> >

China Hapus Foto Dua Pelari Putrinya usai Raih Medali di Asian Games 2022, Apa Penyebabnya?

Kompas dunia | 4 Oktober 2023, 23:05 WIB
China menghapus foto dua atlet pelari putrinya yang berpelukan setelah meraih medali di Asian Games 2022 Hangzhou karena ada nomor 6 dan 4 yang terkait dengan pembantaian Lapangan Tiananmen 1989. (Sumber: SCMP)

HANGZHOU, KOMPAS.TV - China menghapus foto dua atlet pelari putrinya yang berpelukan setelah meraih medali di Asian Games 2022 Hangzhou. Apa penyebabnya?

Kejadian ini berawal ketika perlombaan final atletik nomor lari gawang 100 meter putri di Olympic Park Sports Stadium, Minggu (1/10/2023) lalu.

Pada nomor tersebut, China mengirimkan dua wakilnya yaitu Lin Yuwei dan Wu Yanni. Lin memulai lomba dari jalur 6 dan Wu di jalur 4.

Dalam perlombaan, Lin Yuwei berhasil meraih medali emas dan Wu Yanni memenangkan medali perak, meski akhirnya didiskualifikasi karena kesalahan start.

Seusai perlombaan tersebut, Lin Yuwei dan Wu Yanni yang mengenakan nomor sesuai jalur yang mereka tempati kemudian berpelukan.

Foto berpelukan keduanya kemudian diunggah di platform media sosial China, Weibo, oleh televisi pemerintah CCTV.

Namun, foto tersebut kemudian dihapus dan hanya menyisakan kotak berwarna abu-abu.

Lantas, kenapa foto kedua atlet tersebut dihapus?

Baca Juga: Rekap Hasil Bulu Tangkis Asian Games 2022: Ginting Wakil Indonesia Pertama yang Lolos Perempat Final

Saat keduanya berpelukan, nomor yang mereka pakai membentuk angka 6/4. Angka 6 dan 4 itu adalah hal yang sensitif di China karena berkaitan dengan pembantaian Lapangan Tiananmen (Tiananmen Square) pada 4 Juni 1989.

Sejak insiden tersebut, pemerintah China aktif untuk menghapus berbagai unggahan atau diskusi online yang terkait dengan Tiananmen Square.

Dilansir dari BBC, pada tahun 1980-an, China mengalami perubahan besar setelah Partai Komunis yang berkuasa membuka inventasi dari perusahaan swasta dan asing.

Deng Xiaoping, sebagai pemimpin, berharap bahwa kebijakan tersebut dapat menghidupkan kembali perekonomian dan meningkatkan taraf hidup. 

Namun, usaha itu dicederai oleh praktik korupsi. Ditambah lagi publik yang mendesak adanya keterbukaan politik yang lebih besar.

Unjuk rasa pun mulai terjadi dengan para mahasiswa sebagai pemimpin protes.

Pada musim semi tahun 1989, terjadi peningkatan aksi protes yang menuntut kebebasan politik yang lebih besar. 

Protes ini dipicu oleh kematian politisi terkemuka, Hu Yaobang, yang telah terlibat dalam sejumlah perubahan ekonomi dan politik. Hu Yaobang sebelumnya telah dipecat dari posisi penting dalam partai oleh lawan politiknya dua tahun sebelumnya.

Baca Juga: Apri Cedera Betis Kanan, Apriyani/Fadia Mundur dari Asian Games 2022

Pada hari pemakamannya di bulan April, sekitar sepuluh ribu orang berkumpul, menyerukan kebebasan berbicara yang lebih besar dan menentang sensor. 

Dalam pekan-pekan berikutnya, para demonstran berkumpul di Lapangan Tiananmen, dengan perkiraan jumlah peserta mencapai satu juta orang. 

Lapangan Tiananmen adalah salah satu landmark paling terkenal di Beijing, terletak dekat dengan makam Mao Zedong, pendiri China modern, dan Aula Besar Rakyat yang digunakan oleh Partai Komunis untuk mengadakan pertemuan.

Awalnya pemerintah China tidak mengambil tindakan langsung untuk para demonstran. Namun, desakan dari kelompok garis keras membuat pemerintah memberlakukan status darurat militer pada akhir Mei 1989.

Lalu pada tanggal 3 dan 4 Juni, pasukan mulai bergerak menuju Lapangan Tiananmen, melepaskan tembakan untuk menghancurkan kerumunan. Para pengunjuk rasa kemudian ditangkap demi mengendalikan situasi di area tersebut.

Dalam insiden pembantaian itu, tidak ada yang dapat memastikan jumlah pasti korban tewas.

Namun pada akhir Juni 1989, pemerintah China melaporkan bahwa sekitar 200 warga sipil dan beberapa lusin anggota pasukan keamanan telah tewas. Akan tetapi ada perkiraan lain yang mengindikasikan bahwa jumlah korban tewas bisa berkisar antara ratusan hingga ribuan orang. 

Lalu pada tahun 2017, sejumlah dokumen yang baru dirilis dari Inggris mengungkap bahwa seorang diplomat Inggris saat itu, Sir Alan Donald, melaporkan bahwa sekitar 10.000 orang tewas dalam pembantaian Lapangan Tiananmen itu. 

Baca Juga: Rahmat Erwin Abdullah, 'Rambo' Penyumbang Emas Kelima Asian Games 2022 Penerus sang Ayah

 

 

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU