> >

Lebih dari 500 Warga Desa Dibantai dalam Kekerasan Etnis di Ethiopia, Ini Pengakuan Saksi Mata

Kompas dunia | 26 Juni 2022, 00:05 WIB
Ratusan warga dibunuh dalam kekerasan suku terbaru di Ethiopia dari suku Amhara. (Sumber: Associated Press)

NAIROBI, KOMPAS.TV — Desa pertanian kecil Tole di wilayah Oromia, Ethiopia geger. Orang-orang bersenjata lengkap muncul di desa itu, menakuti-nakuti dan mengancam penduduk yang sudah gelisah usai bentrokan antara pasukan pemerintah dan pemberontak yang baru-baru ini terjadi.

"Para milisi meyakinkan kami mereka tidak akan menyentuh kami, mengatakan mereka tidak mengejar kami," kata warga Nur Hussein Abdi, dikutip dari Associated Press, Sabtu (25/6/2022).

"Tetapi kenyataannya, mereka mengepung seluruh desa kami untuk melakukan pembantaian yang mematikan. Apa yang terjadi keesokan harinya adalah pertumpahan darah total," imbuhnya menggambarkan kekerasan orang-orang bersenjata pada penduduk di kampungnya itu.

Abdi melarikan diri dengan bersembunyi di atap. Ia menjadi saksi atas salah satu pembunuhan massal terburuk di Ethiopia dalam beberapa tahun terakhir.

Ratusan orang, sebagian besar etnis Amhara, dibantai di Desa Tole dan sekitarnya pada 18 Juni 2022 dalam ledakan kekerasan etnis terbaru di negara terpadat kedua di Afrika itu.

Beberapa saksi mengatakan kepada Associated Press, mereka masih menemukan mayat. Beberapa dimasukkan ke kuburan massal yang berisi banyak jenazah. Asosiasi Amhara Amerika telah mengonfirmasi, 503 warga sipil tewas.

Pihak berwenang Ethiopia belum merilis angka. Namun, seorang saksi, Mohammed Kemal, mengatakan dia menyaksikan 430 mayat terkubur, dan yang lainnya masih terbuka dan membusuk.

Baca Juga: Pembantaian Etnis di Ethiopia Tewaskan Lebih dari 200 Warga Sipil

Ratusan warga dibunuh dalam kekerasan suku terbaru di Ethiopia dari suku Amhara. (Sumber: IOM - UN Migration Regional Office for East and Horn of Africa)

Kemal memohon pemerintah Ethiopia untuk merelokasi para penyintas. Pasalnya, orang-orang bersenjata itu mengancam akan kembali.

"Mereka membunuh bayi, anak-anak, wanita dan orang tua," kata Ahmed Kasim, seorang warga setempat.

Asosiasi Amhara Amerika mengatakan, korban tewas termasuk lansia berusia 100 tahun dan bayi berusia satu bulan, dan beberapa orang tewas di sebuah masjid tempat mereka berusaha bersembunyi.

Penduduk dan pejabat daerah Oromia menuding Tentara Pembebasan Oromo (OLA), kelompok bersenjata yang oleh pemerintah Ethiopia dinyatakan sebagai organisasi teroris, sebagai pelaku pembantaian.

Namun, seorang juru bicara OLA membantahnya, dan justru balik menuduh pasukan federal dan milisi regional menyerang penduduk desa karena dianggap mendukung OLA saat mereka mundur dari serangan OLA.

Sekali lagi, orang-orang Ethiopia dibiarkan bertanya-tanya mengapa pemerintah federal gagal melindungi mereka dari kekerasan ketegangan etnis negara itu — dan mengapa etnis minoritas dalam sistem federal berdasarkan identitas dibiarkan begitu rentan.

Teddy Afro, bintang pop paling terkenal di Ethiopia, merilis dua lagu minggu ini yang menyoroti krisis yang memburuk dalam empat tahun terakhir dan mendedikasikan lagu-lagunya untuk warga sipil yang kehilangan nyawa.

"Tidak pernah ada pilihan untuk tetap diam ketika gunung kematian datang di depan saya," kata salah satu liriknya.

Pada Jumat (24/6), ribuan mahasiswa di Universitas Gondar di wilayah tetangga Amhara memprotes pembunuhan tersebut dan menuntut keadilan.

Baca Juga: Video Tentara Bakar Warga Sipil Hidup-Hidup di Ethiopia Viral, Pemerintah Janji Investigasi

Foto yang dirilis oleh Ethiopian News Agency pada 16 November 2020 ini memperlihatkan tentara militer Ethiopia tengah bersorak di dekat perbatasan Tigray dan Amhara di Ethiopia. (Sumber: Ethiopian News Agency via AP)

Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed, mengatakan pasukan keamanan telah melancarkan operasi militer terhadap OLA. Tetapi, banyak orang Ethiopia tampak skeptis setelah melihat siklus mematikan yang terjadi di masa lalu.

Presiden wilayah Oromia, Shimelis Abdisa, Kamis (23/6), mengakui akan sulit untuk mengatur keamanan di setiap lokasi. Namun, ia mengatakan operasi saat ini "akan melumpuhkan kemampuan musuh untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain."

Etnis Amhara adalah kelompok etnis terbesar kedua di Ethiopia. Tetapi, etnis Amhara telah diserang di beberapa daerah di mana mereka menjadi suku minoritas.

Beberapa belas orang tewas dalam serangan di Benishangul Gumuz dan wilayah Oromia selama tiga tahun terakhir saja.

"Etnis Amhara yang tinggal di luar wilayah mereka tidak memiliki perwakilan hukum dan politik, yang mengakibatkan tidak ada perlindungan," kata Muluken Tesfaw, seorang aktivis komunitas yang melacak pelanggaran terhadap Amhara. "Bahkan ada pidato pejabat pemerintah wilayah Oromia yang berusaha mengurangi orang-orang yang berbicara bahasa Amharik."

"Narasi anti-Amhara menyebar selama lebih dari 50 tahun sekarang," kata Belete Molla, ketua partai oposisi NaMA. "Karenanya, Amhara yang tinggal di Oromia dan Benishangul menjadi sasaran."

Dia juga menuduh beberapa anggota partai penguasa wilayah Oromia "bekerja untuk atau bersimpati dengan Tentara Pembebasan Oromo."

Pembunuhan massal terbaru membuat dunia internasional tersentak.

Baca Juga: Serangan Udara di Kamp Pengungsi Tigray Ethiopia, Tewaskan 56 Warga Sipil Termasuk Anak-Anak

Ratusan warga dibunuh dalam kekerasan suku terbaru di Ethiopia dari suku Amhara.

Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet, mendesak pihak berwenang Ethiopia untuk melakukan penyelidikan "cepat, tidak memihak dan menyeluruh".

Departemen Luar Negeri AS meminta warga Ethiopia untuk "menolak kekerasan dan mengejar perdamaian."

Ethiopia terus mengalami ketegangan etnis di beberapa bagian negara dan konflik mematikan di wilayah Tigray utara yang sangat memengaruhi ekonomi yang dulu tumbuh pesat. Namun, perdana menteri bersikeras, hari-hari yang lebih baik akan datang.

"Tidak ada keraguan Ethiopia berada di jalur kemakmuran," katanya dalam pidato parlemen bulan ini.

Tetapi, orang-orang Ethiopia yang lolos dari pembantaian berdarah itu, mencari jawaban.

Nur Hussein mengatakan, dia dan penduduk Desa Tole lainnya sudah menelepon pejabat terdekat tentang orang-orang bersenjata, sesaat sebelum kekerasan meledak.

"Respons mereka diredam. Mereka mengatakan tidak ada ancaman khusus untuk ditanggapi. Tetapi lihat apa yang terjadi," katanya.

"Insyaallah, kita akan melewati ini, tetapi ini adalah bekas luka yang akan hidup bersama kita selamanya."

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Associated Press


TERBARU