> >

Tiga Agenda Besar Hubungan Luar Negeri Indonesia 2022, Salah Satunya Ketegangan Laut China Selatan

Kompas dunia | 30 Desember 2021, 16:36 WIB
Klaim sejumlah negara atas kepemilikan wilayah perairan di Laut China Selatan. Indonesia dipandang memiliki  tiga agenda besar yang perlu perhatian khusus menyongsong tahun 2022, seperti dikatakan dosen dan pengamat hubungan internasional Universitas Katolik Parahyangan, Irawan J. Hartono. (Sumber: Kementerian Luar Negeri AS via Al Jazeera)

AS melalui skema ‘Multilateral Covax Facility’ telah menyumbang 25 juta dosis vaksin Covid-19 kepada Indonesia, dan Indonesia dalam kunjungan Blinken ke Jakarta mengajukan kerja sama Indonesia-AS untuk pengembangan vaksin mRNA.

Secara khusus, Irawan melihat Indonesia perlu terus bersemangat menindaklanjuti skema ‘Global COVID Summit’ bulan September 2021 yang digagas Presiden AS Joe Biden dan ‘Covid-19 Foreign Ministerial Meeting bulan November 2021 yang didorong Blinken.

Sementara pada tingkat domestik, yang perlu mendapat perhatian khusus adalah ‘kelelahan’ masyarakat yang sulit dibendung lagi setelah pembatasan mobilitas hampir dua tahun. Dosen Hubungan Internasional ini memandang, pendekatan manusiawi yang disertai kesabaran perlu senantiasa dilakukan untuk mengingatkan masyarakat akan bahaya jangka pendek dan panjang Covid-19 dan varian-variannya.

Baca Juga: Gara-gara Omicron AS Catat Rekor Tertinggi Penularan Harian Covid-19

Ilustrasi industri 4.0. Indonesia dipandang memiliki  tiga agenda besar yang perlu perhatian khusus menyongsong tahun 2022, yaitu masalah ketenagakerjaan terkait revolusi industri 4.0, seperti dikatakan dosen dan pengamat hubungan internasional Universitas Katolik Parahyangan, Irawan J. Hartono. (Sumber: Kompas.com)

Ketenagakerjaan terkait Teknologi Produksi Revolusi Industri 4.0

Perhatian khusus ketiga adalah penanganan masalah ketenagakerjaan terkait dengan munculnya teknologi-teknologi produksi yang berasal dari Revolusi Industri 4.0.

Menurut Irawan, walaupun manfaat positif teknologi-teknologi yang bermuara di Revolusi Industri 4.0 telah dirasakan bersama dalam masa Covid-19, yang memungkinkan komunikasi dan produktivitas tetap dapat berlangsung dalam masa sulit, namun dampak negatifnya terhadap lapangan kerja perlu mendapat perhatian khusus.

Disini, menurut Irawan, terjadi paradoks antara efisiensi dan pembukaan lapangan kerja.

Pengurangan lapangan kerja yang terjadi, karenanya jauh lebih besar daripada penambahan yang dihasilkannya, terutama terkait robotisasi/mekanisasi tingkat tinggi di pabrik-pabrik.

Bila tidak tertangani, upaya pemulihan ekonomi nasional melalui PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional), dalam perekonomian global yang masih lesu, akan makin terhambat oleh resistensi pekerja.

PEN, menurut Irawan, dapat menjadi landasan bagi upaya pemulihan ekonomi Indonesia, bila fokus pada 5 hal: kesehatan; perlindungan sosial; dukungan pada UKM dan Koperasi; program prioritas; dan insentif usaha, yang kemudian dikembangkan lagi menjadi dukungan pada korporasi non-UKM dan non-BUMN.

Sinergi antar-kementerian dan lembaga serta pihak terkait, untuk mendorong ini, dipandang perlu dipelihara dan ditingkatkan.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU