasi AS dan menyebutnya korup dan gagal.

China menggembar-gemborkan versinya sendiri tentang "demokrasi rakyat dalam seluruh prosesnya" pada Buku Putih yang dirilis pekan lalu yang bertujuan untuk menopang legitimasi Partai Komunis yang berkuasa, yang telah menjadi semakin otoriter di bawah Presiden Xi Jinping.

Baca Juga: China Balas Gertakan AS, Reunifikasi Paksa dengan Taiwan Bisa Terjadi Lebih Cepat

Presiden Joe Biden pada KTT untuk Demokrasi pada Kamis (9/12/2021). China meradang karena Taiwan diundang, dan mencemooh demokrasi Amerika Serikat sebagai senjata pemusnah massal, Sabtu (11/12/2021). (Sumber: AP Photo/Susan Walsh/Pool)

Sementara AS berulang kali membantah akan ada Perang Dingin dengan China. Ketegangan antara dua ekonomi terbesar dunia itu meningkat dalam beberapa tahun terakhir karena berbagai masalah, termasuk perdagangan dan persaingan teknologi, hak asasi manusia, Xinjiang dan Taiwan.

Departemen Keuangan AS, Jumat (10/12/2021), menjatuhkan sanksi kepada dua pejabat tinggi China atas pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Xinjiang dan menempatkan perusahaan pengawasan intelijen buatan China, SenseTime, dalam daftar hitam untuk teknologi pengenalan wajah yang menargetkan warga minoritas Uighur.

China memandang undangan AS kepada Taiwan yang jauh lebih kecil darinya, untuk menghadiri KTT untuk Demokrasi, sebagai bentuk penghinaan.

Taiwan adalah sebuah pulau demokratis dengan pemerintahan sendiri yang diklaim oleh China sebagai bagian integral mereka.

Tetapi Beijing mendapat dukungan di tengah-tengah KTT Biden ketika Nikaragua membatalkan aliansi diplomatik sebelumnya dengan Taiwan, dengan mengatakan hanya mengakui China sebagai satu-satunya bagi Nikaragua.

Pengumuman itu membuat Taiwan hanya memiliki 14 sekutu diplomatik.

Sebagai tanggapan, Departemen Luar Negeri AS meminta "semua negara yang menghargai institusi demokrasi" untuk memperluas keterlibatan dengan pulau itu.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV/Straits Times via AFP


TERBARU