> >

Mengerikan, 210 Mayat Migran Terdampar di Pantai Tunisia Hanya dalam Waktu Kurang dari 2 Minggu

Kompas dunia | 30 April 2023, 11:50 WIB
Penjaga pantai Tunisia hari Sabtu, (29/4/2023) mengatakan mereka menemukan sekitar 210 mayat migran hanya dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu terakhir, yang terdampar di pantai tengah negara Afrika Utara tersebut akibat peningkatan migrasi yang terus berlangsung. (Sumber: Middle East Online)

TUNIS, KOMPAS.TV - Penjaga pantai Tunisia hari Sabtu, (29/4/2023) mengatakan mereka menemukan sekitar 210 mayat migran hanya dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu terakhir, yang terdampar di pantai tengah negara Afrika Utara tersebut akibat peningkatan migrasi yang terus berlangsung.

Seperti yang dilaporkan oleh Associated Press hari Sabtu (29/4/2023), pemeriksaan awal Tunisia terhadap mayat yang terdampar menunjukkan migran tersebut berasal dari Afrika sub-Sahara, menurut Houssemeddine Jebabli dari Garda Nasional.

Jumlah mayat yang ditemukan diumumkan pada hari Jumat.

Dari 210 migran yang ditemukan tewas dalam waktu 10 hari mulai 18 April, sekitar 70 di antaranya ditemukan di pantai Sfax bagian timur, pulau Kerkennah yang bersebelahan, dan Mahdia, kata jaksa Faouzi Masmoudi, yang mengawasi masalah migrasi.

Menurutnya, ketiga wilayah ini merupakan titik awal dari kebanyakan upaya migrasi ke pantai Italia, termasuk ke pulau terpencil Lampedusa.

Jumlah migran tewas yang semakin meningkat telah melampaui kapasitas kamar mayat rumah sakit Habib Bourguiba di Sfax yang hanya dapat menampung 30 hingga 40 mayat.

Untuk mengurangi tekanan di rumah sakit, otoritas setempat bekerja untuk mempercepat pemakaman korban setelah melakukan tes DNA dan kemungkinan identifikasi oleh kerabat, kata Masmoudi.

Baca Juga: Kapal Migran Tenggelam di Laut Italia, 59 Orang Tewas Termasuk 12 Anak-anak

Penjaga pantai Tunisia hari Sabtu, (29/4/2023) mengatakan mereka menemukan sekitar 210 mayat migran hanya dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu terakhir, yang terdampar di pantai tengah negara Afrika Utara tersebut akibat peningkatan migrasi yang terus berlangsung. (Sumber: Libya Update)

Romdhane Ben Amor, juru bicara Forum untuk Hak Ekonomi dan Sosial Tunisia (FTDES), sebuah organisasi non-pemerintah yang mengkhususkan diri pada masalah migrasi, mengatakan bahwa otoritas setempat tahun lalu berkomitmen untuk mendirikan pemakaman khusus bagi migran, "atas dasar mereka bukan Muslim."

Namun, Amor mengatakan bahwa hal ini masih belum siap, sehingga sulit untuk menemukan tempat pemakaman.

Setelah kunjungan awal pekan ini oleh Komisioner Uni Eropa untuk Urusan Dalam Negeri Ylva Johansson, Kementerian Luar Negeri Tunisia mengatakan dalam sebuah pernyataan hari Kamis bahwa Tunisia dan Uni Eropa sepakat untuk mempromosikan program pemulangan sukarela para migran sub-Sahara ke negara asal mereka.

Selama kunjungannya, pejabat Uni Eropa itu bertemu dengan Menteri Luar Negeri Tunisia Nabil Ammar, Menteri Dalam Negeri Kamel Feki, dan Menteri Urusan Sosial Malek Ezzahi.

Migrasi ke Eropa telah meningkat, mencapai puncaknya pada 2022 dengan jumlah 189.620, menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi.

Itu merupakan jumlah tertinggi sejak 2016, ketika hampir 400.000 orang meninggalkan tanah air mereka, dan setahun setelah lebih dari 1 juta orang, sebagian besar berasal dari Suriah yang melarikan diri dari perang, mencari perlindungan pada tahun 2015.

Bagi banyak orang Afrika sub-Sahara, yang tidak memerlukan visa untuk bepergian ke Tunisia, negara di Afrika Utara ini berfungsi sebagai batu loncatan menuju Eropa, sementara yang lain datang dari Libya, yang berbatasan dengan Tunisia.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Associated Press


TERBARU