> >

Pertemuan Menlu G20 Dimulai di Bali, Perpecahan Soal Ukraina Mengadang, Kepiawaian Indonesia Diuji

Kompas dunia | 8 Juli 2022, 11:45 WIB
Menlu RI Retno Marsudi terlihat di layar saat Pertemuan Menlu G20 di Nusa Dua, Bali, Indonesia, Jumat, 8 Juli 2022. (Sumber: Willy Kurniawan/Pool Photo via AP))

NUSA DUA, KOMPAS.TV — Para menteri luar negeri (menlu) negara-negara G20 memulai pertemuan di Bali membahas berbagai isu penting dunia, sementara dihadang perpecahan tajam atas serangan Rusia ke Ukraina dan dampaknya terhadap ketahanan pangan dan energi, serta perubahan iklim, kemiskinan endemik dan efek berkepanjangan dari pandemi Covid-19.

Associated Press, Jumat (8/7/2022) melaporkan, para menlu dari negara-negara G-20 memulai pertemuan di Bali pada Jumat dengan sedikit prospek untuk mencapai semacam konsensus tingkat tinggi tentang masalah-masalah berat yang telah menjadi ciri-ciri pertemuan sebelumnya.

Saat mereka berusaha mempersiapkan pertemuan puncak para pemimpin G-20 yang akan diadakan di tempat yang sama pada November, mereka mendapat kejutan di menit-menit terakhir dengan pengunduran diri Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada Kamis (7/7/2022), salah satu pendukung perjuangan keras Barat melawan Rusia dalam perkara Ukraina.

Sementara hengkangnya Johnson tidak mungkin menghalangi upaya AS dan Eropa untuk mempromosikan sikap keras terhadap Rusia di antara anggota G-20 lainnya, itu hampir pasti akan dilihat sebagai tanda kelemahan oleh China dan Rusia.

China dan Rusia dalam pertemuan G-20 ini diwakili Menlu Wang Yi dan Menlu Sergey Lavrov, keduanya diplomat kelas berat dan sangat senior.

Mereka akan berhadapan dengan Menlu AS Antony Blinken dan rekan-rekannya dari Prancis dan Jerman usai Menlu Inggris Liz Truss pulang lebih awal ke London untuk menangani dampak dari pengunduran diri Johnson.

Para pejabat AS mengatakan, mereka bertekad tidak membiarkan gangguan akibat mundurnya PM Inggris mengalihkan perhatian dari apa yang mereka yakini seharusnya menjadi fokus utama konferensi Bali.

Menurut mereka, fokus utama konferensi Bali seharusnya adalah gangguan terhadap pasokan pangan dan energi dunia yang disebabkan oleh perang Rusia di Ukraina, sambil menyalahkan Moskow sebagai sumber penyebabnya.

Serta menyusun tanggapan internasional untuk mencegah kekurangan lebih lanjut yang sudah mendatangkan malapetaka di Afrika, Asia dan di tempat lain.

Namun, dengan Timur dan Barat yang begitu terpecah dan perbedaan Utara-Selatan yang muncul, potensi kesepakatan G20 di masa depan tampaknya berkabut.

Baca Juga: Pertemuan Menlu G20 Berpeluang Memperparah Perselisihan Perang Rusia-Ukraina, Kenapa?

Menlu Retno Marsudi menyambut Menlu India S. Jaishankar (Sumber: AP Photo/ Dita Alangkara)

Para pejabat AS mengatakan kurang penting bagi G20 sebagai kelompok, untuk menunjukkan sikap bersatu daripada blok-blok kecil negara-negara dan negara-negara individu untuk berbicara dan mengambil tindakan.

Namun, di masa lalu, G20 menghasilkan komunike bersama tentang isu-isu kunci seperti terorisme, kejahatan transnasional, iklim dan masalah ekonomi yang telah dipuji sebagai cetak biru kebijakan internasional yang penting.

Dengan demikian, persaingan untuk mendapatkan dukungan semacam itu di antara kelompok tersebut menjadi sengit.

Wang dan Lavrov masing-masing berhenti di berbagai ibu kota Asia dalam perjalanan mereka ke Bali, menggalang dukungan untuk berbagai posisi China dan Rusia dan memperkuat hubungan mereka di antara negara-negara non-sekutu di kawasan itu menjelang KTT G20.

Sementara itu, Blinken, serta sejawatnya dari Prancis, Jerman, dan Inggris tiba di Bali dari dua pertemuan yang berorientasi Barat dan terorganisasi di Eropa minggu lalu: KTT G7 dan NATO, yang memiliki perpecahannya sendiri.

Dengan keanggotaannya yang lebih luas, termasuk negara-negara seperti tuan rumah Indonesia dan negara-negara berkembang besar seperti India, Brasil, Afrika Selatan, dan lainnya, G20 jauh lebih beragam, skeptis terhadap niat Barat dan lebih terbuka terhadap permohonan dan tawaran dari tetangga besar seperti China dan Rusia dan lebih rentan terhadap ancaman mereka.

Kelas berat yang hadir antara lain Argentina, Australia, Kanada, Italia, Meksiko, Arab Saudi, Korea Selatan, Turki, dan Uni Eropa.

Baca Juga: Rusia Apresiasi Presidensi G20 Indonesia, Sebut Kehadiran Putin di KTT G20 Bergantung Situasi Ini

Menlu Retno Marsudi menyambut Menlu Rusia Sergei Lavrov di pertemuan Menlu G20 (Sumber: AP Photo/Dita Alangkara)

Mencoba untuk menempuh jalan tengah, presiden G20 tahun ini, Indonesia, mencoba menjembatani kesenjangan yang mungkin terjadi, dengan menyusun agenda yang tidak bersifat memecah belah atau politis.

Indonesia berusaha tetap netral dalam menangani serangan Rusia ke Ukraina, di mana Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat menjaga pernyataan dan komentarnya.

Jokowi adalah pemimpin Asia pertama yang mengunjungi negara-negara yang bertikai, dan atas desakan Barat, mengundang Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy ke KTT G20 pada November bersama dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, berharap untuk menenangkan semua pihak dan membatasi gangguan terhadap agenda forum.

Masih belum jelas apakah keduanya akan hadir, meskipun topik itu pasti akan dibahas pada pertemuan para menlu.

Tetapi seperti yang sering terjadi, peserta terbesar akan mengendalikan narasi serta pesan, dengan China, Rusia, dan AS berjuang untuk supremasi atas narasi pertemuan tersebut.

Sementara Blinken tidak akan bertemu Lavrov dan belum bertemu dengan mitranya dari Rusia sejak sebelum perang Ukraina. Namun dia dijadwalkan akan bertemu Menlu China Wang Yi pada Sabtu (9/7/2022).

AS dan China berada pada perselisihan yang parah dan memburuk atas berbagai masalah mulai dari tarif, perdagangan dan hak asasi manusia hingga Taiwan dan perselisihan di Laut China Selatan.

Baca Juga: Menlu AS akan Bertemu Menlu China di Sela Acara G20, Tidak Ada Pertemuan Formal dengan Rusia

Menlu Retno Marsudi menyambut Menlu AS Antony Blinken di pertemuan Menlu G20 (Sumber: AP Photo/Dita Alangkara)

Para pejabat AS mengataka,n mereka tidak mengharapkan pertemuan pada Sabtu untuk menghasilkan terobosan apa pun mengenai masalah ini.

Tetapi menyatakan harapan bahwa pertemuan bisa menjaga jalur komunikasi tetap terbuka dan menciptakan "pagar pembatas" untuk memandu dua ekonomi terbesar dunia saat mereka menavigasi masalah yang semakin kompleks dan berpotensi meledak.

Namun, pada Rabu (6/7/2022), China murka dan melancarkan serangan pedas terhadap AS dan NATO, hanya beberapa hari sebelum pertemuan G20 berlangsung.

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) China menyatakan bahwa Washington "mematuhi aturan internasional hanya jika dianggap cocok. (untuk kepentingan mereka sendiri)"

Juru bicara Kemlu China Zhao Lijian mengatakan "apa yang disebut tatanan internasional berbasis aturan sebenarnya adalah aturan keluarga yang dibuat oleh segelintir negara untuk melayani kepentingan AS sendiri."

Sementara Blinken bertemu dengan Wang, Menlu India, Indonesia dan Argentina di Bali, Lavrov juga memiliki agenda penuh.

Diplomat top Rusia itu telah bertemu Wang Yi pada Kamis dan menjadwalkan pembicaraan dengan antara lain para menlu dari Meksiko, Afrika Selatan dan Brasil.

adapun Menlu Inggris Liz Truss telah meninggalkan sebuah hotel di Bali pada Jumat, pulang ke London untuk menangani dampak dari pengunduran diri PM Boris Johnson.

Ada spekulasi bahwa politisi berusia 46 tahun itu berencana maju untuk kepemimpinan Partai Konservatif setelah pengunduran diri Johnson pada Kamis.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV/Associated Press


TERBARU