> >

Pelaut Filipina Dilaporkan Cedera Parah dalam Insiden Blokade Tiongkok di Laut China Selatan

Kompas dunia | 18 Juni 2024, 11:18 WIB
Dalam foto yang disediakan Penjaga Pantai Filipina ini tampak sebuah kapal Penjaga Pantai China menggunakan meriam air terhadap sebuah perahu pengangkut pasokan yang dioperasikan Angkatan Laut Filipina, M/L Kalayaan, saat mendekati Second Thomas Shoal atau di Filipina dikenal dengan Ayungin Shoal, di perairan Laut China Selatan yang disengketakan, pada Minggu, 10 Desember 2023. (Sumber: Penjaga Pantai Filipina via AP)

MANILA, KOMPAS.TV - Seorang pelaut Filipina dilaporkan mengalami cedera parah ketika pasukan Tiongkok menghalangi misi resupply Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) di Laut China Selatan.

Misi AFP untuk mengirim pasokan ke pos BRP Sierra Madre (LT-57) di Second Thomas Shoal itu juga mengakibatkan kerusakan pada sejumlah kapal Filipina yang belum diketahui jumlahnya.

“Pelaut Filipina cedera akibat penggunaan meriam air, manuver penabrakan, dan penghalangan yang berbahaya dan disengaja oleh kapal-kapal Republik Rakyat Tiongkok (RRT),” ujar Mayor Pete Nguyen, juru bicara Kantor Sekretaris Pertahanan Amerika Serikat, dalam sebuah pernyataan pada hari Senin (17/6/2024) dikutip dari USNI News.

Insiden ini menandai kali ketiga personel Filipina cedera dalam misi resupply di Second Thomas Shoal. 

Laut China Selatan telah menjadi lokasi berbagai insiden antara Tiongkok dan Filipina belakangan ini.

Pada insiden pertama yang dilaporkan pada bulan Maret lalu, empat pelaut Filipina juga mengalami luka-luka.

Ray Powell, direktur SeaLight Project di Stanford University, melaporkan bahwa kapal Penjaga Pantai Filipina, BRP Bacagay (MRRV-4110), terlihat beroperasi di sekitar Second Thomas Shoal dan dikelilingi oleh kapal-kapal Tiongkok. Tidak ada kapal Filipina lainnya yang terlihat pada pelacak maritim selama waktu insiden tersebut.

Meskipun Pentagon merujuk ke pemerintah Filipina untuk rincian lebih lanjut, Manila belum merilis gambar atau kronologi insiden tersebut.

Pada insiden sebelumnya, pemerintah Filipina biasanya cepat merespons dengan merilis gambar dan video.

Jay Tarriela, juru bicara National Task Force for the West Philippine Sea, menolak berkomentar mengenai insiden tersebut karena merupakan operasi Angkatan Bersenjata Filipina. 

Media pemerintah Tiongkok pertama kali melaporkan insiden ini pada Senin pagi dan mengklaim bahwa tindakan mereka sah. 

Baca Juga: China Mulai Berlakukan Aturan yang Izinkan Penahanan Warga Asing di Laut China Selatan

Mereka menuduh kapal Filipina melanggar Aturan Internasional untuk Mencegah Tabrakan di Laut dan menyebabkan tabrakan. 

"Tanggung jawab atas insiden ini sepenuhnya berada pada pihak Filipina," demikian pernyataan dari China Coast Guard.

Sementara itu, pernyataan resmi dari National Task Force on the West Philippine Sea menyebutkan bahwa kapal-kapal dari Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat, Penjaga Pantai Tiongkok, dan Milisi Maritim Tiongkok melakukan "manuver berbahaya." Namun, tidak ada penyebutan tentang cedera pada personel Filipina dalam pernyataan tersebut. 

Pernyataan tersebut juga menyebutkan bahwa kapal-kapal Tiongkok menabrak dan menarik kapal-kapal Filipina, meskipun tidak jelas sejauh mana hal ini terjadi selama insiden tersebut. 

Ini adalah pertama kalinya dilaporkan bahwa Tiongkok menarik kapal-kapal Filipina dalam perselisihan mereka di Laut China Selatan.

“Kami berdiri bersama sekutu Filipina kami dan mengutuk tindakan eskalasi dan tidak bertanggung jawab oleh RRT untuk menghalangi Filipina dalam melaksanakan operasi maritim yang sah di Laut China Selatan,” ujar Pentagon dalam pernyataannya.

Manila dan Washington memiliki pakta pertahanan bersama yang bisa diberlakukan jika pasukan Tiongkok menyerang personel Angkatan Bersenjata Filipina atau Penjaga Pantai Filipina.

"Amerika Serikat menegaskan kembali bahwa Pasal IV dari Perjanjian Pertahanan Bersama AS-Filipina tahun 1951 mencakup serangan bersenjata terhadap angkatan bersenjata, kapal publik, atau pesawat Filipina - termasuk Penjaga Pantai - di mana saja di Laut China Selatan," demikian pernyataan Departemen Luar Negeri AS pada bulan Maret.

Pada bulan Mei, Presiden Filipina Ferdinand Marcos menyatakan bahwa kematian warga Filipina selama operasi di Laut China Selatan akan “melintasi garis merah.”

“Jika seorang warga Filipina terbunuh oleh tindakan sengaja, itu sangat dekat dengan apa yang kami definisikan sebagai tindakan perang,” kata Marcos pada bulan Mei selama dialog Shangri-La. 

“Kami akan melintasi Rubicon. Apakah itu garis merah? Hampir pasti," ucapnya.

Baca Juga: AS, Kanada, Jepang, Filipina Gelar Latihan di Laut China Selatan dan Kerahkan Empat Kapal Perang

 

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU