> >

Walau Dibantah Ukraina, Peluang Indonesia sebagai Mediator Perang Dinilai masih Terbuka

Krisis rusia ukraina | 4 Juli 2022, 14:24 WIB
Presiden Joko Widodo berjabat tangan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy ketika sesi pernyataan pers bersama di Istana Maryinsky, Kiev, Rabu (29/6/2022). Indonesia dinilai masih berpeluang menjadi mediator perundingan damai antara Ukraina dan Rusia yang kini tengah berperang. (Sumber: Kantor Kepresidenan Ukraina)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia dinilai masih berpeluang menjadi mediator perundingan damai antara Ukraina dan Rusia yang kini tengah berperang.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas.

Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengunjungi Kiev dan Moskow dengan membawa misi damai pada akhir Juni lalu.

Jokowi menemui Presiden Volodymyr Zelenskyy di Kiev pada Rabu (29/6/2022).

Lalu dilanjutkan menemui Presiden Vladimir Putin pada Kamis (30/6/2022).

Jokowi mengaku telah menyampaikan “pesan” yang dititpkan Zelenskyy ketika bertemu Putin.

Namun, Kantor Kepresidenan Ukraina segera membantah bahwa Zelenskyy tidak menitip pesan apa pun. 

Juru bicara Kantor Kepresidenan Ukraina, Sergiy Nikiforov menyebut Zelenskyy akan berbicara secara publik jika ingin menyampaikan pesan tertentu kepada Putin.

Baca Juga: Betapa Lelahnya Jokowi: 29 Jam di Udara, 24 Jam di Kereta, Singgahi 5 Negara, Ini Rutenya

Di lain sisi, pertempuran di Ukraina terus berkecamuk setelah kunjungan Jokowi kepada kedua belah pihak yang berperang.

Per Senin (4/7/2022) ini, Ukraina telah kehilangan kontrol atas Lysychansk, kota terakhir di Oblast (daerah setingkat provinsi) Luhansk yang dikuasai Kiev.

Sementara itu, serangan roket juga terjadi di Slovyansk dan wilayah Donetsk pada Minggu (3/7).

Setidaknya empat orang tewas dan 20 terluka akibat serangan-serangan tersebut.

Di wilayah Rusia, serangan rudal menewaskan setidaknya tiga orang di kota Belgorod, dekat perbatasan Ukraina.

Meskipun diplomasi masih buntu dan perang masih berkecamuk, Anton menilai perundingan damai Rusia-Ukraina tetap dapat terjadi dan Indonesia berpeluang menjadi penengahnya.

"Sekalipun secara kekuatan politik relatif, Indonesia masih kalah dari Rusia, tetapi Indonesia tetap mempunyai peluang untuk menjadi mediator," kata Anton kepada Kompas.com, Minggu (3/7/2022).

Anton menambahkan, Rusia ataupun Ukraina saat ini belum berada di posisi hurting stalemate, yakni kondisi eskalasi konflik tinggi sehingga keduanya sama-sama merasa lelah dengan konflik bersenjata.

Di lain sisi, momentum untuk memaksa kedua pihak duduk bersama di meja perundingan juga belum terbentuk.

Meskipun demikian, Anton meyakini peluang Indonesia menjadi mediator Rusia-Ukraina masih terbuka.

Salah satu caranya adalah melakukan pendekatan intensif kepada para pihak yang berperang.

"Jokowi punya kans untuk memainkan peranan itu. Tinggal sejauh mana kesiapan dan keseriusan Indonesia untuk menawarkan diri sebagai mediator perundingan damai," kata Anton.

Baca Juga: PM Australia Temui Zelensky di Kiev, Janjikan Lebih Banyak Bantuan Militer ke Ukraina

Anton menyebut kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia adalah bagian dari upaya menengahi konflik.

Ia mengapresiasi “sikap imparsialitas” yang ditunjukkan Jokowi dengan menemui presiden kedua negara.

Menurutnya, penerimaan Kiev dan Moskow adalah pertanda baik terkait peluang Indonesia untuk menjadi mediator perang Rusia-Ukraina.

“Sikap pemimpin Ukraina dan Rusia yang menerima kunjungan Jokowi merupakan sinyal awal penerimaan Indonesia sebagai mediator potensial," ucap Anton.

Sebelumnya, Kantor Kepresidenan Ukraina membantah bahwa Zelenskyy menitipkan pesan khusus kepada Jokowi.

Pihak Kiev menyebut, saat Zelenskyy dan Jokowi bertemu, keduanya membahas ancaman krisis pangan dan blokade ekspor gandum Ukraina.

“Indonesia adalah salah satu importir gandum terbesar dari Ukraina, dan blokade pelabuhan Ukraina adalah fokus utama pembicaraan antarpresiden (Indonesia-Ukraina) di Kiev,” kata Nikiforov kepada Ukrainska Pravda, Kamis (30/6/2022) lalu.

“Rusia menanggung tanggung jawab penuh untuk disrupsi ekspor (gandum Ukraina ke Indonesia), juga ke bagian lain dunia. Dan Rusia harus bertanggung jawab atas krisis pangan yang berpotensi terjadi kecuali pelabuhan-pelabuhan Ukraina segera dicabut blokadenya. Itulah yang didiskusikan secara detail oleh Volodymyr Zelenskyy dengan Joko Widodo,” lanjutnya.

Baca Juga: Kedubes AS di Rusia Ogah Gunakan Nama Jalan Pemberontak Pro-Rusia, Pakai Koordinat di Situs Resmi

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU