> >

China Terpantau Persenjatai Penuh 3 Pulau di Laut China Selatan, Kata Intelijen Udara Amerika

Kompas dunia | 21 Maret 2022, 06:10 WIB
Struktur dan bangunan China di pulau buatan di Mischief Reef di gugusan pulau Spratlys di Laut China Selatan terlihat pada Minggu, 20 Maret 2022. China mempersenjatai penuh setidaknya tiga dari beberapa pulau yang dibangunnya di Laut China Selatan, mempersenjatai dengan rudal antikapal dan antipesawat, peralatan laser dan jamming, serta jet tempur. (Sumber: AP Photo/Aaron Favila)

Saat pesawat intai P-8A Poseidon terbang serendah 15.000 kaki atau 4.500 meter di dekat terumbu yang diduduki China, terlihat di layar monitor kawasan yang terkesan seperti kota kecil di pulau tersebut, dengan gedung bertingkat, gudang, hanggar, pelabuhan laut, landasan pacu, dan struktur bulat putih yang kata Laksamana Aquilino adalah radar.

Di dekat Fiery Cross, lebih dari 40 kapal yang belum ditentukan jenisnya terlihat membuang sauh.

Aquilino mengatakan pembangunan sistem rudal, hanggar pesawat, sistem radar, dan fasilitas militer lainnya di Mischief Reef, Subi Reef, dan Fiery Cross tampaknya sudah selesai, tetapi masih harus dilihat apakah China akan melanjutkan pembangunan infrastruktur militer di tempat lain kawasan tersebut.

“Fungsi pulau-pulau itu adalah untuk memperluas kemampuan ofensif China di luar pantai kontinental mereka,” kata Laksamana Aquilino, seraya menambahkan, “Mereka bisa menerbangkan pesawat tempur, pesawat pengebom ditambah semua kemampuan ofensif sistem rudal.”

Baca Juga: Amerika Serikat Paparkan Secara Terperinci Kesalahan Klaim China atas Laut China Selatan

Struktur dan bangunan China di pulau buatan di karang Johnson di gugusan pulau Spratlys di Laut China Selatan terlihat pada Minggu 20 Maret 2022. China mempersenjatai penuh setidaknya tiga dari beberapa pulau yang dibangunnya di Laut China Selatan, mempersenjatai dengan rudal anti-kapal dan anti-pesawat, peralatan laser dan jamming, serta jet tempur (Sumber: AP Photo/Aaron Favila)

Aquilino mengatakan setiap pesawat militer dan sipil yang terbang di atas perairan yang disengketakan dapat dengan mudah masuk ke dalam jangkauan sistem dan jarak tembak rudal China yang ditempatkan di pulau-pulau tersebut.

“Jadi itu ancaman yang ada, makanya sangat memprihatinkan ini militerisasi pulau-pulau tersebut,” katanya, “Mereka mengancam semua negara yang beroperasi di sekitarnya, termasuk wilayah laut dan wilayah udara internasional.”

China berusaha untuk menopang klaim teritorialnya yang luas atas hampir seluruh Laut China Selatan dengan membangun pangkalan pulau di atol karang hampir satu dekade lalu.

Amerika Serikat menanggapi dengan mengirimkan kapal perangnya melalui wilayah yang disebutnya misi kebebasan operasional.

Amerika Serikat tidak mengeklaim dirinya sendiri tetapi telah mengerahkan kapal dan pesawat Angkatan Laut selama beberapa dekade untuk berpatroli dan mempromosikan navigasi bebas di jalur air dan wilayah udara internasional.

Baca Juga: Tiga Agenda Besar Hubungan Luar Negeri Indonesia 2022, Salah Satunya Ketegangan Laut China Selatan

Struktur dan bangunan Tiongkok di pulau buatan di Fiery Cross Reef di kelompok pulau Spratly di Laut Cina Selatan terlihat pada Minggu 20 Maret 2022. (Sumber: AP Photo/Aaron Favila)

China secara rutin menolak tindakan apa pun oleh militer AS di wilayah tersebut. Sementara pihak lain, Filipina, Vietnam, Malaysia, Taiwan, dan Brunei, mengeklaim seluruh atau sebagian Laut China Selatan, alur lalu lintas perdagangan bernilai USD5 triliun setiap tahun.

Terlepas dari agresi China, konflik teritorial yang lama sengit seharusnya diselesaikan secara damai, kata Aquilino, mengutip sukses pemerintah Filipina membawa perselisihannya dengan China ke arbitrase internasional tahun 2013 sebagai contoh yang baik.

Pengadilan arbitrase PBB yang menangani kasus tersebut membatalkan klaim historis China di Laut China Selatan berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Beijing menolak keputusan itu sebagai tipu-tipu dan terus menentangnya.

Tujuan utama Washington di wilayah yang disengketakan adalah “untuk mencegah perang” melalui pencegahan dan mempromosikan perdamaian dan stabilitas, termasuk dengan melibatkan sekutu dan mitra Amerika dalam proyek-proyek untuk tujuan tersebut, kata Aquilino.

“Jika pencegahan (deterrence) gagal, misi kedua saya adalah bersiap untuk bertarung dan menang,” kata Aquilino, yang memimpin komando tempur terbesar Amerika Serikat, berkekuatan 380.000 personel militer dan sipil yang mencakup 36 negara dan wilayah.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Associated Press


TERBARU