Memanas, Junta Militer Niger Tuduh Prancis Kumpulkan Pasukan untuk Intervensi Pasca Kudeta
Kompas dunia | 10 September 2023, 20:36 WIBABUJA, KOMPAS.TV - Pemimpin militer baru Niger Jenderal Abdourahamane Tchiani menuduh Prancis mengumpulkan pasukan untuk kemungkinan intervensi militer di negara tersebut setelah kudeta pada bulan Juli. Presiden Prancis Emmanuel Macron hari Minggu mengatakan ia hanya akan bertindak atas permintaan pemimpin Niger yang digulingkan, Mohamed Bazoum.
Juru bicara junta Niger, Mayor Amadou Abdramane, mengatakan Prancis juga sedang mempertimbangkan untuk berkolaborasi dalam intervensi semacam itu dengan Komunitas Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat, sebuah blok regional yang dikenal sebagai ECOWAS, seperti yang dilaporkan oleh Associated Press, Minggu, (10/9/2023).
"Prancis terus menggelar pasukannya di beberapa negara anggota ECOWAS sebagai bagian dari persiapan agresi terhadap Niger," kata Abdramane hari Sabtu malam dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di televisi negara.
Macron mengatakan ia tidak akan secara langsung menanggapi klaim junta ketika ditanya tentang hal itu setelah pertemuan KTT G20.
"Jika kami melakukan penggelaran kekuatan apa pun, itu hanya akan dilakukan atas permintaan Bazoum dan dalam koordinasi dengan dia, bukan dengan orang-orang yang menjadikan seorang presiden sebagai sandera," katanya.
Namun, Macron menambahkan Prancis "sepenuhnya" mendukung posisi ECOWAS, yang mengatakan mereka mempertimbangkan intervensi militer sebagai salah satu opsi untuk mengembalikan Bazoum sebagai presiden.
Baca Juga: Massa Demo Markas Militer Prancis di Niger, Tuntut Pasukan dan Dubes Balik ke Paris
Sejak menggulingkan Bazoum, junta militer Niger yang sebelumnya adalah bekas koloni Prancis, memanfaatkan sentimen anti-Prancis di antara penduduknya.
Mereka meminta duta besar dan pasukan Prancis untuk hengkang dari tanah Niger, menggalang dukungan mereka terhadap perlawanan atas tekanan regional dan internasional untuk mengembalikan presiden.
Niger adalah mitra strategis Prancis dan Barat dalam perang melawan kekerasan kelompok garis keras yang mengatasnamakan Islam yang semakin membesar di Sahel, yang merupakan wilayah tandus di bawah Gurun Sahara.
Juru bicara junta mengatakan Prancis telah menggelar pesawat militer dan kendaraan lapis baja di negara-negara seperti Pantai Gading, Senegal, dan Benin untuk agresi semacam itu, klaim yang tidak dapat diverifikasi secara independen oleh Associated Press.
"Oleh karena itu, Dewan Nasional Perlindungan Tanah Air dan pemerintah transisi meluncurkan seruan tulus kepada rakyat Niger yang luar biasa untuk tetap waspada dan jangan pernah menurunkan kewaspadaan hingga pasukan Prancis meninggalkan wilayah kita," katanya.
Sementara itu, juru bicara militer Prancis, Kolonel Pierre Gaudilliere, hari Kamis mengatakan sekarang ada "lebih sedikit" dari 1.500 pasukan Prancis yang beroperasi di Niger, yang bekerja sama dengan pasukan Niger untuk menghadapi kekerasan kelompok tersebut.
Baca Juga: Junta Niger Perintahkan Pasukan Siaga Penuh, Siap Tempur Lawan ECOWAS?
Pada tanggal 3 Agustus, para pemimpin kudeta Niger menolak beberapa perjanjian kerja sama militer dengan Prancis, yang menggelar sekitar 1.500 tentara di negara itu sebagai bagian dari perjuangan lebih luas melawan kelompok garis keras yang mengatasnamakan Islam.
Paris, yang menolak mengakui rezim militer di Niger, tidak memandang para tentara yang menggulingkan presiden sebagai pihak dalam perjanjian kerja sama itu. Sementara itu, rezim militer memandang bahwa pasukan Prancis saat ini berada di Niger secara "ilegal".
Hari Selasa, sumber Kementerian Pertahanan Paris mengatakan angkatan bersenjata Prancis sedang dalam pembicaraan dengan rezim militer mengenai penarikan dari Niger, mengkonfirmasi komentar yang dibuat sehari sebelumnya oleh Perdana Menteri yang diangkat oleh rezim Niger, Ali Mahaman Lamine Zeine.
Setiap hari selama lebih dari seminggu, ribuan orang berkumpul di ibu kota Niger, Niamey, di sekitar sebuah pangkalan militer yang menampung tentara Prancis untuk menuntut kepergian mereka.
Amerika Serikat, yang memiliki sekitar 1.100 tentara di Niger, mulai memindahkan pasukannya "sebagai tindakan pencegahan" dari Niamey ke kota tengah Agadez, kata Departemen Pertahanan AS minggu ini.
Semua aktivitas Prancis dihentikan sejak kudeta, "oleh karena itu, pernyataan yang dibuat (sebelumnya oleh pihak Prancis) adalah tentang mengeksplorasi apa yang akan kita lakukan dengan kemampuan-kemampuan ini," kata Gaudilliere.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Associated Press / France24