> >

Menteri Lingkungan G20 di Bali Bahas Aksi Iklim Global, Menteri LHK Siti Nurbaya Pimpin Persidangan

Kompas dunia | 31 Agustus 2022, 12:43 WIB
Menteri dan Pejabat lingkungan G20 hari Rabu, (31/8/2022) berkumpul  di Bali mencari cara untuk memacu aksi iklim global, Menteri LHK Siti Nurbaya berharap lahir kesepakatan atas tiga isu prioritas, pemulihan berkelanjutan, aksi iklim berbasis darat dan laut, dan mobilisasi sumber daya (Sumber: AP Photo/Firdia Lisnawati)

NUSA DUA, KOMPAS.TV — Menteri dan Pejabat lingkungan dari Kelompok 20 negara kaya dan berkembang terkemuka G20 hari Rabu (31/8/2022) berkumpul di Bali, melakukan pembicaraan untuk mencari pemacu aksi iklim global dan masalah lain yang memburuk akibat perang di Ukraina, seperti laporan Associated Press, Rabu, (31/8/2022).

Pelaksanaan kontribusi masing-masing negara G20 dan sinkronisasi target antara negara berkembang dan negara maju akan dibahas dalam pertemuan tertutup, kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia Siti Nurbaya Bakar sebelum pertemuan yang akan berlangsung satu hari penuh.

Siti Nurbaya berharap lahir kesepakatan atas tiga isu prioritas, pemulihan berkelanjutan, aksi iklim berbasis darat dan laut, dan mobilisasi sumber daya, untuk mewujudkan Perjanjian Paris, komitmen universal dan mengikat hukum pertama untuk perubahan iklim.

Nurbaya membuka pertemuan dengan mengajak rekan-rekan menteri lingkungan untuk menjaga multilateralisme lingkungan dan membuat multilateralisme bisa bekerja, karena itu adalah satu-satunya cara untuk secara efektif mengoordinasikan upaya mengatasi tantangan global.

“Multilateralisme lingkungan adalah satu-satunya mekanisme di mana semua negara, terlepas dari ukuran dan kekayaannya, berdiri di atas pijakan yang sama dan perlakuan yang sama,” kata Nurbaya. "Suara semua negara, Utara dan Selatan, maju dan berkembang, harus didengar."

Indonesia, pemegang kepresidenan G20 tahun ini, meratifikasi Perjanjian Paris tahun 2016 dan berkomitmen mengurangi emisi sebesar 41 persen dengan bantuan internasional pada tahun 2030, atau sebesar 29 persen secara mandiri.

Utusan iklim AS John Kerry termasuk di antara 17 menteri lingkungan dan pejabat iklim di samping lebih dari 200 delegasi yang menghadiri pembicaraan secara langsung. Pejabat tinggi dari China, Rusia, dan Argentina bergabung dalam pertemuan itu secara virtual.

Baca Juga: Menteri KKP : G-20, Indonesia Fokus Pada Blue Ekonomi Dunia

Seorang anggota delegasi melihat monitor pemantauan suhu permukaan bumi pada KTT Iklim PBB COP26 di Glasgow, Skotlandia. Menteri dan Pejabat lingkungan G20 hari Rabu, (31/8/2022) berkumpul  di Bali mencari cara untuk memacu aksi iklim global, Menteri LHK Siti Nurbaya berharap lahir kesepakatan atas tiga isu prioritas, pemulihan berkelanjutan, aksi iklim berbasis darat dan laut, dan mobilisasi sumber daya (Sumber: Straits Times)

Dalam pertemuan tertutup, para menteri lingkungan mencari cara untuk meningkatkan upaya pengendalian perubahan iklim dan mencegah kenaikan suhu global 1,5 derajat Celcius sejalan dengan Perjanjian Paris.

Selain itu, mereka juga mencari komitmen dari negara-negara maju untuk memenuhi janji iklim mereka sendiri dan mencari pendanaan iklim untuk negara-negara berkembang.

Perang Rusia di Ukraina masih membayangi pembicaraan hari Rabu ketika negara-negara meningkatkan dampak lingkungan global mereka.

Utusan iklim Italia Alessandro Modiano dalam pidatonya mengatakan perang itu memiliki konsekuensi serius terhadap lingkungan, ketahanan pangan dan energi, upaya pemulihan pandemi serta mengejar tujuan pembangunan berkelanjutan.

"Oleh karena itu saya harus menekankan pemerintah saya menganggap penting untuk memiliki dalam teks akhir ini, bahasa yang jelas yang mencerminkan perang agresi Rusia yang tidak dapat dibenarkan dan tidak beralasan terhadap Ukraina," kata Modiano.

Komitmen nyata tersebut dapat diuji saat para menteri lingkungan G-20 bertemu di surga wisata Nusa Dua yang dijaga ketat untuk meletakkan dasar bagi pertemuan para pemimpin bulan November di Bali.

Dalam beberapa tahun terakhir, tanda-tanda perubahan iklim semakin mencolok, termasuk di Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 17.000 pulau.

Baca Juga: Moeldoko : Persiapan KTT G20 Capai 90 Persen

Satu keluarga berjalan menerobos banjir yang terjadi setelah hujan deras mengguyur Jaffarabad, Pakistan, Rabu, 24 Agustus 2022. Menteri dan Pejabat lingkungan dari Kelompok 20 negara kaya dan berkembang terkemuka G20 hari Rabu, (31/8/2022) berkumpul  di Bali mencari cara untuk memacu aksi iklim global, Menteri LHK Siti Nurbaya berharap lahir kesepakatan atas tiga isu prioritas, pemulihan berkelanjutan, aksi iklim berbasis darat dan laut, dan mobilisasi sumber daya. (Sumber: AP Photo/Zahid Hussain)

Tahun lalu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana melaporkan total 2.943 bencana, terdiri dari banjir 1.288 peristiwa, tanah longsor 623 peristiwa, dan puting beliung 677 peristiwa.

Badan tersebut mengatakan sebagian besar bencana diklasifikasikan sebagai bencana hidrometeorologis dan sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim.

Lembaga pemerhati lingkungan Forum Lingkungan Hidup Indonesia memperkirakan bencana hidrometeorologi di Indonesia akan meningkat 7 persen tahun ini.

Meskipun dampak perubahan iklim semakin memburuk, pembiayaan untuk industri batubara terus meningkat di Indonesia. Antara 2014-2019, pinjaman bank untuk pembangkit listrik tenaga batu bara saja mencapai US$19,4 miliar, yang melibatkan sejumlah bank milik negara, menurut data pemerintah.

Indonesia sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara adalah pengekspor utama batu bara, minyak sawit, dan mineral di tengah kekurangan komoditas global setelah serangan Rusia ke Ukraina.

Ekspor batubara meningkat ke level rekor pada bulan Maret setelah larangan singkat pada pengiriman awal tahun ini untuk mengamankan pasokan domestik.

Anggota G20 menyumbang sekitar 80 persen dari output ekonomi dunia, dua pertiga dari populasi dunia, dan sekitar 80 persen dari emisi gas rumah kaca global.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Purwanto

Sumber : Kompas TV/Associated Press


TERBARU