> >

Usai Peringatan Kremlin, Jerman dan Polandia Langsung Klarifikasi Tak Akan Kirim Tentara ke Ukraina

Kompas dunia | 28 Februari 2024, 02:05 WIB
Presiden Prancis Emmanuel Macron, kanan, menyambut Kanselir Jerman Olaf Scholz di Istana Elysee di Paris, Senin (26/2/2024). Jerman dan Polandia hari Selasa (27/2/2024) langsung klarifikasi dan dengan tegas menyatakan mereka tidak akan mengirimkan pasukan ke Ukraina usai peringatan Moskow. (Sumber: AP Photo)

BRUSSELS, KOMPAS.TV - Jerman dan Polandia langsung mengklarifikasi dan dengan tegas menyatakan mereka tidak akan mengirimkan pasukan ke Ukraina, Selasa (27/4/2024). Pernyataan itu muncul setelah laporan menyebut beberapa negara Barat mempertimbangkan langkah tersebut ketika perang dengan Rusia memasuki tahun ketiga.

Pemimpin NATO juga menyampaikan, pakta pertahanan Atlantik Utara itu tidak punya rencana mengirimkan pasukan ke Ukraina. Pun demikian dengan pemimpin Eropa Tengah lainnya yang mengonfirmasi keputusan serupa, seperti laporan Associated Press.

Sementara itu, Kremlin memperingatkan konflik langsung antara NATO dan Rusia akan tak terhindarkan jika aliansi tersebut mengirimkan pasukan tempur. "Dalam hal ini, kita perlu berbicara bukan tentang kemungkinan, tetapi tentang ketidakterhindaran (konflik)," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan, menegaskan konflik militer terbuka itu tidak akan bisa dihindarkan.

Peringatan Moskow ini dilontarkan setelah Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan pengiriman pasukan darat Barat tidak boleh diabaikan di masa depan. Pernyataan ini muncul setelah ia menjadi tuan rumah konferensi dengan pejabat tingkat atas dari lebih dari 20 pendukung Ukraina di Barat.

Namun, Kanselir Jerman Olaf Scholz tampaknya memiliki pandangan yang berbeda mengenai apa yang terjadi di Paris. Ia menyatakan para peserta sepakat "tidak akan ada pasukan darat, tidak akan ada tentara di tanah Ukraina yang dikirimkan oleh negara-negara Eropa atau NATO."

Scholz menambahkan ada konsensus "tentara yang beroperasi di negara kami juga tidak aktif berpartisipasi dalam perang itu sendiri."

Konsep mengirimkan pasukan menjadi tabu, terutama karena NATO berusaha menghindari terlibat dalam perang yang lebih luas dengan Rusia yang punya senjata nuklir.

Baca Juga: Presiden Prancis Tegaskan Opsi Kirim Pasukan Barat ke Ukraina Masih Terbuka

Kanselir Jerman Olaf Scholz, kiri, Presiden Prancis Emmanuel Macron, tengah, dan Presiden Polandia Andrzej Duda di Paris hari Senin, (26/2/2024). Jerman dan Polandia hari Selasa (27/2/2024) langsung klarifikasi dan dengan tegas menyatakan mereka tidak akan mengirimkan pasukan ke Ukraina usai peringatan Moskow. (Sumber: AP Photo)

Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan kepada Associated Press, "Sekutu NATO memberikan dukungan luar biasa kepada Ukraina. Kami telah melakukannya sejak 2014 dan meningkat setelah invasi penuh. Tapi tidak ada rencana untuk pasukan tempur NATO di tanah Ukraina."

Di pertemuan di Praha pada Selasa, Perdana Menteri Polandia Donald Tusk menyatakan, "Polandia tidak berencana mengirimkan pasukannya ke Ukraina." Sementara Perdana Menteri Petr Fiala dari Republik Ceko bersikeras negaranya "tentu tidak ingin mengirimkan tentaranya."

Perdana Menteri Slovakia Robert Fico mengatakan pemerintahannya tidak berencana mengusulkan penempatan pasukan, tetapi beberapa negara sedang mempertimbangkan apakah akan membuat kesepakatan bilateral untuk menyediakan pasukan guna membantu Ukraina menahan invasi Rusia.

Namun, Fico tidak memberikan rincian tentang negara mana atau apa yang akan dilakukan pasukan di Ukraina. Macron juga menghindari menyebutkan negara mana pun, menyatakan ingin mempertahankan "ambiguitas strategis" dan tidak memberi tahu Rusia tentang campur tangan Barat.

Sementara NATO hanya memberikan bantuan tidak mematikan dan dukungan seperti persediaan medis, seragam, dan perlengkapan musim dingin kepada Ukraina, beberapa anggota NATO secara bilateral mengirim senjata dan amunisi secara berkelompok.

Keputusan untuk mengirimkan pasukan dan menempatkannya dalam jangka panjang memerlukan kemampuan transportasi dan logistik yang hanya dimiliki oleh negara-negara seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Prancis, Jerman, dan mungkin Italia, Polandia, atau Spanyol.

Baca Juga: Serangan Balik Ukraina Gagal, Zelenskyy Bela Diri: Sudah Bocor ke Rusia Sebelum Dilakukan

Konflik militer terbuka antara NATO dan Rusia tidak akan terhindarkan jika NATO mengirim pasukan ke Ukraina, kata Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov, hari Selasa, (27/2/2024). (Sumber: Anadolu)

Meskipun menolak tindakan militer NATO, Stoltenberg menyatakan kepada AP, "Ini adalah perang agresi oleh Rusia terhadap Ukraina, dengan jelas melanggar hukum internasional. Menurut hukum internasional, Ukraina tentu memiliki hak untuk bela diri, dan kita memiliki hak untuk mendukung mereka dalam menjaga hak itu."

Konferensi di Paris diadakan setelah Prancis, Jerman, dan Inggris masing-masing menandatangani perjanjian keamanan bilateral 10 tahun dengan Ukraina. Langkah ini diambil karena pemerintah Ukraina berusaha untuk memperkuat dukungan dari Barat.

Negara-negara Eropa khawatir AS akan mengurangi dukungannya, karena bantuan untuk Ukraina tertahan di Kongres. Mereka juga memiliki kekhawatiran bahwa mantan Presiden Donald Trump mungkin kembali ke Gedung Putih dan mengubah arah kebijakan AS di benua itu.

Beberapa negara Eropa, termasuk Prancis, pada Senin menyatakan dukungan bagi inisiatif Republik Ceko untuk membeli peluru kendali di luar Uni Eropa bagi Ukraina. Macron menyatakan koalisi baru akan diluncurkan untuk memberikan rudal jarak menengah dan jauh.

Dalam wawancara minggu lalu, Stoltenberg tidak menentang ide memungkinkan Ukraina menggunakan senjata Barat untuk menyerang target di Rusia. Beberapa negara telah memberlakukan pembatasan pada penggunaan materi yang mereka sediakan, meminta agar hanya digunakan di dalam Ukraina.

"Setiap sekutu harus memutuskan apakah ada beberapa pengecualian pada apa yang mereka berikan," kata Stoltenberg kepada Radio Free Europe. Tetapi, katanya, hak Ukraina untuk bela diri "juga mencakup menyerang target militer yang sah, target militer Rusia, di luar Ukraina."

 

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Associated Press


TERBARU