> >

Sihir Politik Sang Diktator Ferdinand Marcos Belum Sirna dari Filipina

Kompas dunia | 10 Mei 2022, 06:00 WIB
Ferdinand Emmanuel Edralin Marcos Sr (11 September 1917 – 28 September 1989). Marcos adalah Presiden kesepuluh Filipina, yang menjabat dari 30 Desember 1965 hingga 25 Februari 1986.(Sumber: Kompas.com)

Namun kematian Ninoy, sapaan Aquino, justeru membangkitkan perlawanan rakyat. Isteri Ninoy yaitu Corazon Aquino memimpin perlawanan.

Istana Malacanang diserbu massa pada 25 Februari 1986, Marcos dan keluarganya pergi dengan helikopter AS ke Pangkalan Udara Clark. Dari sana kemudia menuju Hawaii. Selama di pengasingan, sang diktator yang sudah kehilangan kuasa ini berupaya kembali ke tanah airnya.

Namun hingga kematiannya pada 1989, rakyat Filipina menolaknya kembali. Termasuk tak mengizinkan mayatnya di bawa pulang.

Baca Juga: Lagi, Duterte Umumkan Pensiun dari Dunia Politik Filipina Tahun Depan

Hingga pada 2016, Presiden Rodrigo Duterte memberikan izin untuk pemakaman di kota kelahirannya, Batac,  dengan menyebut Marcos merupakan seorang "serdadu Filipina".

Penguburan jenazahnya dilakukan menyusul keputusan Mahkamah Agung yang mengizinkan untuk dipindahkan ke pemakaman umum. Hasil pemungutan suara memperlihatkan sembilan Hakim Agung mendukung pemakaman sebagai pahlawan sementara lima Hakim Agung menentangnya.

Rupanya, meski sudah dikubur dan kenangan kelam padanya masih melekat, tapi kekuatan sihir politik sang diktator belum sirna dari Filipina. Sebagian masyarakat masih menginginkan Marcos kembali.

Mengutip Kompas.id, sebagian rakyat negara itu tampaknya ingin kembali ke "era emas" diktator Ferdinand Marcos dengan memilih putranya sebagai presiden.

Salah satu sihir politik yang digunakan Marcos saat berkuasa adalah "Bagong Lipunan" atau masyarakat baru". Yaitu, "orang miskin dan kaya harus bekerjasama satu sama lain untuk menuju satu tujuan masyarakat dan mencapai kebebasan melalui kesadaran diri".

Penulis : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU