> >

Inilah Julia Sebutinde, Hakim Uganda yang Tolak Seluruh Putusan Mahkamah Internasional Soal Gaza

Kompas dunia | 27 Januari 2024, 22:40 WIB
Hakim Mahkamah Internasional yang mengadili tuduhan genosida Israel terhadap rakyat Gaza. Uganda hari Jumat (27/1/2024) menjauhkan diri dan tidak mengakui Julia Sebutinde, tengah, seorang hakim di Mahkamah Internasional ICJ yang memberikan suara menentang semua langkah sementara yang diperintahkan Mahkamah Internasional kepada Israel dalam kasus genosida rakyat Palestina di Gaza. (Sumber: International Court of Justice)

KAMPALA, KOMPAS.TV - Uganda pada Jumat (27/1/2024) menjauhkan diri dan tidak mengakui Julia Sebutinde, seorang hakim di Mahkamah Internasional ICJ yang memberikan suara menentang semua langkah sementara yang diperintahkan Mahkamah Internasional kepada Israel dalam kasus genosida rakyat Palestina di Gaza, yang diajukan oleh Afrika Selatan.

"Keputusan Hakim Sebutinde di ICJ (Mahkamah Internasional) tidak mencerminkan posisi Pemerintah Uganda terkait situasi di Palestina," tulis Adonia Ayebare, Perwakilan Tetap Uganda untuk PBB, di X.

"Dukungan Uganda terhadap nasib rakyat Palestina telah diungkapkan melalui pola pemungutan suara kami di Perserikatan Bangsa-Bangsa," kata pemerintah Uganda.

Afrika Selatan menyeret Israel ke Mahkamah Internasional ICJ di Den Haag pada 29 Desember 2023 atas tuduhan genosida terhadap Palestina.

Pada Jumat (26/1), ICJ menganggap klaim Afrika Selatan bahwa Israel melakukan genosida dapat dipertimbangkan dan kasusnya dapat diteruskan. Pengadilan mengeluarkan perintah sementara yang mengharuskan Israel untuk menghentikan pembunuhan warga sipil, penghalangan pengiriman bantuan ke Gaza dan memperbaiki situasi kemanusiaan.

Sebutinde memberikan suara menentang keenam langkah ICJ. Kini dia menghadapi kemarahan dunia atas suaranya, dengan beberapa pengguna media sosial mengatakan warga Uganda harus malu.

Baca Juga: Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Stop Bunuh Rakyat Palestina di Gaza, Kasus Genosida Lanjut

Uganda hari Jumat (27/1/2024) menjauhkan diri dan tidak mengakui Julia Sebutinde, seorang hakim di Mahkamah Internasional ICJ yang memberikan suara menentang semua langkah sementara yang diperintahkan Mahkamah Internasional kepada Israel dalam kasus genosida rakyat Palestina di Gaza (Sumber: International Court of Justice ICJ)

"Hakim Julia Sebutinde sangat memalukan bagi negaranya dan aib bagi kemanusiaan. Dia tidak hanya memberikan suara menentang petisi Afrika Selatan, tetapi dia memberikan suara menentang akal sehat dan moralitas, keadilan dan kebebasan, cinta dan belas kasihan. Dia memberikan suara menentang jiwa kemanusiaan itu sendiri," tulis seorang pengguna dari Kenya di X.

Sebutinde adalah satu-satunya hakim yang memutuskan menentang perintah darurat terhadap Israel.

Meskipun Sebutinde memutuskan untuk tidak setuju, pengadilan PBB memerintahkan Israel untuk mengambil semua langkah dalam kekuatannya untuk mencegah tindakan genosida di Gaza.

Dalam keputusan yang dibuat panel 17 hakim, Mahkamah Internasional (ICJ) memerintahkan enam langkah sementara yang disebut untuk melindungi warga Palestina di Gaza, sambil Mahkamah Internasional mengadili tuduhan genosida oleh Israel terhadap Gaza. Langkah-langkah itu disetujui oleh mayoritas besar hakim, bahkan hakim Israel memberikan suara mendukung dua dari enam langkah tersebut.

Tetapi Hakim Uganda, Julia Sebutinde, adalah satu-satunya hakim yang memberikan suara menentang semuanya. Semuanya.

Profil Julia Sebutinde

Lahir pada Februari 1954, Sebutinde adalah hakim Uganda yang menjabat periode kedua di ICJ. Dia menjadi hakim di ICJ sejak Maret 2021, perempuan Afrika pertama yang duduk di Mahkamah Internasional.

Baca Juga: AS Ngotot Tuduhan Genosida di Gaza Tidak Berdasar dan Klaim Perintah ICJ Sejalan dengan Washington

Hakim Joan E. Donoghue saat membacakan putusan yang berisi perintah sementara dalam kasus genosida Israel terhadap rakyat Palestina di Gaza, Jumat (26/1/2024), memerintahkan Israel untuk berhenti membunuhi rakyat Palestina dan membuat kerusakan di Jalur Gaza, sementara persidangan kasus tuduhan genosida oleh Israel terhadap rakyat Palestina di Gaza akan terus dilanjutkan. (Sumber: AP Photo)

Menurut Institute for African Women in Law, Sebutinde berasal dari keluarga sederhana dan lahir pada periode Uganda sedang aktif berjuang untuk meraih kemerdekaan dari kolonialisme Inggris.

Sebutinde bersekolah di Lake Victoria Primary School di Entebbe, Uganda. Setelah menyelesaikan sekolah dasar, dia pergi ke SMA Gayaza. Kemudian, dia mengejar gelar sarjana hukum di Universitas Makerere dan mendapatkan gelar sarjana hukum pada tahun 1977, pada usia 23 tahun.

Kemudian, tahun 1990 pada usia 36 tahun, dia pergi ke Skotlandia di mana dia meraih gelar master hukum dengan pujian dari Universitas Edinburgh. Tahun 2009, universitas yang sama memberinya gelar doktor hukum, mengakui kontribusinya terhadap layanan hukum dan yudisial.

Sebelum terpilih ke ICJ, Sebutinde adalah hakim Pengadilan Khusus untuk Sierra Leone. Dia diangkat ke posisi tersebut pada tahun 2007.

Pada Februari 2011, Sebutinde adalah salah satu dari tiga hakim yang memimpin dalam pengadilan mantan Presiden Liberia, Charles Taylor, atas kejahatan perang yang dilakukan di Sierra Leone.

Melompat ke tahun 2024, Sebutinde sekali lagi menjadi buah bibir, kali ini karena menjadi satu-satunya hakim yang memberikan suara menentang semua langkah yang diminta oleh Afrika Selatan dalam kasus genosida mereka terhadap Israel.

Baca Juga: Hamas Respons Keputusan Pengadilan Internasional PBB ke Israel, Minta Dunia Tekan Zionis

Penduduk di Den Haag berdiri di depan gedung Mahkamah Internasional hari Jumat, (26/1/2024) saat majelis hakim membacakan putusan sementara hari Jumat (26/1/2024) yang memerintahkan Israel untuk berhenti membunuhi rakyat Palestina dan membuat kerusakan di Jalur Gaza, sementara persidangan kasus tuduhan genosida oleh Israel terhadap rakyat Palestina di Gaza akan terus dilanjutkan. (Sumber: AP Photo)

Dalam pendapat tidak setuju, Sebutinde menyatakan, "Dalam pendapat ketidaksetujuan saya, sengketa antara Negara Israel dan rakyat Palestina pada dasarnya dan secara historis adalah sengketa politik."

"Ini bukan sengketa hukum yang dapat diselesaikan oleh Pengadilan," tambah Sebutinde.

Dia juga mengatakan Afrika Selatan tidak menunjukkan bahwa tindakan yang diduga dilakukan oleh Israel "dilakukan dengan maksud genosida yang direncakanan, dan sebagai hasilnya, mereka tidak mampu masuk dalam cakupan Konvensi Genosida".

Para ahli berpendapat bahwa Sebutinde gagal melakukan penilaian menyeluruh terhadap situasi.

"Saya pikir yang keliru dalam pendapat tidak setuju ini adalah bahwa genosida bukanlah perselisihan politik, tetapi masalah hukum. Baik Afrika Selatan maupun Israel menandatangani Konvensi Genosida pada tahun 1948 dan menerima yurisdiksi atas pelanggaran Konvensi Genosida dan kegagalan mencegah genosida," kata Mark Kersten, profesor asisten di University of the Fraser Valley yang berfokus pada hukum hak asasi manusia, kepada Al Jazeera.

"Anda tidak bisa sekadar mengatakan ini adalah sesuatu untuk sejarah, ini adalah sesuatu untuk politik. Tentu saja, sejarah dan politik memainkan peran," tambahnya.

 

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Anadolu / Al Jazeera


TERBARU